Aku berada pada pertanyaan dasar:
Salah siapakah adanya korupsi di negeri ini?
Pasti banyak dari kita yang akan menjawab:
"Salah didik tuh orang tuanya"
"Salah pemerintah gak ngawasin bener2"
"Salah sistemnya yang membiarkan orang-orang korupsi"
"Bukan salah siapa-siapa. Kodrat Tuhan yang mentakdirkan negeri ini dilanda korupsi"
"Salahnya sendiri koq korupsi"
Mungkin ada benarnya kecuali jawaban keempat yang tampaknya salah, karena Tuhan tidak akan mentakdirkan sesuatu yang sangat buruk kepada sebuah negara kecuali jika negara tersebut sendiri yang menyebabkannya demikian. Semuanya benar tetapi ada satu yang kurang.
Salah kita sebagai masyarakat!
Mengapa? Sebab kitalah yang menjustifikasi mereka melakukan korupsi. Kitalah yang memaafkan mereka karena melakukan korupsi. Kitalah yang tidak acuh saat mereka melakukan korupsi.
Bagaimana bisa? Masyarakat kita sendiri menjustifikasi bahwa menjadi pejabat negara akan menjadi kaya. Saat seseorang menjadi pejabat, kita akan langsung menganggap bahwa orang tersebut akan kaya karena mereka menjadi pejabat. Karena dengan menjadi pejabat, mereka akan memperoleh banyak uang dan kekayaan.
Di sanalah letak kesalahannya. Pejabat negara sebenarnya memiliki gaji yang tidak besar. Seingatku, gaji hakim-hakim senior hanya sekitar 3 juta, gaji menteri hanya sekitar 15 juta, dan gaji-gaji aparatur negara lainnya tidak ada yang tembus 20 juta secara rata-rata. Bagaimana mereka bisa hidup bergelimang harta dengan gaji demikian? jawabannya adalah korupsi.
Tetapi kita, sebagai masyarakat, mengampuni mereka dengan berkata, "Jelas saja dia kaya, dia kan pejabat negara," Kita menjustifikasi perbuatan mereka dengan mengatakan bahwa mereka akan jadi kaya karena menjadi pejabat. Kita memotivasi mereka untuk menjadi koruptor karena menciptakan pola pikir itu. Sehingga, kita menutup mata kita saat korupsi itu terjadi. saat seseorang menjadi pejabat negara dan kaya mendadak, kita menganggapnya wajar-wajar saja.
Itulah masyarakat Indonesia. kita masih berpola pikir bahwa menjadi pejabat negara adalah pekerjaan, bukan pengabdian. Kita menutup mata kita sendiri dari fakta-fakta semacam ini. Baru akhir-akhir ini saja kita sadar, dan semuanya telah terlambat, dan ternyata pandangan masyarakat Indonesia pun tetap tidak berubah, yaitu menjadi pejabat = menjadi kaya.
Kita harus mengubah paradigma ini. Tanamkan dalam diri kita bahwa pejabat adalah pengabdi, bukan pekerja. Kita harus peka jika tiba-tiba seorang pejabat menjadi kaya mendadak. Kita harus menyelidiki apakah kekayaannya itu halal atau tidak.
Dukunglah pemberantasan korupsi dengan perubahan paradigma ini. Kita semua bisa turut serta memberantas korupsi.
Say No to Corruption, Say Yes to Obligation!
Wirapati
0 Comments:
Post a Comment