A Brand New 'New Year' for Me

Dua puluh tahun baru sudah aku lalui dan banyak keinginan-keinginan serta doa-doa yang kupaparkan. Sebagian tercapai, sebagian lagi tidak.

Tetapi tahun ini aku punya keinginan yang berbeda. Aku tidak lagi menginginkan hal-hal sederhana seperti yang aku teriakkan di masa lampau. Aku akan memaknai tahun baru ini dengan impian dan harapan yang baru terhadap 2010.

Wishlistku... Tampaknya akan kusimpan untuk diriku sendiri saja. Karena sesungguhnya harapan takkan tercapai jika kita mengatakannya kepada orang lain, seperti make a wish pada saat meniup lilin ulang tahun saja. Tapi, setidaknya aku dapat mengatakan ini:

SEMOGA MIMPI-MIMPIKU TERCAPAI DI MASA DEPAN!!!

Tepat pada saat lonceng tahun baru berbunyi, aku akan memulai kehidupan yang sangat baru. Aku harap tahun depan lebih baik dari tahun ini. Amin.

Teruslah bermimpi,
Wirapati

One Step Closer


"Never thought I'd be here..."

Itulah yang selalu aku pikirkan saat ini. Aku mencoba untuk melihat ke belakang dan berusaha meyakinkan diriku sendiri bahwa ini bukanlah mimpi.

Dua puluh tahun yang lalu mungkin tangisanku menggema di angkasa. Delapan belas tahun yang lalu mungkin aku baru mulai berbicara. Tujuh belas tahun yang lalu aku mulai membaca. Lima belas tahun yang lalu aku mengenal matematika. Dua belas tahun yang lalu aku mengenal ilmu alam dan ilmu sosial. Sepuluh tahun yang lalu aku mengenal cinta. Delapan tahun yang lalu aku mengenal ambisi. Lima tahun yang lalu aku menemukan cita-citaku. Dan tiga tahun yang lalu, aku telah menjadi mahasiswa Ilmu Ekonomi FEUI, satu langkah kecil pertama menuju masa depanku. Dan selama itulah aku terus bermimpi hingga sekarang.

Dan tidak aku sangka sedikit pun, seorang bocah yang 3,5 tahun yang lalu, masih merupakan anak SMA yang tiba-tiba kuliah, sekarang sedang berada pada titik yang menentukan masa depannya. Memang, ini hanyalah sesuatu yang kecil, tapi aku tahu bahwa aku sedang menghadapi masa depan saat ini.

Inilah ujian terakhirku sebagai mahasiswa FEUI. Ujian yang menentukan masa depanku. Detik demi detik mendekati hari itu dan hatiku semakin kencang berdebar. Kepalaku semakin keras berpikir.

Jika ini berakhir, aku akan semakin dekat dengan mimpi-mimpiku.

Tetapi, dapatkah aku mencapainya? Hanya satu yang dapat kulakukan saat ini: Melakukan yang terbaik. Aku bukanlah seorang jenius seperti banyak orang di dunia ini. Jika ada yang kuperoleh sampai saat ini, itu karena aku bekerja lebih keras dibandingkan orang lain, walau mungkin masih kurang keras.

Aku akan melaluinya. Aku akan persembahkan seluruhnya untuk ujian itu. Akan kulangkahkan kakiku selangkah lebih dekat menuju mimpi itu.

Masa depan sudah dekat kawan, faktanya, dia ada di hadapan kita.
Teruslah bermimpi,
Wirapati...

Sebuah Puisi untuk Impian dan Harapan


Bila kuseka air mataku
Dan kulayangkan pandanganku
Aku bisa melihat mimpi-mimpiku
Jauh di ujung cakrawala tanpa batas

Kutegakkan badanku
Kulangkahkan kakiku
Aku bisa menjalani hidupku
Walau hanya selangkah mendekatinya

Kuangkat lenganku
Kugapai dengan tanganku
Aku bisa merasakan harapanku
Dapat meraih tujuan dan cita-citaku

Itulah aku
Aku hidup karena mimpiku
Aku takkan mati demi mimpiku
Aku akan hidup bersama mimpiku

Kugapai, kuraih, Kurentangkan tanganku
Walau hanya selangkah lebih dekat pada mimpiku
Kujalani hidupku

Dengan berbekalkan segenggam mimpi,
Aku melangkah di jalan yang aku percayai.

Perkamen Sang Pemimpi, 27 Desember 2009.
Hanya sebuah gejolak perasaan saat sedang mengerjakan tugas akhir kuliah S1-nya.

Chasing Carita Part 1

Heya! Ini adalah dokumentasi pertama perjalanan 'IE 2006 Goes to Carita' ato bisa disebut 'the 5,6,7-8-9 holiday'.

Judul 'Chasing Carita' didapat setelah berdebat sepanjang jalan menuju Carita sampe akhirnya Nabir mengeluarkan ide ini. Thanks for Nabir for the name!

Rabu, 5-8-2009

Pagi2 sblm berangakt gw uda siap dari jam stgh 6 gr2 aldi blg dya bakal dateng jam 6. Dan jam 6 lewat 15 dan aldi dengan mudahnya berkata baru bangun. Oh crap!

Then, gw pun mengupdate facebook, plurk dan kungfu pets dulu. Jam 7 pun gw berhenti karena aldi bilang dya berangkat jam 6.45. Dan doi bersama uchal baru nyampe 7.45. Nice!

Spanjang perjalanan kami mencari pompa ban buat mompa bola. Dan dengan hebatnya kami gak punya pentil. Setelah bersusah2 beli pentil, ternyata gak bisa dimasukin ke bolanya. Berusaha menyelidiki ternyata pentil bolanya bisa dilepas dan ban bisa dipompa tanpa pentil. Capek dehh.

Pas ngisi juga kita malu2 karena bolanya yg kita bawa ini kyk bola anak2 yg warnanya ijo lucu dengan pola bintang2 dan boneka. Maklumlah, kami bertiga pria dewasa sejati.

Sampailah di kampus buat ngumpul. Shamien pake acara ngambek segala gara2 doi uda nyampe dari pagi dan belom ada yang dateng. Trus tiba2 doi ternyata.cuma pura2 ngambek. Dasar cari sensasi!!

Berikut ini adalah orang2 yg ikut:
Gw, uchal, aldi, nabir, happy, manda, ichal, rama, shamien, widi, kunam, rensus, agil, sasa, dape, rama, cabe, ruhum, alia dan allan (tamu).

Kami pun lepas landas dengan 3 mobil, aldi, rama dan cabe.

Gw di mobil aldi bersama uchal, aldi, nabir, happy, manda dan ichal. Sepanjang perjalanan penuh dengan lawakan, ngeceng2in uchal (ehem), dan curcolan gw sendiri. Paling seru sihh ngeceng2in hepi! (yg di mobil aldi pasti tauk)

Lagu yang menemani kami mulai dari viva la vida (coldplay), wajahmu mengindahkan duniaku (alexa) *duh pengen curcol dehh*, ampe queen dan phil collins.

Kami pergi sejak jam 09.45 dan sampai di Carita jam 1330. Sekarang kami baru nyampe. Ahh birunya pantai menyejukkan mata kami, kuningnya pasir menghangatkan hati kami, terutama hati gw yang kesepian.

Di sini Bagus Arya Wirapati melaporkan dan kami akan segera menikmati hidup setelah makan. The journey has just begun!! Smile eternally guyz!!

--To Be Continued--

Mobile Upload //TEST//

//TEST//

Salah satu masalah utama gw dlm blogging adalah gw suka lupa ide yg pengen gw tulis di blog.

Post ini gw tujukan untuk ngetest mobile upload. Mobile upload ini gw harapkan bisa memecahkan semua masalah lupa ide ini. Jadinya klo gw lg gak deket komputer trus tiba2 dapet ide. SYUUT! Bisa langsung diupload dehh lewat hape!

Semoga feature ini membantu produktivitas gw. Amin.

//ENDTEST//

Everybody Can Change The World

I always remember the biggest dream when I was little. Indeed that I always have a lot of dreams, like being an F16 Pilot, doctor, etc. But, there is only one dream which I always keep up until now.

I swore that I would change the world!

I grew under a very turbulent era where the world keeps going up and down. Crises, wars, poverty, global warming, and so many other blistering catastrophes in the past. They have been decorating the headlines until now. It gives me motivation for changing this world as my lifetime contribution.

But, Can I?

I believe it not just me. Everybody does have this kind of answer for a big dream or even bigger dreams than this. You can always feel unable to accomplish something that is very hard to achieve. You may feel uncapable for that. Even a capable person can fail to accomplish such a dream. So it is normal for us to feel that inferior.

But, really, I think everybody can change the world. Yes! Everybody, despite of their uncapabilities. But, of course in a different way.

We might have heard stories of a father which can accomplish his dream of becoming engineer and ended up being a hourly labor. He work hard as that hourly labor to finance their children to be able to go to college. He passed his dream to his children.

We must do the same. If we ourselves cannot accomplish it, pass it on somebody else, most likely is our heir. Plant the same vision as you have and help him/her/them to achieve it. It may not you who change the world, but your vision does.

No matter what, there are always a chance for you to change the world. The most important thing is that you have to have vision to be spread, since you might not be able to accomplish it by yourself.

Life sure is short. So why don't we prolong it by spreading our vision to others. Starts with our own heirs.

You can someday change the world!
Yes, everybody can change the world!

Smile Eternally,
Wirapati

The Storm and The Sky

Musim hujan sudah berlalu dan saat ini cuaca semakin terik. Panas terus menyengat muka bumi ini karena kemarau telah tiba. Memang cuaca di Indonesia tidak seromantis cuaca di daerah iklim sedang yang memiliki 4 musim, tetapi banyak yang bisa kita perhatikan dari kanopi raksasa bernama langit yang menaungi bumi ini.

Sudah cukup lama semenjak hujan terakhir di musim hujan. Pancaroba kali ini banyak dihiasi oleh matahari terik dengan sinar yang sedikit-sedikit mengintip dari balik awan. Langit hampir tertutup karena awan yang menyelimutinya di siang hari. Bahkan, terkadang awan tersebut adalah awan mendung yang tidak meneteskan setitik pun embun ke permukaan bumi.

Beberapa hari ini aku terus menatap langit dari lantai 2 gedung student center FEUI sambil duduk di balkonnya yang menampakkan pemandangan langit dengan berhiaskan pepohonan dan bangunan khas Universitas Indonesia. Apa yang aku lihat adalah langit berawan yang warna birunya hampir tertutup oleh warna putih. Sudah lama aku ingin melihat objek yang paling kusukai di dunia ini yaitu langit biru yang bebas.

Lama kunanti dan tak pernah terlihat langit itu karena kerumunan awan sebesar ikan paus yang menyelimutinya. Awan-awan tersebut seperti ingin menjaga sang langit agar tak ada satu pun penyusup yang bisa menembusnya dan menjelajahi luasnya langit yang tak terbatas.

Beberapa hari lalu, langit yang kunantikan itu malah ditutupi oleh awan kelabu, seolah marah karena melihatku terus-menerus memperhatikan langit seolah berencana untuk mengelabuinya, sang penjaga langit. Hari semakin sore dan awan semakin kelabu menampakkan langit mendung dengan matahari terik khas musim kemarau yang menyengat. Aku menyusuri jalan yang kosong sambil memperhatikannya yang seperti ingin menyemburkan kilat kemarahan.

Ternyata benar adanya. Senja berlalu dan malam pun membuka matanya yang putih pucat. Kemarahan sang awan pun meledak dan mulai meneriakkan amarahnya yang telah ia pendam berhari-hari. Petir menyambar seperti ingin menjatuhkan murkanya ke muka bumi. Kilat berpendar mendahului ledakan petir seperti ingin membuktikan keberadaannya. Hujan pun turun dengan derasnya. Sangat deras hingga seakan ingin membanjiri muka bumi ini dengan air mata kemurkaannya. Suaranya yang menyentuh atap rumahku memberikan pesan bahwa perasaan yang tak tersampaikan itu, perasaan amarah sang penjaga langit karena bencana yang disebabkan oleh manusia sendiri yang memutarbalikkan siklus cuaca dunia, telah membuatnya menimbun kesedihan dan amarah dan mencurahkannya dalam satu hempasan besar badai pancaroba.

Malam meninggalkan bumi dan menampakkan matahari yang mengintip dari timur. Badai itu telah berlalu. Bau rerumputan basah mewarnai udara pagi yang dingin menusuk memberikan perasaan bergetar pada tubuh yang menyaksikan amarah sang penjaga langit semalam. Tak disangka bahwa amarah yang dicurahkan semalam tidak mengakibatkan satu kerusakan pun yang berarti.

Siang harinya kembali aku berdiri di lantai dua Student Center dan kembali menatap objek favoritku. Kali ini aku terkesima. Langit menampakkan atmosfernya yang biru bagaikan lautan rubi yang melayang-layang di angkasa. Awan-awan yang kemarin menutupinya, telah menghilang. Hanya tersisa gumpalan-gumpalan kapas tipis yang melayang-layang terbawa angin. Langit begitu cerah menampakkan wujudnya yang begitu indah. Sinar matahari menerpa permukaan bumi menembus langit yang terbuka. Sedikit pun tidak tampak bahwa kemarin baru saja terjadi badai.

Kawan, aku menyadari satu hal dalam kejadian ini. Ada sebuah filosofi yang bisa kita renungkan dalam hal ini. Jika kita menggambarkan langit sebagai perasaan kita dan awan adalah kesedihan atau masalah kita. Kita bisa melihat bahwa masalah dan kesedihan akan menyelubungi hati kita dan membuat kita tidak bisa memahami diri kita sendiri, seperti kita yang tak bisa menatap langit yang berawan.

Kesedihan tersebut membuat diri kita murung laksana langit yang mendung, membatasi pola pikir kita dan menimbulkan kecemasan serta amarah dalam diri kita. Jika kita mempertahankan kesedihan itu, sedikit demi sedikit hati kita akan tertutupi dan awan yang menyelubunginya akan berubah menjadi awan gelap. Gemuruh emosi akan menggetarkan diri kita, merusak akal sehat kita. Terlalu lama memendamnya, kesedihan itu akan menjadi awan badai yang siap menghancurkan diri kita sendiri.

Tapi, kawan, sadarilah bahwa kesedihan dan amarah bukanlah sesuatu yang tidak mungkin diatasi. Kita hanya perlu menyadari betapa birunya hati kita, bahwa kesedihan dan amarah tersebutlah yang membuat kita tidak menjadi diri kita sendiri. Jika kalian mau menangis, menangislah! Jika kalian mau berteriak, berteriaklah! Sampaikan kepada dunia betapa kalian sedang bersedih, sedang marah, khawatir. Layaknya badai yang menerpa muka bumi, sampaikanlah perasaan kalian, tanpa menghancurkan perasaan orang lain, tanpa merugikan orang lain. Seperti badai yang mengamuk hanya untuk memberitahu manusia betapa mereka telah menyakiti langit dan bumi.

Tapi janganlah menjadi badai yang merusak dunia ini seenaknya, melampiaskan emosi dengan memenuhi diri dengan dendam dan kebencian. Karena langit di hatimu akan menjadi keruh, kehilangan birunya yang bersinar memberikan kehangatan bagi sesama.

Lihatlah langit setelah badai. Begitu jernih dan hangat. Begitu biru dan memukau. Pertanda bahwa kesedihan sudah berlalu. Semakin kencang badai tersebut, semakin biru dan jernih langit itu. Semakin dalam kesedihan, semakin membara kemarahan kita, akan semakin jernih hati kita saat kita bisa menyelesaikan masalah tersebut.

Badai di hati kita adalah sebuah proses diri kita menjadi lebih baik. Kebahagiaan akan dianugerahkan kepada mereka yang berani melawan kesedihan dan amarah, menghentikan badai dalam diri mereka.

Kita hanya perlu bertahan dan berusaha untuk mengatasi permasalahan yang kita hadapi. Memendamnya hanya akan mengumpulkan awan kesedihan menjadi gelombang badai amarah yang. Mengungkapkan kesedihan saat awan kesedihan kita masih putih, hanya menurunkan gerimis kecil yang sedikit pun tidak merusak. Tak perlu ada badai jika kita bisa membuka hati kita.

Badai dan langit adalah ungkapan kecamuk perasaan dalam diri manusia. Biarkanlah badai itu berlalu dan jernihkan langit di hatimu. Hanya kamu yang tahu seberapa besar badai yang menerpa langit hatimu. Dan hanya kamu yang tahu bagaimana menghentikannya.

Semua akan indah pada waktunya.

Open The Sky in Your Heart,
Smile Eternally,
Wirapati

From Subjective to Objective

Sudah lama sekali aku ingin menulis tentang hal ini. Hal ini merupakan salah satu filosofi dalam hidupku yang bisa membuatku tetap optimis selain hal-hal yang telah kutuliskan dalam blogku.

Pernahkan kalian merasa rendah diri?

Sudah pasti semua orang pernah merasakannya. Perasaan inferior merupakan hal dasar yang dimiliki oleh manusia terlepas dari betapa besarnya sifat egois yang dimilikinya. Manusia adalah makhluk yang senang membandingkan dirinya dengan orang lain. Sifat membandingkannya tersebut, dapat menyebabkan dua hal, kesombongan atau perasaan rendah diri. Keduanya buruk, tetapi pada post ini aku hanya akan fokus pada gejala yang kedua, yaitu rendah diri.

Perasaan rendah diri ini muncul pada saat kita membandingkan diri kita dengan orang lain, dan mendapati betapa kita tidak bisa mencapai sesuatu seperti yang telah dicapai orang lain. Kita merasa bahwa betapa orang lain berkembang sementara kita hanya tetap pada kondisi kita saat ini. Kita merasa bahwa orang lain bisa mencapai sesuatu yang membanggakan sementara kita tidak sama sekali.

Pada akhirnya kita akan berpikir bahwa mereka memang lebih hebat dari kita dan tak ada yang bisa kita lakukan untuk melampaui mereka. Tidak ada yang bisa kita lakukan untuk bisa dibanggakan. Karena kita memang tidak memiliki bakat seperti yang mereka punya. Kerap kali, perasaan rendah diri ini membuat kita tidak percaya diri dan mengecap diri kita tidak mampu sama sekali sehingga kita tidak mau mencoba melakukan sesuatu yang kita anggap diri kita tidak mampu.

Perasaan rendah diri ini sebenarnya tidak perlu ada, jika kita tidak membandingkan diri kita dengan orang lain. Saat kita melihat bahwa orang lain dalam 1 jam belajar saja sudah bisa mendapat nilai bagus, dengan mudah kita mengatakan bahwa mereka lebih pintar dari kita dan kita bodoh. ITULAH YANG SALAH.

Mengapa kita harus membandingkan diri kita dengan orang lain? Kita adalah kita dan mereka adalah mereka. Kita dilahirkan berbeda karena itulah kita memiliki kemampuan yang berbeda. Selama ini kita diajari untuk bersikap objektif. Tapi, saat ini aku ingin mengatakan hal yang sebaliknya.

JADILAH LEBIH SUBJEKTIF PADA DIRI KITA SENDIRI.

Lihatlah diri kita dari sudut pandang kita sendiri. Jangan bandingkan dengan orang lain. Lihatlah bahwa dari semua yang sudah kita lakukan, pasti ada sesuatu yang merupakan kelebihan bagi diri kita sendiri dari segi proses maupun hasil, relatif terhadap kemampuan kita yang lain, bukan dengan kemampuan orang lain. Kotakanlah dahulu diri kita dalam penilaian kita sendiri. Dengan demikian kita dapat menilai diri kita sendiri tanpa harus terpengaruh oleh orang lain.

Saat kita mengetahui apa yang menurut kita sendiri, barulah kita membandingkan dengan orang lain. Jadilah lebih objektif saat kita sudah mengetahui kelebihan dari diri kita masing-masing secara objektif. Pada saat itulah kita menyadarinya, apakah kelebihan kita ini lebih dibandingkan orang lain atau tetap kalah.

Jika ternyata kita lebih dari orang lain, maka itulah kelebihan utama kita yang membedakan kita dengan orang lain. Jadilah lebih percaya diri dan gunakan kelebihan itu untuk lebih memperkaya diri.

Akan tetapi, bagaimana jika ternyata kelebihan kita itu sama dengan orang lain dan kita dalam posisi yang lebih tidak berprestasi dibandingkan mereka? Jika hal tersebut terjadi, kita harus percaya bahwa dari semua kelebihan yang kita miliki, kelebihan inilah yang paling bisa kita banggakan dan berusahalah untuk mengasahnya lebih dari kemampuan orang lain.

Orang yang berbakat hanya dapat ditaklukan oleh orang yang berusaha dan percaya pada kemampuannya sendiri lebih dari kemampuan orang lain yang serupa. Kita hanya perlu membandingkan diri kita dengan orang lain, dengan bersikap objektif, hanya untuk melihat sejauh mana kita berkembang, bukan untuk melihat sejauh mana yang kita pelrukan untuk melampaui mereka. Kenapa kita harus peduli dengan pencapaian orang lain? Kita harus menggapai apa yang kita percayai dengan tolak ukur kita sendiri.

Mulailah dengan bersikap subjektif pada diri kita sendiri dan jadilah objektif untuk melihat sejauh mana kita berkembang. Perkembangan orang lain bukanlah perkembangan kita. Karena itu kita jangan terpaku dengan perkembangan mereka. Jika kita tidak bisa mengalahkan mereka dari segi bakat, kalahkan dari segi kuantitas kerja. Manusia diciptakan multitalented, terlepas dari segala keterbatasan yang mereka miliki...

Hanya dengan percaya dan berusaha.

Smile Eternally,
Wirapati

To Love What You Learn

Sudah beberapa kali aku menanyakan hal ini kepada teman-temanku.

Apakah kalian lebih memilih "Menyukai apa yang kalian pelajari" atau "Mempelajari apa yang kalian sukai"?

Tentu saja, tak diragukan lagi hampir semua orang akan menjawab "Mempelajari apa yang kita sukai". Hal ini memang merupakan sifat dasar manusia yang lebih mengutamakan apa yang mereka inginkan dibandingkan apa yang mereka butuhkan.

Contohnya, sebagai mahasiswa FEUI. aku dan teman-temanku diberikan mata kuliah Pengantar Akuntansi, yang sebenarnya bukan merupakan mata kuliah jutusanku tetapi diwajibkan oleh fakultas. Sebagai mahasiswa Ilmu Ekonomi kami cenderung tidak menyukai mata kuliah itu dan lebih memilih mempelajari mata kuliah Ilmu Ekonomi yang merupakan mata kuliah jurusan kami. Kami tidak berusaha menyukai apa yang kami pelajari. Padahal, pasti ada tujuan tertentu mengapa fakultas mewajibkannya.

Contoh lainnya adalah bagaimana beberapa orang masuk jurusan yang sebenarnya tidak diinginkan. Seorang sahabatku ingin sekali menjadi dokter dan fakultas kedokteran UI merupakan pilihan pertamanya. Sementara itu, ternyata dia masuk Ilmu Ekonomi yang merupakan pilihan keduanya. Pada awalnya, dia masih menyesal mengapa tidak masuk kedokteran. Tetapi, lama-kelamaan dia menikmatinya. Dia belajar untuk menyukai apa yang dia pelajari, sementara banyak orang lain yang tidak mau menerima di mana dia ditempatkan sehingga tidak mau belajar dan pada akhirnya Drop Out adalah nasibnya.

Kita harus bisa menerima apa yang kita miliki saat ini, dan apa yang kita hadapi saat ini. Terkadang, apa yang kita dapatkan memang bukan yang kita inginkan. Tetapi, kita harus menanamkan sebuah kepercayaan bahwa apa yang kita dapatkan adalah apa yang kita butuhkan, walau tidak kita inginkan. Bahwa kita harus memaksimalkannya walaupun tidak kita inginkan.

Menerima sesuatu yang tidak kita inginkan memang sulit, dan mencintainya lebih sulit lagi. Hanya perasaan lapang dada saja yang bisa membuat kita menerima segalanya. Setiap manusia memiliki perannya masing-masing, terlepas dari apa yang dia miliki, apakah dia suka atau tidak. Lebih baik kita menerima sesuatu yang kita miliki saat ini dan memanfaatkannya untuk kebaikan semua orang, sekecil apapun, daripada kita tidak berbuat apa-apa.

Smile Eternally,
Wirapati...

Crossing the Rubicon

Rubicon adalah sebuah sungai dengan panjang 29 kilometer yang terletak pada daerah utara Italia. Sungai ini mengalir dari Pegunungan Apennine menuju ke Laut Adriatik melalui daerah Emilia-Romagna Selatan di antara kota Remini dan Casena. Menyeberangi Rubicon "Crossing the Rubicon" berarti melewati sebuah posisi di mana kau tidak bisa kembali lagi. Idiom ini menggambarkan tindakan Julius Caesar pada 49 SM menyeberangi sungai tersebut, yang dianggap sebagai pernyataan perang.

Setiap orang pasti pernah menyeberangi Rubicon ini. Kita sering dihadapkan pada kesempatan sekali dalam seumur hidup. Kesempatan yang tidak akan datang lagi jika kita tidak mengambilnya saat itu. Akan tetapi, terkadang kita menghadapi kendala di mana untuk mengambil kesempatan ini, kita harus mengorbankan sesuatu. Saat itulah keputusan kita akan menjadi sebuah takdir yang tak terbantahkan.

Saat kita mengambil keputusan, kita harus tahu bahwa takkan pernah menemui kesempatan untuk memperoleh hal yang kita korbankan tersebut. Kita tak boleh menyesal saat kita sudah menyeberangi Rubicon tersebut. Kita takkan bisa kembali lagi. Karena itulah, yang bisa kita lakukan adalah menghadapi jalan yang ada di depan kita dengan sebaik mungkin. Selalu ada cara untuk menyelesaikan segala masalah yang kau hadapi saat kau mengambil keputusan itu. Misalnya, betapa Sri Mulyani mungkin tidak akan menjadi wanita dengan pengaruh terbesar di Indonesia jika dia tidak meneruskan kuliah ilmu ekonomi yang sebenarnya bukan jurusan yang diinginkannya.

There is no turning back. All you have to do is to face the road in front of you with all you've got. Regretting won't bring you anywhere. You can't turn back time. So don't you ever wish to turn back time.
Never look away! Not from the nightmare, nor from the truth.

Smile eternally,
Wirapati...

Ketika Memilih Bukanlah Sebuah Pilihan

Kamis, 9 April 2009. Pesta Demokrasi...

Hari ini adalah hari yang sangat aku nantikan. Mungkin ini hari yang paling aku nantikan selama 10 tahun terakhir. Tanggal 8 April ini adalah Pemilihan Umum (Pemilu) pertama bagiku. Tentunya untuk beberapa teman-teman yang juga baru saja menginjak umur 17 tahun ke atas merasakan hal yang kurang lebih sama walaupun ada juga perasaan ingin golput.

Untuk itulah, setelah semalaman bekerja untuk KANOPI (organisasi mahasiswa jurusanku di Ilmu Ekonomi FEUI), aku langsung pulang pagi-pagi agar sempat untuk mencontreng karena kabarnya TPS ditutup jam 12 siang. Aku menyempatkan diri untuk mencontreng padahal masih agak mengantuk setelah semalam bekerja. Hal ini semata-mata karena ini adalah Pemilu pertamaku dan aku memang bertekad untuk menyuarakan aspirasiku pada Pemilu ini dan setiap Pemilu yang akan aku lalui nantinya.

Sesampainya di rumah, aku langsung bersiap mencontreng. Sebelum pergi, aku bertanya pada orang rumah tentang kartu pemilihku. Ternyata, dari 6 orang yang potensial untuk memilih di rumahku, hanya ibuku yang memperoleh kartu pemilih. Hal ini memang sudah menjadi isu yang cukup hangat selama beberapa hari menuju Pemilu 2009 ini. Pihak KPU telah menyatakan bahwa pemilih bisa memilih dengan menunjukkan KTP ke TPS di RT masing-masing.

Percaya dengan penyataan KPU, aku pergi ke TPS untuk mengeksekusi Pemilu pertamaku. Sesampainya di TPS, aku langsung menunjukkan KTPku pada pihak panitia dan ternyata namaku terdaftar. Saat itu TPS mulai kosong karena sudah jam 11 lewat, sehingga aku menyelesaikan Pemilu pertamaku dengan cepat. Saat aku pulang, aku melihat sekumpulan bapak-bapak dan beberapa ibu-ibu yang tampak tengah berdiskusi di dekat TPS. Tanpa sengaja aku mencuri dengar pembicaraan mereka. Ternyata mereka sedang berdiskusi mengenai Pemilu hari ini.

Dalam diskusi tersebut, aku mendengar bahwa terdapat beberapa orang di antara mereka yang namanya tidak terdaftar di TPS, padahal mereka memiliki KTP setempat dan sudah lama tinggal di daerah tersebut. Mereka mengeluh karena mereka sudah jauh-jauh berjalan ke TPS dan menemukan mereka tidak berhak untuk memilih. Hasilnya, mereka harus mencontreng partai Golongan Putih. Ternyata, hal ini tidak hanya terjadi di daerahku saja. Seorang temanku juga mengalaminya, di mana ayahnya sendiri juga tidak terdaftar dan harus melewati proses yang cukup lama untuk bisa memilih. Fenomena ini terjadi di banyak sekali TPS di Indonesia.

Aku adalah seorang yang idealis, yang percaya bahwa golput bukanlah pilihan bagiku. Saat banyak pihak di televisi dan koran menghimbau kepada masyarakat untuk tidak golput, aku sangat menyetujuinya. Terutama saat KPU mengatakan bahwa seorang pemilih yang cerdas tidak akan golput, aku juga dengan semangat menyetujuinya. Tapi, bagaimana jika yang terjadi adalah sebaliknya? Bagaimana jika "Memilih bukanlah sebuah pilihan"?

Dengan segala himbauan yang diberikan KPU untuk tidak golput, KPU terbukti tidak menciptakan sistem yang baik untuk para pemilih. Dalam Pemilu kali ini, banyak pemilih yang tidak diberikan pilihan lain selain golput. Hal ini dikarenakan mereka tidak terdaftar, sehingga banyak di antara mereka yang tidak bisa memilih karenanya. KPU sering mengatakan bahwa memilih adalah hak dari masing-masing warga negara dan sebaiknya warga negara menggunakan hak pilihnya dengan bijaksana. Akan tetapi, KPU tidak memberikan hak pilih kepada orang-orang yang sangat dihimbaunya untuk memilih. Di Jombang, malah bayi berumur 5 tahun yang terdaftar sebagai pemilih sementara di tempat lain banyak pihak yang sebenarnya berhak memilih tidak memperoleh haknya.

Ada baiknya bagi KPU untuk memperbaiki sistem yang dimilikinya terlebih dahulu sebelum menghimbau semua orang untuk menggunakan hak pilihnya. Karena, walaupun semua orang sudah membudayakan dirinya untuk memilih, jika tidak ada fasilitas yang mengakomodir budaya tersebut, maka tetap saja budaya itu tidak akan berkembang. Memberikan himbauan secara besar-besaran tanpa ada perbaikan sistem, tidak akan memperbaiki apapun. Malah, dengan sistem yang ada sekarang, orang yang seharusnya ingin memilih jadi tidak memilih. Akibatnya akan lebih buruk dibandingkan sebelumnya.

Untuk bisa menciptakan pemilih yang berpendidikan, harus diciptakan dulu sistem yang terdidik juga. Sebuah sistem yang mampu mengakomodir segala hak para pemilih adalah harga mati bagi KPU untuk bisa menjalankan Pemilu yang berkualitas. Dengan sistem yang baik, bukan hanya pemilih yang berniat memilih dapat memperoleh haknya, tetapi pemilih yang memilih untuk golput dapat mengubah sikapnya dan memutuskan untuk memilih. Sistem yang baik di mana para pemilih dapat mengetahui dengan baik siapa yang akan dipilihnya juga merupakan sebuah keperluan. Karena, selain dapat membuat pemilih golput untuk menggunakan haknya, hal ini juga dapat mengurangi kemungkinan para pemilih untuk salah memilih calon pemimpin negeri ini.

Memilih adalah hak bagi seluruh warga negara Indonesia. Untuk itu, pemilih juga berhak untuk memperoleh fasilitas untuk memperoleh haknya. Sebelum KPU berusaha memperbaiki para pemilih, ada baiknya KPU memperbaiki dirinya dulu atau sistem yang dibawanya. Warga Negara Indonesia berhak untuk memperoleh haknya.

Smile Eternally,
Wirapati..

Sebuah Forum dan Budaya Berkomunikasi

Apakah di antara kalian ada yang belum pernah mengenal komunitas yang bernama KASKUS? Aku rasa sedikit sekali dari kalian yang asing dengan forum yang sangat ternama ini. Website yang beralamat http://www.kaskus.com/ ini pertama kali mengudara di World Wide Web semenjak 6 November 2000. Hingga saat ini, Kaskus dianggap menjadi website komunitas nomor satu di Indonesia.


Mengapa komunitas ini menjadi sangat digemari? Alasan utamanya adalah kemampuan KASKUS untuk mengakomodir hampir semua kebutuhan, keinginan dan minat dari para surfer internet. Komunitas ini menyediakan forum yang membahas segala macam hal, mulai dari topik-topik politik yang paling serius hingga topik-topik fun yang sangat ringan untuk dibaca. Komunitas ini juga menyediakan Forum Jual Beli (FJB) yang memungkinkan pengguna internet untuk berjual beli mulai dari barang yang bernilai puluhan ribu hingga tanah yang berharga ratusan juta. Dengan kemampuannya untuk mengakomodir hampir semua kepentingan ini, jelas KASKUS menjadi komunitas nomor satu di Indonesia yang paling diminati.

Aku bukanlah seorang KASKUSer sejati. Aku hanya terkadang membuka KASKUS untuk melihat-lihat, tapi aku tidak pernah menjadi anggota KASKUS dan secara langsung terlibat dalam forumnya. Tapi, sebagai pengguna internet, aku tetap merasakan pengaruh yang diberikan KASKUS kepada para pengguna internet.

Hal utama yang dipengaruhi oleh KASKUS adalah budaya berkomunikasi para pengguna internet. Bahasa-bahasa yang digunakan para KASKUSer dalam forumnya memang sangat unik. Penggunaan sebutan "gan" yang merupakan singkatan dari "Juragan" digunakan untuk menyebut KASKUSer lainnya. Selain itu, para KASKUSer akan menyerukan kata "Pertamax" jika mereka adalah pihak yang pertama kali me-reply sebuah thread. Dan masih banyak istilah lain yang digunakan para KASKUSer dalam forum tersebut.

Lantas seperti apa pengaruhnya?

Jika kalian sering menggunakan website-website di mana user lain dapat memberikan reply terhadap sebuah thread, kalian pasti sering menemukan beberapa user lain menggunakan bahasa yang serupa dengan para KASKUSer. Pada website seperti Facebook di mana para user dapat memberikan komentar terhadap hampir semua aktivitas user, penggunaan bahasa ini kerap kali ditemui dalam beberapa komentar, terutama pada aplikasi notes. Hal ini dapat juga dapat ditemui pada website-website yang menyediakan streaming lagu seperti 4shared. Bahasa KASKUS telah merambah sampai ke website-website lainnya.

Lebih hebatnya lagi, KASKUS tidak hanya mempengaruhi budaya berkomunikasi orang-orang di dunia maya saja, tetapi juga pada dunia nyata. Para KASKUSer di dunia nyata juga membawa kebiasaannya dalam berbicara di dalam percakapan. Bahkan, budaya ini tertular kepada orang-orang lain yang aslinya bukan KASKUSer. Aku juga salah satu korbannya. Walaupun aku bukan KASKUSer, aku terkadang menggunakan bahasa-bahasa KASKUS. Jadi, dampak dari budaya penggunaan bahasa ini tidak tertutup pada KASKUSer saja, tapi juga merambah ke semua pihak yang mungkin perbah berhubungan atau berkomunikasi dengan para KASKUSer.

Betapa besarnya pengaruh sebuah website di era globalisasi ini. KASKUS hanyalah satu dari beberapa contoh aplikasi dunia maya yang bisa mempengaruhi hidup seseorang. Jika Google mampu mengubah pola pikir masyarakat dunia dalam mencari sebuah data, KASKUS juga dapat mengubah kebiasaan seseorang dalam berbicara. Internet telah mengubah hidup manusia di dunia ini. Ada baiknya untuk kita dapat memilih mana pengaruh yang baik bagi kita dan mana pengaruh yang tidak baik bagi kita (dalam hal ini KASKUS tidak memberikan pengaruh yang buruk, tetapi pantas untuk dijadikan contoh betapa internet mampu mempengaruhi hidup seseorang).

Jangan biarkan globalisasi mengubah pola pikir kita dan membuat kita meninggalkan nilai-nilai sosial dan budaya yang sebenarnya. Jangan biarkan globalisasi mengubah kita, tapi buatlah globalisasi bekerja untuk kita. Dengan demikian, kita dapat mengembangkan diri tanpa meninggalkan budaya kita.

Smile Eternally,
Wirapati..

The Return of The Dreamer!

Hai, lama tak berjumpa. Akhirnya saya kembali dalam blog ini. Alasan menghilangnya saya dari blog ini selama beberapa saat adalah kesibukan saya dalam kepantiaan saya selama beberapa bulan lalu. Saya menjadi Project Officer 6th Economix sehingga agak sulit untuk bisa tetap menulis di tengah2 kesibukan saya itu. Sekarang setelah kegiatan itu selesai, saya akan mulai menulis lagi.

Pada kesempatan ini pula, saya perkenalkan URL baru dari blog saya ini, yaitu:

http://bawirapati.blogspot.com

Perubahan ini diharapkan dapat mempermudah pembaca untuk mengindentifikasi blog ini dan lebih mudah diingat dibandingkan URL sebelumnya.

Semoga kalian bisa menikmati kembali blog saya ini!

Smile eternally,
Wirapati..

Puchasing Power Parity in 'Apologizing'

Originally my notes in Facebook with the same title....

I guess everybody knows how to apologize. I guess everybody realizes that they have mistakes with someone. And lastly, I guess everybody really understands that when you have mistakes with someone, you need to apologize.

But why did it is really hard to apologize?

The word apologize or sorry are indeed the most expensive words in this world. Why? Cuz, everybody tries to protect their dignity. They feel that saying such a word as sorry would harm their dignity, that it means they are wrong and they are not that cheap to say something like sorry.

Well, it is not true, I guess. Since the easier you say sorry, the higher you are than others.

I'd like to use purchasing power parity theorem for this case. Purchasing power parity is a theorem which determines exchange rate of a currency by calculating its purchasing power on spesific good. For instance, we use BigMac (just like people do to explain PPP) to determine rupiah against dollar. In USA, one BigMac is (let's say) 3 Dollar and in Indonesia, BigMac is 30.000 Rupiah. It means that, 3 Dollar is 30.000 rupiah or the exchange rate of Rupiah against Dollar is 10.000Rp/$. Dollar is stronger than Rupiah.

Now, why don't we try to apply this on the goods of apologizing such as sorry or apologize. Roy, with his dignity, can easily say sorry for his mistakes. While, Yor, also with his dignity, rarely apologize for his mistakes. It means that with Roy's dignity, he can buy more apologizing words while Yor can only buy few. Roy's dignity is stronger than Yor's in terms of Purchasing Power Parity. Then, we can conclude that Roy's dignity is higher since he can say apologize easily.

See, apologizing doesn't harm your dignity, it values you dignity higher. Saying sorry is not harmful. It makes you a better man in front of any others since you have higher exchange rate of dignity.

So, why do you bother to apologize?