Elvis Has Left the Building

Aku terbangun lebih pagi dari biasanya. Entah mengapa diriku tidak tenang. Tubuh ini bergetar dengan sangat hebat. Aku yang semalam tidur lebih cepat untuk mempersiapkan tubuhku demi hari penting ini, ternyata harus terbangun jam 3 pagi, di saat ayam pun belum keluar dari peraduannya. Aku gemetar! Aku tak sabar!

Hari inilah hari di mana aku akan menyambut masa depanku!!

Tanggal 13 Januari 2010 telah tiba. Aku tidak tahu getaran di tubuhku ini adalah karena takut, atau karena bersemangat. Tapi, setidaknya aku tahu bahwa getaran ini sama dengan getaran saat seorang prajurit Samurai akan maju ke medan perang. Perasaanku berkecamuk. Aku ingin segera berada di dalam ruang sidangku saat itu juga.

Aku bersujud dalam Tahajud untuk menenangkan hatiku. Aku berdoa akan kelancarannya. Dan AKU SIAP! Saat matahari baru saja terbit aku sudah berangkat ke kampus, walau sidangku masih siangnya. Pagi itu aku mempelajari kembali modelku yang akan diujikan. Aku pecahkan turunan-turunan matematika ekonomi. Dan kupelajari kembali mata kuliah dasar yang mungkin sudah aku lupakan. Untunglah aku dibantu juniorku, Widi Laras, yang sengaja datang hanya untuk membantuku memahami Ekonomi Sumber Daya Manusia dan Ekonomi Pembangunan yang sudah cukup terlupakan bagiku.

Saat aku mulai yakin, aku pergi ke tempat di mana aku akan sidang, di Departemen Ilmu Ekonomi. Aku bertemu dengan Happy yang langsung memberikanku sebotol Pulpy Orange untuk menenangkan hatiku. Uchal juga telah tiba dengan membawa Cupcakes untuk mengisi perutku yang belum diisi. Kemudian, aku berganti dengan pakaian resmi, dan tidak lama kemudian, segalanya dimulai.

Sidang dimulai dengan aku menjelaskan mengenai skripsiku, mulai dari motivasi mengangkat topik tersebut, model yang aku gunakan, metode, hingga analisis yang aku buat. Setelah selesai sidang giliran para penguji bertanya padaku. Pertanyaan pertama berasal dari salah satu pengujiku, yaitu Pak Sugiharso Safuan, Ph.D. Dia bertanya mengenai bagaimana transmisi dari kebijakan moneter hingga dapat mengentaskan kemiskinan. Dengan menggunakan IS-LM aku berhasil menjelaskannya.

Pertanyaan kedua berasal dari Prof. Ari Kuncoro, yang dengan santainya menyebut ini pertanyaan yang sulit. Dia memintaku untuk menurunkan persamaan Two Stage Least Square dan membuktikan di mana letak kesimultanan modelku. Dengan terbata-bata aku coba lakukan hingga akhirnya aku agak bingung membuktikan kesimultanannya, karena memang tampaknya ini pertanyaan kelas atas. Melalui bantuan petunjuk dai Prof. Ari, aku berhasil menunjukkan cross-relation of disturbances dalam persamaanku.

Pertanyaan berikutnya berasal dari Prof. Ari lagi. Lagi-lagi deng
an santainya beliau berkata bahwa ini soal yang SANGAT SULIT. Jelas levelnya lebih tinggi dari sebelumnya. Dia memintaku untuk menggambar dua jenis kurva Phillips. Saat aku menggambar kurva kedua yang menggambarkan hubungan positif antara inflasi dan pertumbuhan, beliau sambil tertawa bertanya padaku apakah melalui hasil estimasiku aku dapat menunjukkan mana yang lebih baik antara mendorong pertumbuhan atau menekan inflasi. Keringat dingin pun mengalir di tubuhku. Ini pertanyaan yang sangat sulit karena harus dilakukan kuantifikasi. Akhirnya aku menjelaskan dengan mengambil kesimpulan bahwa lebih baik menekan inflasi. Sambil tertawa lagi, beliau berkata bahwa metode analisisku salah. Memang benar, aku menganalisis tidak berdasarkan model, melainkan berdasarkan literatur dan pengalamanku selama ini. Aku berpikir terlalu jauh dan meninggalkan hasil perhitunganku sendiri.

Akhirnya sidang dihentikan dengan sebuah lubang be
sar dalam analisisku. Tubuhku menjadi dingin. Aku merasa tidak yakin dengan jawabanku. Jauh di lubuk hatiku ada ketakutan bahwa aku bisa saja tidak lulus. Prof. Suahasil, pembimbingku memang memberikanku kebebasan untuk berkreasi dan menjadikan sidang sebagai ajang menguji analisisku. Sebuah tantangan bagiku. Tapi tak kusangka aku terlalu bersemangat dan berakhir menjadi seperti ini.

Aku keluar ruangan sidang dengan wajah lemas. Di luar sudah menanti teman-temanku yang menunggu jawaban dari sidangku. Aku merasa agak sayang kalau harus menyambut mereka dengan wajah lemas seperti itu. Tetapi aku sangat senang karena setidaknya ada teman-temanku yang mendukungku hingga saat itu. Bersama mereka dengan berdebar-debar aku menantikan hasil sidangku. Tidak sampai sepuluh menit, Pak Sugiharso memanggilku kembali ke ruang sidang. Dengan berdebar aku menaiki tangga departemen dan memasuki ruang sidang kembali.

Di dalam ruang sidang, Prof. Ari Kuncoro, dengan wajah serius berkata, "Saudara Bagus Arya Wirapati. Menimbang dari hasil sidang hari ini, banyak sekali kesalahan yang masih saudara perbuat, terutama dalam hal analisis yang sangat krusial bagi sebuah penelitian. Saya harap anda tidak kecewa dengan hasil ini dan menjadikan ini sebagai pelajaran ke depannya." Aku sudah kaku, dingin dan tak berkeringat lagi. "Oleh karena itu, anda kami nyatakan..." Satu detik bagai satu jam di dalam sana mendengar apakah satu kata atau dua kata yang akan beliau teriakkan. "LULUS!"

Dengan wajah cerah aku melihat kepada ketiga pengujiku. Ternyata aku memperoleh nilai yang cukup memuaskan, terlepas dari beberapa kesalahan fatal yang kubuat. Dengan gembira aku keluar ruangan dan memberitahukan kabar gembira ini kepada teman-temanku. Departemen IE yang tadinya hening menjadi ramai. Aku pun bergembira dan langsung memberitakan kabar gembira ini kepada ibuku, kemudian ayahku.

Sesuai dengan ritual kelulusan yang dilakukan mahasiswa FEUI, aku pun dilemparkan ke kolam Makara, tempat aku pernah dilemparkan ke dalamnya beberapa kali dulu, hanya saja lemparan kali ini adalah lemparan kelulusanku. Aku telah membuktikan bahwa tercebur ke makara di masa kuliah tidak akan membuat kita terlambat lulus. Hal ini telah dibuktikan dengan basahnya tubuhku di hari itu karena air makara. Dengan pandangan jauh aku melihat ke arah ruang Kanopi yang sedikit tampak dari dalam kolam. Aku juga telah membuktikan kesalahan mitos bahwa orang yang aktif di organisasi akan lebih lambat lulus. Dan saat kuingat tanggal hari ini, aku telah membuktikan bahwa 13 BUKANLAH ANGKA SIAL. Lebih dari itu, justru 13 adalah angka yang menjadi motivasiku. Apakah huruf ke-13 dalam susunan alphabet? Lantas ada apa dengan huruf itu? Biarkan menjadi rahasiaku.

Saat aku keluar dari kolam tempat aku diceburkan. Aku melihat sekeliling FEUI, merasakan kehangatannya. Sepuluh tahun yang lalu aku pernah menginjakkan kaki di taman makara ini, bertekad untuk berkuliah di sini dengan segala impianku. Tiga setengah tahun lalu aku juga berdiri di sini basah karena aku sudah resmi sebagai mahasiswa FEUI di masa orientasi, memulai segala mimpi-mimpiku. Dan hari ini, aku kembali berdiri di sini, basah, dan melangkahkan kakiku selangkah lebih dekat menuju impianku.

Entah apakah aku akan kembali berdiri di sini lagi, tetapi setidaknya aku tahu satu hal. Bahwa aku sudah lepas dari kampus ini. Angin, pohon, dedaunan, hingga tugu makara yang terpampang kokoh di tengah air mancur seolah berkata bahwa aku harus meninggalkan tempat ini dan melanjutkan hidupku, demi impianku. Tetapi, aku selalu tahu, bahwa mereka akan selalu menerimaku kapanpun aku kembali ke sini. Setidaknya, aku selalu punya tempat untuk pulang, sejauh apapun aku melangkah nantinya. Sebuah kampus yang bernama FEUI, tempat di mana aku merangkai mimpiku bersama teman-temanku.

And thus, Elvis has left the building....

Keep going on!
Wirapati

3 Comments:

Unknown said...
This comment has been removed by the author.
Martha-Happy said...

1 hal yang gw bisa katakan sama lo roy :

GW BANGGA BANGET SAMA LO!!
bangga kalo gw juga adalah bagian dari hidup orang hebat macam lo.. gw yakin lo akan berhasil meraih semua impian yang lo ciptakan baik bersama kami (pigges) atau impian2 lo sendiri.

good luck for your next step, bro.. i wil always support you!

Bagus Arya Wirapati said...

gw gak tau apakah gw bisa mencapai mimpi gw. tp bisa ato gak, yang penting gw akan terus melakukannya.

dan gw bisa melakukannya sampai saat ini juga karena keberadaan kalian. it was all thanks to you. you complete me as a friend, and as a human.

Tak sabat menantik masa2 kita mikirin negara. hahaha.