Sesuatu yang Luput dari Pandangan Kita...

Jumat, 30 Mei 2008, Menyebalkan...

Hari ini adalah hari terakhir ujian di minggu ini (masih ada minggu depan lohh!). Tadi gw menghadapi ujian Ekonomi Sektor Publik yang notabenenya gw agak kurang siap dibandingin yang lainnya.

Pada minggu sebelumnya, dosen gw ini mengatakan bahwa ujian gw bakal paralel dengan kelas sebelah. Spontan aja gw dan yang lainnya panik secara yang diajarin dosen kelas sebelah ma dosen gw jelas hampi sangat berbeda. Dosen gw sangat konseptual sedangkan dosen kelas sebelah menitikberatkan pada perhitungan matematis dan memiliki kurva kebijakan publik yang berbeda dari buku Ekonomi Publik karangan Stiglitz.

Maka dari itu kami semua belajar setengah mati untuk mengejar ilmu2 milik dosen kelas sebelah. Begadang dan belajar menghantui kami hingga Hari-H. Akhirnya saat ujian tiba. Dan... Kami jadi lebih panik lagi dibandingkan waktu dosen kami mengumumkan soalnya paralel. Karena akhirnya dosen kami membuat soal sendiri yang luar biasa berbeda dengan dosen kelas sebelah dan itu artinya kami belum mempelajarinya karena berasumsi soalnya bakal paralel.

Langsung saja majas Pars Prototo dan Totem Proparte bergerak. Orang2 yang menganut aliran Pars Prototo akan mengerjakannya secepat mungkin agar penderitaan cepat selesai dengan mengharapkan tulisannya yang hanya sebagian itu menjelaskan semuanya. Dan orang2 yang menganut aliran Totem Proparte akan menulis sebanyak mungkin untuk mengesankan mereka bisa mengerjakannya dengan tulisannya yang banyak dan ahanya menjelaskan sebagian.

DOSEN KAMI BERBOHONG!! Hanya itu yang bisa kami teriakkan. Tapi, sebenernya gw berpikir klo kita juga salah sihh. Kita terlalu ter-preoccupied dengan pernyataan dosen kita itu dan pada akhirnya menutup mata kita dari kenyataan bahwa sebenarnya tujuan ujian adalah menguji kesiapan kita. Dan ternyata kita tidak siap dengan apa yang kita ujikan karena terlalu berasumsi. Hal ini merupakan kelanjutan dari posting gw tentang Preoccupation yang bisa di baca di sini.

Bicara tentang preoccupation gw jadi teringat kembali mengenai sudut pandang para demostran yang sampai saat ini masih preoccupied dengan kenaikan harga BBM. Sebenarnya tindakan mereka manusiawi, seperti kata Nina di blognya. Tetapi, sekali lagi, ada yang luput dari pandangan kita semua, bahkan dari pandangan gw yang mendukung kenaikan BBM secara ekonomi dan menentang BLT secara sosial.

Kita luput dalam melihat hal yang seharusnya kita demo yang terjadi jauh sebelum kenaikan harga BBM kemarin. Kenaikan harga BBM sebenarnya hal yang tidak bisa dihindari karena jika tidak dinaikkan maka APBN kita akan jebol. Sehingga berdemonstrasi yang manusiawi itu akan sangat percuam dan pemerintah mungkin tidak bisa menuruti permintaa kaum miskin yang mayoritas ini karena masalahnya adalan satu negara yang cakupannya lebih luas dari jika seluruh kaum miskin digabungkan.Mementingkan kaum miskin akan mengorbankan negara ini dan mementingkan negara ini akan mengorbankan kaum miskin. Trade-off yang berat dan sudah menjadi ugas pemimpin untuk memilih di antara pilihan yang buruk.

Lantas apa yang luput dari pandangan kita?

Mari kita mundur tiga tahun dari sekarang. Pada tahun 2005, yaitu pada saat gw masih SMA dan lugu, srta belum tahu apa2 tentang perekonomia, terjadilah sebuah fenomena yang mirip dengan yang terjadi pada tahun ini. Yaitu, kenaikan hrga BBM. Pada tahun itu, bahkan kenaikan harga BBM mencapai 100%, sedangkan saat ini hanya 33%. Pada zaman itu pula dilakukan hal yang sama dengan yang dilakukan pemerintah saat ini, yaitu pembagian BLT.

Hal pertama yang luput dari pandangan kita adalah terulangnya mimpi buruk yang sama. Pemerintah menaikkan harga BBM dengan kompensasi BLT. BLT hanya berlaku untuk sementara karena pada saatnya nanti BLT akan dihentikan (tahun ini direncanakan 7 bulan). Yang harus kita kritik adalah penetapan BLT yang sangat statis ini. Apakah cukup mengembalikan stabilitas ekonoi dengan BLT? Jelas semua orang tahu tidak mungkin dan bahkan BLT tersebut hanya sementara dan bersifat distorsif karena dapat membuat seseorang tidak bekerja.

Akan tetapi bukan sekedar hal tersebut yang yang harus kita kritik. tetapi, pemerintah memberikan BLT tanpa memberikan tindak lanjut yang berarti. Saat BLT dicabut, maka selesai sudah. Tidak ada tindak lanjut. Apa yang sebenarnya telah dilakukan pemerintah Pasca Kenaikan BBM tahun 2005? Tidak banyak! Bahkan bisa dibilang tidak ada!

Negara ini telah 60 tahun lebih merdeka, dan sudah puluhan tahun menjadi ngara penghasil minyak, tapi sudahkah kita mampu mengolah minyak mentah sendiri menjadi minyak jadi? BELUM!! Seharusnya pada lagged time 3 tahun yang lalu hingga hari ini, pemerintah mengembangkan kilang minyak untuk Indonesia. Sehingga Indonesia mampu mengolah minyak sendiri dan tidak perlu bergantung pada impor minyak yang akhirnya menjebol APBN kita. Seandainya kita mampu mengolah minyak sendiri. Seharusnya akselerasi pertumbuhan harga minyak dunia ini tidak terlalu mendistorsi republik ini karena kita bisa self-sufficient terhadap minyak.

Selain itu, selama tenggat waktu tersebut pemerintah tidak melakukan perbaikan dan pembangunan infrastruktur yang berarti. Jika kita semua perhatikan masih luar biasa banyak jalan berlubang. Masih banyak banjir yang menghadang. Dan banyak pula trasnportasi publik yang terjengkang. Akhirnya, banyak bahan bakar terbuang. Pemerintah berdiam diri terhadap semua ini. Proyek Monorail dihentikan. Kereta api tidak diintensifkan. Angkutan umum sebagai penyebab kemacetan tidak ditertibkan. Seharusnya jeda waktu yang lama itu pemerintah bisa memperbaiki banyak hal.

Itulah hal pertama yang harus dikrtik. Pemerintah tidak memberikan tindak lanju atas kenaikan harga BBM dan tidak mempersiapkan diri yntyk Supply SHock berikutnya.

Hal kedua yang harus dikritik adalah behavior pemerintah menghadapi krisis energi ini. Hal ini pernah gw tuliskan dalam posting gw yang bisa dibaca di sini. Dalam keadaan di mana minyak sedang dalam resei, pemerintah hanya menghimbau untuk melakukan tindakan penghematan energi sementara pemerintah tidak mencontohkan tindakan penghematan energi yang sesungguhnya. Mari kita lihat kondisi2 berikut. Presiden untuk melakukan perjalan harus diiringi oleh minimal 12 kendaraan bermotor ber-CC tinggi, which means masing2 menghabiskan bahan bakar dalam jumlah besar. Patut diingat bahwa kendaraan2 tersebut belum termasuk tim advance yang membuka jalan di dpan dan sweeper yang berada di belakang. Bayangkan jika selama sebulan penuh dapat dilakukan minimal 100 konvoi seperti itu.

Kemudian, sudah sewajarnya presiden negara ini bertempat tinggal di Istana Negara. Tetapi, apa yang presiden kita lakukan, beliau lebih sering tinggal di Cikeas di mana setiap harinya beliau harus bolak-balik ke Jakarta. Bayangkan bahwa setiap kali bolak-balik, presiden akan diiringi konvoi seperti di atas. berapa besar energi yang dihabiskan? Dan hal itu dilakukan di saat krisis seperti ini.

Dua hal inilah yang seharusnya kita demo. Bukan kenaikan harga BBM yang kita kritik karena menyengsarakan rakyat, tetapi tindakan antisipatif pemerintah akan kenaikan harga BBM tersebut.

Kita telah terlalu dikuasai oleh pemikiran mengenai keanikan harga BBM sehingga luput dalam melihat hal-hal ini. Sekali lagi, kita harus melihat segalanya dari berbagai macam sudut. Sehingga, kita tidak meluputkan kebenaran yang sesungguhnya yang sebenarnya ada di depan kita.

Smile Eternally,
Wirapati...

Harga DIri Mahasiswa

Senin, 26 Mei 2008, UAS pertama…

Ini hari pertama UAS. Gw sudah berhasil melaluinya dengan baik (Setidaknya gw yakin). Mungkin hal ini disebabkan gw sudah mempersiapkannya dari jauh2 hari. Memang layaknya sebuah tas, bbarang-barang yang dimasukkan harus rapi supaya bisa dikeluarkan dengan mudah kembali, Jika barang2 tersebut dimasukkan terlalu terburu2, maka isinya akan berantakan dan sulit dikeluarkan kembali. Sama saja dengan belajar, masukan ilmu secara satu-persatu sehingga pada saatnya nanti kita harus ujian, kita mudah mengingatnya kembali karena sudah tersimpan secara terstruktur di otak kita. Kalau kita pakai Sistem Kebut Semalam, pastinya ingatan kita tidak terstruktur dan cenderung untuk sulit mengingatnya kembali.

Sore harinya sepulang ujian, gw melihat berita di TV mengenai demonstrasi menentang kenaikan harga BBM. Gw melihat mahasiswa sebuah universitas yang melakukan demonstrasi dengan anarkis.

Polisi berjejer2 berusaha melakukan tindakan pencegahan apabila terjadi hal2 yang sangat tidak diinginkan. Mahasiswa berjejer2 melempar2 bebatuan dan Bom Molotov. Betapa tindakan tersebut dapat menimbulkan kerusakan pada infrastruktur dan fasilitas umum. Seharusnya mahasiswa tersebut menyadari bahwa apa yang mereka lakukan merusak semua itu.

Kemudian di lain tempat gw melihat banyak kendaraan umum yang dicegat mahasiswa dan bannya diganjal dengan batu. Ada juga bom molotov yang secara tidak sengaja mengenai ban2 kendaraan bermotor yang lewat di dekat TKP. Bukankah semua yang mereka lakukan itu justru membahayakan sesama rakyat dan dapat merugikan rakyat lainnya akibat kemacetan.

Bayangkan! Mereka pada umumnya berdemonstrasi menentang kenaikan harga BBM. Tapi, apa yang mereka lakukan? Mereka menciptakan kemacetan dan merusak infratruktur dengan bom molotov. Bukankah apa yang mereka lakukan justru menghabiskan lebih banyak bensin dan bahan bakar lainnya, sedangkan kita sedang menghadapi krisis energi? Bukankah yang mereka lakukan menyebabkan keresahan di masyarakat?

Lalu, sebenarnya siapa yang mereka demo? Masyarakat atau Pemerintah? Kalau pemerintah mengapa demonstrasi yang mereka lakukan merugikan masyarakat lainnya? Benarkah mereka ini pro-rakyat? Atau jangan2 mereka hanya ingin kekacauan akibat permainan elit politik dibelakangnya yang ingin menjatuhkan pemerintahan?

Gw tahu bahwa mungkin pada awalnya ada kasus di mana polisi bersalah menyerang mahasiswa. Tetapi, seharusnya hal tersebut tidak dijadikan alasan untuk bertindak anarkis dan meresahkan masyarakat. Bayangkan berapa kerugian negara diterima sementara mungkin dana tersebut dapat dialokasikan ke sektor2 yang memerlukan.

Sebagai mahasiswa gw merasa harga diri gw diinjak2. Yang mereka semua lakukan bukannya menimbulkan simpati rakyat tapi justru menghilangkan simpati rakyat terhadap mahasiswa, tidak peduli mahasiswa mana pun. Sekarang mahasiswa sudah kehilangan jati dirinya di depan masyatakat walaupun tidak semua mahasiswa seperti itu.

Apalah artinya berdemonstrasi jika hanya menimbulkan kebencian masyarakat. Jika kita memang pro-rakyat, tunjukkan bahwa kita memang berjuang demi amanat mereka. Bukannya malah membuat mereka susah.

Ke manakah sikap mahasiswa yang intelektual dalam menyelesaikan masalah? Sudahkah berakhir zaman itu? Ataukah memang tak pernah ada?

Gw sudah pernah katakan bahwa sebelum melakukan perubahan, lakukan perubahan dulu pada diri kita sendiri.Jadilah Agent of Change bagi diri kita sendiri.

Bangkitlah Kaum Intelektual Indonesia!

Smile Eternally,
Wirapati…

Harga Sebuah Demokrasi

Minggu, 25 Mei 2008, Demokrasi…

Beberapa saat lalu, gw membaca dan mengomentari posting dari salah satu orang yang gw hormati, GaffarI Ramadhan. Postingan beliau dapat dilihat di sini. Kesempatan kali ini, gw ingin membahas mengenai apa yang gw tulis sebagai komentar dari postingan beliau.

Betapa demokrasi di Indonesia sangatlah MAHAL!

Sekarang saja kita sudah banyak melihat propaganda-propaganda yang mulai bermuculan dalam iklan di stasiun-stasiun televisi. Sutrisno Bachir dengan slogan ”Hidup adalah Perbuatan”. Wiranto denga propaganda memberantas kemiskinan. Dan Prabowo dengan embel-embel pesan dari para petani Indonesia sebagai ketua HKTI. (Dikutip dari blog Gaffari's Manuscript)

Bayangkan berapa miliar yang dihabiskan beliau-beliau ini untuk mendongkrak popularitas menjelang Pemilu 2009. Padahal, saat ini saja belum pertengahan tahun 2008. Bagaimana jika nanti pada saat menjelang Pemilu di mana propaganda dilakukan secara besar-besaran.

Jelas sekali bahwa akan lebih besar lagi dana yang dihabiskan untuk pesta demokrasi tersebut. Mungkin saja mencapai nilai triliun rupiah per calon. Jika kita pandang sari sudut ekonomi. Momen menuju pesta demokrasi ini akan mempengaruhi harga secara agregat. Menjelang Pemilu, para calon dan KPU akan membutuhkan dana yang sangat besar sehingga mempengaruhi permintaan akan uang. Permintaan akan uang akan mendorong Permintaan Agregat sehingga menimbulkan Demand Pull Inflation.

Jelas sekali bahwa pada tahun 2009 nanti akan terjadi inflasi yang cukup besar. Rakyat akan merasakan kenaikan harga yang terjadi dalam skala yang cukup besar. Akan tetapi, benarkah pesta demokrasi yang akan dilaksanakan tahun 2009 benar-benar akan menimbulkan ksejahteraan rakyat. Jawabannya, belum tentu. Belum lagi, bisa saja dana yang dihabiskan untuk pesta demokrasi bukanlah uang halal. Bisa saja uang tersebut berasal dari uang rakyat yang disalahgunakan.

Jelas sekali bahwa demokrasi di negara ini sangat mahal, akan tetapi sarat akan sesuatu yang substansial. Tidak banyak manfaat yang diterima masyarakat selain perubahan rezim yang belum tentu menuju Indonesia yang lebih baik. Pemilu hanyalah seremoni yang menghabiskan uang tanpa efek multiplier yang bermanfaat bagi rakyat.

Smile Etenally,
Wirapati...

Preoccupation...

Sabtu, 24 Mei 2008, Pandangan…

Hari ini gw ingin membicarakan mengenai sudut pandang. Pemikiran gw mengenai sudut pandang ini muncul saat gw berbicara dengan teman-teman gw di segitiga dekanat FEUI. Pembicaraan serius mengenai demonstrasi yang mulai mengacau. Dalam pembicaraan ini, Happy mengatakan sesuatu bahwa dia ingin melihat sebuah kebijakan ekonomi melalui ilmu ekonomi saja, tidak peduli kapitalis atau sosialis, dan juga tidak terlalu peduli dengan sektor-sektor lainnya.

Kemudian, teman gw yang lain yang juga terlibat dalam pembicaraan, Nina, menuliskan sesuatu mengenai perbedaan sudut pandang yang patut dipertimbangkan dalam blognya di sini. Menurutnya, perbedaan sudut pandang adalah sesuatu yang manusiawi. Sehingga, baginya demonstran yang setuju akan kenaikan harga BBM juga merupakan pelaku yang bertindak manusiawi walaupun tidak sesuai dengan pertimbangan-pertimbangan ekonomi.

Tak ada yang salah dalam kedua pendapat tersebut. Seperti halnya apa yang ingin gw bicarakan, gw berusaha memahami semua sudut pandang yang ada.

Bagi gw sudut pandang adalah sesuatu yang harus disatukan dalam diri masing-masing individu. Selama ini manusia selalu bergerak berdasarkan self-interest masing-masing. Karena itulah, timbul yang namanya demonstrasi menentang kenaikan harga BBM karena masyarakat merasa dirugikan oleh kenaikan harga dan inflasi yang mungkin terjadi. Hal yang sanagt manusiawi. Begitu pula keputusan yang diambil pemerintah untuk menaikan harga BBM demi menyelamatkan negara ini dari kebangkrutan dan collapse, juga manusiawi. Pada dasarnya tiap indicidu bertindak rasional dengan self-interest masing-masing.

Nina dalam blognya juga mengatakan bahwa perbedaan sudut pandang merupakan sesuatu yang patut disyukuri. Akan tetapi, bagi gw perbedaan sudut pandang yang mutlak adalah akar kehancuran dan perpecahan bangsa ini.

Kita sebagai manusia, tidak boleh terlalu terpusat pada satu sudut pandang saja. Banyak sudut pandang lainnya yang mungkin pro dan kontra dengan sudut pandang kita. Kita tidak boleh mengabaikannya. Preoccupied by a single leaf, you cannot see the whole tree. Preoccupied by a single tree, you cannot see the forest. Preoccupied by a forest, you cannot see the world. Preoccupied by the world, you cannot see the universe. And so on.

Terfokus dengan satu sudut pandang, kita takkan bisa melihat kebenaran yang sesungguhnya.

Hal ini berlaku pula pada para demonstran. Para demonstra sebaiknya tidak terfokus dengan sebuah sudut pandang mengenai betapa merugikannya kenaikan harga BBM, Demonstran harus berani melihat sudut pandang lain mengenai apa yang akan terjadi jika BBM tidak naik harganya. Hal yang sama berlaku pula pada pemerintah.

Perbedaan pandangan yang berlarut-larut hanya akan memecah belah negara ini. Seharusnya, kita menyatuan pandangan bersama. Melalui musyawarah dan gotong royong, seperti apa yang dibawa oleh Presiden Soekarno. Betapa negara kita ini tidak kompak. Bahkan dalam pemerintahan masih ada pihak-pihak yang menentang kenaikan harga BBM. Bagaimana mungkin kita bisa mewujudkan ”Persatuan Indonesia” kalau masing-masing dari kita terus-menerus mempertahankan sudut pandang masing-masing dan tidak menghiraukan sudut pandang lainnya.

Sudah saatnya kita bersatu. Orang pernah berkata bahwa negara ini bisa bertahan saja sudah bagus. Buat gw, selama kita dalam satu negara ini bersatu dalam satu visi, maka bertahan saja tidak cukup, kita bisa berkembang lebih jauh lagi dari itu dan mewujudkan forecast mengenai Indonesia sebagai negara kekuatan setingkat dunia.

Smile Eternally,
Wirapati...

Gue setuju, SBY!!!

Jumat, 23 Mei 2008, Pemikiran...

Gw menulis hal ini di pagi hari sehingga belum ada yang ingin gw ceritakan hari ini selain pemikiran gw.

Rabu, 21 Mei 2008 lalu terjadi lagi demonstrasi untuk menentang kenaikan harga BBM. Demonstrasi kali ini benar-benar menciptakan kerusuhan. Lebih parah lagi, ternyata di tengah2 para demonstran ada provokator yang melempar Bom Molotov. Astaga! Gw bener2 kecewa. Inikah pribadi bangsa kita?

Demonstrasi adalah sesuatu yang baik sebagai sarana social control kepada pemerintahan. Tapi, sekali lagi. Pikirkanlah! Apa sebenarnya yang diharapkan dari adanya demonstrasi? Penyelesaian bukan? Lalu, mengapa para provokator itu harus menambah persoalan dengan melakukan tindakan irasional seperti itu? Benarkah and menuntut penyelesaian dengan cara itu? Ataukah anda mengharapkan kekacauan?

Melanjutkan pendapat gw di blognya Nabir yang bisa dibaca di sini, sebenarnya demonstrasi yang terjadi ini gw uakin bukanlah semata-mata tindakan para demostran yang pedulia akan rakyatnya. Jelas sekali bahwa ada yang menunggangi mereka semua dengan keinginan menciptakan kekacauan di negeri ini. Itulah yang seharusnya para demonstran sadari sebelum turun ke jalan.

Ditambah lagi, kalau gw analisis berdasarkan waktunya, tampaknya penunggangan ini memiliki unsur politis di dalamnya. mengapa? Karena sebentar lagi kita akan menghadapi Pemilu 2009. jelas sekali ada beberapa pihak yang ingin menjatuhkan SBY karena dianggap lawan yang sulit. Momentumnya terlalu tepat. Sudah pasti ada elit politik yang bergerak di belakang ini.

Selain itu, beberapa ekonom juga terlalu menggembar-gemborkan masalah kenaikan harga BBM ini. Hello, bapak2 ekonom, bukankah anda semua yang tahu keadaan negara ini? Bukankah anda semua paham bahwa kenaikan harga BBM adalah konsekuensi logis untuk mempertahankan negara ini? Jadi, apa maksud anda menggembar-gemborkan segala permasalahan BBM ini dengan mengatasnamakan kepentingan rakyat. Teknokrat yang benar adalah teknokrat yang tidak banyak bicara.

Gw sangat setuju dengan pidato atau tanggapan SBY mengenai semua hal ini. Bahwa, seharusnya para elit politik dan ekonom turut serta dalam mencerdaskan bangsa. Seharusnya mereka semua menjadi wadah dari penyelesaian semua ini. Bukannya malah memperbesar masalah. Apa yang anda semua inginkan dari masalah ini, bapak2 dan ibu2? Justru menurut gw, orang2 seperti merekalah yang tidak pantas dipilih menjadi pemimpin negara ini.

Sebagai mahasiswa juga seharusnya kita menjadi wadah solusi. Mari kita cermati kondisi sekarang. Terus-menerus melakukan demonstrasi akan menimbulkan kerusuha yang akansemakin parah. Sebaiknya mahasiswa juga menghentikan demonstrasi untuk sementara waktu dan beralih ke metode-metode yang lebih intelektual dan elegan serta tidak menimbulkan riot. Setidaknya untuk menghindari tunggangan dan kekacauan yang sudah mneyelimuti Indonesia ini. Bahkan orang sehebat Soe Hok Gie tahu kapan harus berdemonstrasi dan kapan harus berhenti. Itulah gerakan mahasiswa, strategis.

Saatnya kita memikirkan solusi dan jangan semakin memperbesar masalah ini. Masyarakat tetap akan mengerti bahwa kita adalah kaum yang peduli pada mereka tanpa harus berdemonstrasi. Justru nama mahasiswa sebagai penerus bangsa akan tercoreng jika kita menjadi bagian dari kerusuhan yang meresahkan masyarakat.

Kembali lagi kepada para elit politik dan ekonom. Berhentilah menunggangi demostran dan menggembar-gemborkan masalah ini! Jika yang anda inginkan penyelesaian, maka marilah kita mencari solusi bersama-sama. Jika yang anda inginkan kekacauan, maka sebaiknya kita para mahasiswa dan demonstran tak perlu mendengarkan apapun perkataan mereka dan janji2 manis mereka.

Bangsa ini tak akan pernah maju. jika kita terus mendengarkan orang2 yang mengharapkan kekacauan itu. Mari kita buka mata kita. Sadarlah bahwa selalu ada kepentingan di setiap isu2 yang ada. Berhati-hatilah dalam menyuarakan pendapat kita. Jangan sampai kita terus ditunggangi kepentingan politik.

Bangkitlah KAUM INTELEKTUAL INDONESIA!!!

Smile Eternally,
Wirapati...

Good work, and Nice Try!

Rabu, 21 Mei 2008, Cedera Lutut...

Hari ini pertama kalinya gw menyetir dengan kaki yang cedera, Luar biasa sekali. Lutut kanan gw entah kenapa tiba2 sakit banget sampe2 harus dibebat. Setiap kali menekuk kaki, lutut gw langsung berteriak minta ampun. Hasilnya, gw menyetir dengan penuh penderitaan khususnya waktu gw mau ganti nginjek gas ke nginjek rem (soalnya harus nekuk kaki dulu sesaat).

Gw juga cukup menderita saat gw harus rapat dengan teman2 gw dalam tim bidding Economix karena gw gak bisa duduk bersila. Alhasil, gw duduk ngakang menantang. Topik rapat hari ini sangat penting. Setidaknya belum keluar jawabannya saat ini selain kita satu suara.

Di pagi hari saat gw berangkat ke kampus, gw sempat mengisi bensin terlebih dahulu. Ingatlah gw akan penjatahan yang mulai diberlakukan sejak 15 Mei 2008 lalu. Setiap mobil premium hanya boleh membeli Rp75.000,- dalam setiap pembelian.

Lalu, muncullah sebuah pemikiran di kepala gw...

Sia-sia!

Sekarang, marilah kita cermati satu hal. Penjatahan yang terjadi hanyalah penjatahan tiap pembelian, bukan per hari. Lalu apa gunanya?

Sekarang, jika kondisinya seperti itu, kita tetap dapat mengkonsumsi dalam jumlah besar. Gw uda sering dengar mengenai orang2 yang membeli BBM lebih dari Rp100.000,- dengan bolak-balik masuk SPBU yag sama. Bahkan ada juga yang rela mengisi bensin di SPBU yang berbeda-beda demi mengisi lebih dari nilai jatah.

Mari kita lihat implikasinya.

Dalam sehari, setiap orang punya dua pilihan. Berkali-kali datang ke SPBU yang sama. Atau beli di SPBU yang berbeda-beda. Pada akhirnya, konsumsinya tidak berkurang.

Nah, sekarang bayangkan jika dalam beberapa hari ini, tepatnya di tanggal 1 Juni, akan ada kenaikan harga BBM sebesar 30%. JIka masyarakat tidak membeli bensin pada hari terakhir, jelas mereka akan mengalami kerugian berdasarkan biaya kesempatan. Mereka harus membayar lebih mahal esok harinya.

Oeh karena itu, mereka akan memenuhi kendaraan bermotor mereka, atau mengkonsumsi BBM sebanyak2nya, selama masih bisa.

Bayangkan, karena pembatasan pembelian, mereka harus beli di SPBU yang berbeda2 atau bolak-balik di SPBU yang sama. Hal ini jelas memperburuk konsumsi masyarakat. Masyarakat akan meningkatkan konsumsinya, dan lebih buruk lagi, konsumsinya dilakukan di SPBU-SPBU yang berbeda. Sehingga, stok yang berkurang akan terjadi secara sporadis.

Kebijakan pembatasan yang dilakukan sebelum kenaikan BBM malah memperburuk konsumsi masyarakat. Jadi, secara umum, selain pembatasan adalah usaha yang sia-sia karena masyarakat masih memiliki strategi2 tertentu, bahkan pembatasan ini akan lebih membuat masyarakat menjadi konsumtif terutama menjelang kenaikan BBM.

Beri applause kepada pemerintah yang dengan cerdas mengambil momentum yang tepat untuk bertindak. Good job, and Nice try, for making it worsen!

Better luck next time!

Smile Eternally,
Wirapati..

Pantaskah Kita Menghimbau?

Senin, 19 Mei 2008, Pleno KANOPI yang pertama...

Hari ini hari yang bersejarah buat gw. Pada hari inilah, pertama kalinya gw menjadi Kepala Biro dalam sebuah organisasi. Gw menjadi Kepala Biro Dana di KANOPI FEUI dan akhirnya memiliki staff di bawah komando gw. Staff dan Wakil gw semuanya cowok. Itulah mengapa kita punya slogan, "Be A Man!!". Hahaha.. Senang juga memiliki staff-staff seperti mereka. Ceria dan dapat diandalkan. Semoga saja berlanjut hingga nanti kepengurusan ini berakhir. Amin.

Pagi ini, sebelum gw pergi ke kampus, gw sempat berdiskusi dulu dengan Role Model gw, Bokap gw. Seperti biasa sangat banyak yang kami diskusikan, mulai dari BBM, implikasi keluarnya Indonesia dari OPEC, hingga pergerakan mahasiswa yang sangat mengecewakan.

Dari diskusi tersebut, gw mendapatkan sebuah pemikiran. Pemikiran mengenai betapa munafiknya kita ini.

Negara ini sedang menghadapi sebuah keadaan darurat di mana terjadi krisis energi di seluruh Indonesia. Hal ini dipicu oleh kenaikan harga BBM yang di luar perkiraan dan diperkirakan akan terus naik hingga mencapai angka 200. Stok bensin di masyarakat sudah mulai dikurangi dan subsidi BBM mulai dipotong untuk menghemat APBN kita yang sudah beberapa lama ini defisit akibat melambungnya harga BBM.

Melihat hal ini, pemerintah menghimbau masyarakat untuk hemat energi, mengurangi konsumsi energi mulai dari bahan bakar kendaraan bermotor hingga konsumsi listrik sehari-hari. Sebuah himbauan yang bermaksud baik.

Tapi, pantaskah mereka menghimbau?

Mari kita cermati kondisi kita saat ini. Jika kalian semua berjalan ke daerah-daerah protokol di malam hari, akan kalian saksikan sebuah pemandangan indah yang sebenarnya jika dicermati sangat menyayat hati ini. Betapa kota ini sangat gemerlapan dan megah. Lampu-lampu kantoran menyala dengan terang menghiasi sepanjang jalan protokol. Billboard-billboard terus menayangkan iklan-iklan mulai dari himbauan sosial hingga iklan produk. Televisi-televisi raksasa terus menayangkan iklan dan siaran-siaran tertentu menambah kemegahan kota metropolitan ini.

Bayangkan, berapa juta volt yang harus dihabiskan untuk semua itu? Di saat kita sedang krisis energi, benda-benda yang menghabiskan energi itu terus-menerus diaktifkan. Memang kita boleh mengatakan bahwa hal tersebut membawa penghasilan yang besar. Tapi, benarkah hal itu adalah yang paling tepat untuk dilakukan? Gw pernah mendengar sebuah cerita dari guru besar kampus gw pada saat gw temui di kantornya di BTPN. Kota semegah New York, yang terletak pada sebuah negara adi kuasa yang luar biasa kaya, pada saat terjadi krisis, mematikan seluruh billboard dan lampu-lampu kantoran pada jam yang tidak produktif, yaitu malam hari. Mengapa negara miskin seperti kita tidak mau belajar dari situ?

Kemudian, pemerintah kita selalu mengerahkan minimal 12 kendaraan bermotor untuk mengiringi orang penting negara ini. Belum lagi kendaraan-kendaraan bermotor yang menjadi tim advance untuk membuka jalan. Dan kejadian ini tidak hanya sekali dalam sehari. Mungkin ada puluhan rombongan dalam sehari yang berkonvoi seperti ini. Bayangkan berapa energi yang dihabiskan? Sementara pemerintah sempat menghimbau untuk 'Go Green!', berapa banyak polusi yang telah dihasilkan?

Sedikit tidak berhubungan dengan energi, baru-baru ini anggota DPR baru saja pergi ke Brazil (Entah ngapain) bersama-sama. Dan lebih parahnya lagi membawa sanak saudara. Bayangkan berapa dana yang mereka habiskan, sementara kita sedang menghadapi krisis besar.

Pantaskah pemerintah kita menghimbau kita untuk hemat energi sementara mereka sendiri melakuka banyak tindakan yang menghabiskan energi dan sumber daya lainnya, bahkan secara langsung menghabiskan uang negara? Betapa munafiknya apa yang mereka ucapkan! Karena itulah, pemerintah tidak boleh menyalahkan masyarakat kalau masyarakat tidak mematuhi himbauannya. Pemerintah pun tidak melakukan hal KONKRIT atas himbauannya. Mereka tidak pantas untuk menghimbau!

Hal yang sama berlaku untuk kita para mahasiswa yang menuntut perubahan. Di saat kita sedang krisis energi, kita menggunakan banyak bensin untuk turun ke jalan (sebab perjalanan ke istana negara menggunakan bus).Berapa banyak energi di masyarakat yang kita buang karena menciptakan kemacetan akibat kita melakukan demonstrasi.

Untuk didengar, kita harus melakukan hal yang KONKRIT. Jangan pernah terjerumus dalam kemunafikan. Bagaimana bisa masyarakat mendengarkan kita, atau bersimpati pada kita jika kita sendiri tidak menunjukkan sikap. Tunjukkan sikap menentang atau menuntut perubahan di jalanan, tapi saat kembali ke kampus atau ke rumah, kita bahkan tidak bisa menjadi agen perubahan bagi diri kita sendiri.

Pemerintah dan mahasiswa tidaklah berhak untuk saling menyalahkan selama masing0masing tidak menunjukkan konsistensi masing-masing terhadap apa yang diucapkannya. Hidup adalah perbuatan (Mengutip salah satu iklan politik di TV). Hidup bukanlah perkataan!

Gw sebetulnya sempat ragu untuk menyuarakan hal ini. Karena gw sendiri pun masih termasuk dalam kategori rakyat yang boros energi. Tetapi, bagaimana gw bisa diam melihat semua ini. Gw sendiri akan mulai menghemat energi sebisa gw, setidaknya dari hal yang terkecil. Dan gw akan mengurangi pemanasan global dengan hal yang terkecil yaitu dengan membuang sampah pada tempatnya. Setidaknya, gw sudah berusaha melakukan apa yang gw bisa.

Tunjukkan pada dunia apa yang bisa kita lakukan!

Smile Eternally,
Wirapati...

Agent of Change Selamanya?

Jumat, 16 Mei 2008, Discussion...

Benar-benar hari yang cukup menyebalkan. Mobil gw rusak karena remnya blong. Alhasil, gw haus ke kampus dengan naik kereta. Sesampainya di stasiun Pondok Ranji, mbak2nya dengan santai mengatakan bahwa AC Depok telah dibatalkan. Dengan kecepatan tinggi gw langsung naik angkot sampe kampus dengan harapan bisa sampai sebelum kelas pengganti Ekonomi Industri jam 9 sementara waktu sudah menunjukkan pukul 7.

Dengan tubuh penuh peluh dan diterpa teriknya sinar matahari, akhirnya gw sampai di kampus perjuangan FEUI dan segera menuju papan pengumuman. Ternyata, tidak ada info mengenai di mana letak kelas pengganti itu. Dan sampai lewat jam 9, ternyata kelas dibatalkan. Betapa usaha gw sudah banyak sekali hanya untuk mencapai kampus ini.

Tapi, pada akhirnya gw melakukan sebuah diskusi yang menarik dengan teman2 gw sambil menunggu Taufik yang akan bermain Magic: The Gathering bareng gw. Topik (Bukan Taufik ya) kita kali ini adalah topik yang lagi digandrungi oleh gw dan Rensus, salah seorang teman diskusi gw, yaitu mengenai pergerakan mahasiswa. Melalui diskusi ini, gw mendapat sebuah ide yang sangat menarik. Thanks for the idea, sus!

Yaitu mengenai mahasiswa sebagai AGENT OF CHANGE atau boleh dibilang Agen Perubahan.

Dalam tulisan2 gw sebelumnya, pernah gw sebutkan mengenai pergrakan mahasiswa yang telah ditorehkan dalam lebaran sejarah manusia. Tahun 1966, Soe Hok Gie dan kawan2 menuntut perubahan akan pemerintahan Soekarno dan pada akhirnya menggusur Soekarno dari jabatannya sebagai Presiden. Tahun 1998, para senior menuntut perubahan dalam pemerintahan Soeharto dan menuntut agar Soeharto turun. Dan berbagai macam demo dilakukan para mahasiswa pada masa Gusdur, Megawati dan SBY yang juga menuntut perubahan dalam sistem pemerintahan.

Sangat pantas jika kita disebut sebagai Agent of Change. Dan sampai saat ini, kita sebagai mahasiswa sangat bangga dengan sebutan ini. Akan tetapi, pantaskah kita selamanya berbangga hati akan sebutan Agent of Change ini? Jika sebutan itu dikumandangkan pada masa Gie dan Reformasi, mungkin kita harus bangga dengan sebutan itu. Tetapi, sampai sekarang kita selalu termakan mentah-mentah oleh sebutan Agent of Change.

Sebagai Agent of Change, kita sudah menuntut banyak perubahan. Di setiap pemerintahan baru, pasti kita selalu berdemo atau menuntut perubahan. Jika ini diteruskan, maka selamanya kita akan terus meminta perubahan, tetapi tidak ada solusi bagi negara ini. Kita misalkan saja, jika pada saat mahasiswa menuntut Soeharto diturunkan, bagaimana jika kondisinya di negara ini tidak ada lagi pemimpin yang lebih baik dari beliau, sehingga jika beliau diturunkan dan digantikan, kondisi negara ini akan lebih kacau.

Itulah kesalahan kita. Selalu menuntut perubahan tanpa mau mengajukan solusi yang dapat dijalankan oleh pemerintahan. Selalu ingin membuktikan diri sebagai Agent of Change. Masalahnya adalah, perubahan yang kita bawa tak selalu menuju arah yang lebih baik, setidaknya belum banyak yang bisa dibuktikan mahasiswa jaman sekarang.

Menjadi Agent of Change berarti menunjukkan bahwa selamanya kita akan menuntut perubahan bagi negara ini dan sirkulasi ini takkan pernah berhenti. Kita berasumsi dari awal bahwa ngeara ini akan selalu butuh perubahan. Kebutuhan akan perubahan memang diperlukan, akan tetapi kebutuhan akan kesejahteraan dan stabilitas mungkin lebih tepat untuk digunakan. Jika nantinya kesejahteraan atau stabilitas harus dicapai melalui perubahan, maka itu adalah konsekuensi logis. Terpaku pada perubahan, maka kita menganggap negara ini takkan pernah mendapat pemimpin yang terbaik dengan sistem yang terbaik (terbaik bukan berarti sempurna).

Berdasarkan perubahan zaman, bukankah lebih baik jika kita disebut Agent of Prosperity atau Agent of Stability. Kita tidak selalu harus menuntut perubahan, tapi sebagai Agent of Prosperity, kita akan selalu membawa kesejahteraan bagi masyarakat. Tidak harus dengan demo dan tidak harus menuntut perubahan. Tetapi, menunjukkan kepada masyarakat bahwa kita punya solusi yang dapat diterima bagi seluruh lapisan masyarakat, mulai dari sipil sampai pemerintah, tidak hanya minta perubahan, pemecaran menteri atau pengunduran diri presiden.

Sudah saatnya kita melepaskan diri dari belenggu Agent of Change. Saatnya untuk menjadi Agent of Change bagi kita sendiri menjadi agen yang benar2 membawa kesejahteraan bagi masyarakat melalui argumen-argumen yang solutif dan dibentuk secara intelektual. Biarkan masyarakat menilai kita sebagai agen yang membawa amanat rakyat. Metode yang dijalankan tidak harus demonstrasi. Kita harus membuka mata kita bahwa masih ada banyak jalan lain yang dapat dilakukan selain demonstrasi.

Time to Break Free!!

Smile Eternally,
Wirapati..

An 'Almost' Right Desicion... Bom Waktu Subsidi BBM!

Kamis, 15 May 2008, Presentasi...

Hari ini sebenarnya hari yang sangat tidak ingin gw hadapi. Mengapa? Karena di hari inilah gw memiliki 2 kewajiban untuk presentasi. Sekaligus! Presentasi Moneter berhasil gw lalui dengan mulus. Yang paling gw khawatirkan sebenarnya adalah presentasi Makro. Karena sampai J-5, gw belum bikin slide sekaligus mempelajari bahan yang harus gw presentasikan. Lengkap sudah.

Tapi pada akhirnya gw berhasil juga untuk melaluinya dan bahkan presentasi di bagian di mana gw yang bikin, dibilang paling canggih karena membuat prediksi akan kemungkinan naik atau turunnya tingkat nilai tukar rupiah selama 1 tahun ke depan. Dan katanya topik yang gw bikin ini bisa dijadiin proposal skripsi. Beh! Gw uda langsung disuruh lulus aja.

Ada sebuah pemikiran yang terlintas dalam benak gw selama ini. Hanya saja gw belum sempat menorehkannya pada perkamen ini.

Pemerintah telah mengambil keputusan yang 'hampir' benar dengan mengurangi subsidi BBM dan mengkonversinya menjadi BLT. Mohon dicatat kata hampir yang gw kasih tanda petik. Mengapa gw menjadikan hal itu perhatian? Hal tersebut akan dibahas nanti.

Sekarang mari kita bahas mengenai subsidi BBM yang sudah kita hadapi selama bertahun-tahun lamanya. Semenjak zaman Presiden Soeharto, negara ini sudah menikmati sesuatu yang disebut subsidi BBM. Betapa rakyat sangat menikmatinya, karena seluruh BBM dapat diperoleh dengan harga yang sangat murah.

Tapi, tak pernahkah semenjak dahulu kala kita menyadari bahwa subsidi BBm yang membuat harga BBM di Indonesia menjadi dalam kondisi fixed rate tersebut merupakan bom waktu yang pada akhirnya berpotensi untuk meruntuhkan negara ini?

Mengapa hal itu bisa terjadi? Pertama-tama mari kita bahas dari sisi pola konsumsi masyarakat. Harga BBM yang murah membuat pola konsumsi masyarakat menjadi cenderung konsumtif terhadap barang komoditas lain seperti barang keperluan sekunder dan lux. Dengan kata lain, Marginal Prospensity to Consume atau Kecenderungan untuk Mengkonsumsi masyarakat meningkat sangat pesat. Harga BBM yang murah memungkinkan masyarakat untuk mengkonsumsi lebih karena sisa pendapatannya tidak habis untuk keperluan BBM. Saat itu mungkin kita tidak menyadarinya. Tapi, bayangkan jika tiba-tiba terjadi laju peningkatan harga minyak yang seperti sekarang ini, masyarakat akan kalang kabut untuk mengorganisir pola konsumsinya kembali karena sudah terbiasa dengan pola konsumsi yang memanjakan.

Kedua, harga BBM yang murah menyebabkan masyarakat menjadi konsumtif dalam hal membeli barang lux yang padat BBM seperti kendaraan bermotor. Sebenarnya membeli kendaran bermotor bukanlah sesuatu yang terlalu mahal. Yang plaing mahal dalam membeli kendaraan bermotor adalah menyediakan BBM yang cukup untuk kendaran tersebut beroperasi secara rutin. Harga BBM yang murah menyebabkan masyarakat tidak takut mengalokasikan pendapatannya untuk bensin. Tingkat konsumsi untuk kendaraan bermotor meningkat. Secara short term, jelas hal ini melipatgandakan konsumsi masyarakat terhadap BBM. Secara long term, kendaraan umum menjadi tidak laku karena masyarakat prefer menggunakan kendaraan bermotor pribadi, dan itu berarti infrastruktur Indonesia terhadap Mass Transport Vehicle tidak mengalami perkembangan. Masyarakat sering menuntut bahwa kalau BBm mau dinaikkan, maka perbaiki dulu infrastruktur. Tapi, hal itu tidak mungkin terjadi selama masyarakat masih menggunakan kendaraan pribadi. Sehingga, pada fase di mana terjadi shortage BBM ini, kita tidak memiliki infrastruktur yang memadai untuk Mass Transport. Seandainya dari dulu tidak ada subsidi BBM, mungkin kita sudah memiliki MRT (Massive Rapid Transportation) saat ini.

Bom waktu yang ada di sini adalah kasus yang kedua, di masyarakat menjadi konsumtif akan BBM. Hal ini mengubah Indonesia mnjadi negara Net Importir, sebab supply minyak di Indonesia tidak dapat memenuhi tuntutan konsumsi masyarakat. Tingkat konsumsi yang tak terkendali ini akan meledak pada kondisi yang sedang kita hadapi. APBN kita tidak mencukupi untuk terus mensubsidi keperluan BBM masyarakat dengan laju peningkatan harga minyak yang tak terhentikan dan tingkat konsumsi masyarakat yang tak terkendali.

Sehingga, memang sudah saatnya bagi kita untuk menaikkan harga BBM. Saatnya bagi kita untuk menekan konsumsi masyarakat akan BBM. Dengan demikian, APBN kita dapat distabilkan kembali.

Sehingga, menurut gw keputusan menaikan subsidi BBM sudah tepat. Tetapi, ada suatu hal yang membuat gw berpikir bahwa keputusan ini baru bisa dibilang 'hampir' tepat, bahkan menuru gw tergolong salah.

Yaitu adalah dengan mengkonversinya menjadi BLT.

Sebenarnya apa yang ingin dicapai pemerintah dengan BLT ini? Kesejahteraan masyarakat? Sayangnya itu tidak mungkin terjadi dengan BLT ini. BLT hanya akan membuat masyarakt kita menjadi lembek dan manja. Dan lebih buruknya lagi BLT tersebut cenderung menjadi disindentif bagi masyarakat miskin untuk mencari pekerjaan atau membuat lapangan kerja. Karena merek berpikir bahwa pada akhirnya mereka akan mendapat BLT dan itu membuat mereka merasa safe. Padahal yang terjadi tidaklah seaman itu.

BLT yang akan diberikan hanyalah Rp100.000,- per bulan. Bayangkan apa yang akan terjadi pada saat harga BBM dinaikkan. Jelas sekali bahwa harga barang-barang akan ikut naik. Inflasi yang diprediksikan oleh pemerintah adalah 17 persen. Sekarang mari kita bagi 100ribu dengan 30 hari. Kita hanya akan mendapat 3ribu dalam sehari. Sekarang, apakah dengan 3 ribu rupiah sehari, pemerintah mampu mengkompensasi inflasi sebesar 17 persen. Tentu tidak! Sehingga BLT ini adalah suatu usaha proteksi akan ledakan bom waktu subsidi BBM yang bahkan tidak dapat menahan laju peluru, sehingga usdah pasti pecah oleh ledakan tersebut.

Menurut gw, bukankah sebaiknya pemerintah mengalokasikan dana tersebut untuk hal yang lebih prduktif. Seperti misalnya menciptakan lapangan kerja, memperbaiki infrastruktur, dan hal-hal lain yang mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Jika subsidi tersebut hanya dikonversi menjadi BLT, maka negara kita tidak akan pernah lepas dari Kerangkeng Konsumsi. Sudah saatnya kita meningkatkan produktivitas. Kita harus malu karena sebagai negara penghasil minyak, kita secara de facto menjadi Net Importir. Semua itu karena kebiasaan kita untuk konsumsi.

Seandainya saja tidak ada unsur BLT dalam hal ini, dan subsidi tersebut dikonversi menjadi hal-hal yang lebih produktif, maka dalam jangka panjang kita dapat menciptakan pertahanan yang kuat akan ledakan bom waktu subsidi BBM. Dan pada saat itulah "Keputusan Pemerintah mengena Subsidi BBM Dikatakan Sepenuhnya Berhasil"

Lantas mengapa pemerintah memutuskan untuk mengkonversinya menjadi BLT. Menurut gw pasti ada alasan politisnya. Pemerintah memanfaatkan resesi dan kenaikan harga minyak dunia untuk mendapatkan suara untuk pemilu yang akan datang. Lagi-lagi kita menghadapi tindakan pragmatis pemerintah. Sebagai mahasiswa harusnya kita mengkaji hal ini lebih dalam dan mengkritisi hal ini layaknya seorang agent of change sejati.

It may be too late already for this, but really, it is not a waste at all.

Smile Eternally,
Wirapati...

Indonesia memasuki orde yang terbaru...

Sabtu, 10 Mei 2008, Past-a-Day...

Hari ini tamn gw widi berulang tahun yang kesekian kalinya. Dia pun membawa lasagna buat kita semua yang uda buas banget gak makan dari pagi kali. Uda lama banget gw gak sebuas ini selain pas uchal ultah kmaren.

Alhasil tuh lasagna pun kandas dalam waktu yang tidak dapat diperhitungkan.... Saking cepetnya. Enak loh wid. Katanya buatan sendiri. Brarti lo uda siap jadi ibu rumah tangga wid. Suami ma anak2 lw pasti bakal gendut semua klo nasibnya harus bersama lw terus.

Setelah di kampus makan lasagna banyak2, setibanya di rumah, langsung disambut oleh Spaghetti Bolognaise buatan nyak gw yang dahsyat gila. Luar biasa sekali. Baru aja makan pasta, langsung dijamu pasta lagi. Untung kakak gw sorenya gak bikin Fussili Carbonara andalannya. Hari ini akan gw kenang sebagai "Past-a-Day" alias Pasta Day.

Hmm.. Time to get straight to the topic,

Ini adalah sesuatu yang sebenarnya sudah lama terpikirkan oleh gw. Hanya saja baru sekarang ini sempat gw utarakan (selama ini gw selatankan).

Indonesia telah memasuki orde yang sangat baru. Tak perlu pergerakan mahasiswa. Tak perlu demonstrasi. Tak perlu ribuan mahasiswa turun ke jalan. Tak perlu penggulingan pemerintahan. Sebab, hanya diperlukan satu hal untuk memasuki orde ini. Yaitu, air mata, Yup! Indonesia telah memasuki orde yang disebut...

ORDE AIR MATA

Air mata ini bukanlah kesedihan masyarakat mengenai krisis pangan dan minyak yang telah terjadi. Bukan air mata rakyat miskin karena gejala Global Hunger. Bukan air mata karena bencana alam dan bencana lumpur Lapindo yang kerap kali mendera negeri ini.

Tapi air mata yang kita hadapi adalah air mata yang dieksploitasi oleh media massa, khususnya stasiun televisi negeri kita.

Tentunya anda semua menyadari bahwa telvisi kita ini, mulai dari Reality Show hingga sintron, sudah dipenuhi oleh derai air mata, Bahkan talent show di Indonesia telah dijajah oleh air mata pula.

Semua bermula dari talent show di salah satu stasiun televisi yang mencari calon penyanyi amatiran berbakat. Dalam talent show tersebut, saat proses eliminasi dilakukan, pasti akan diiringi oleh isak tangis sang kontestan yang dieliminasi dan teman2 kontestan lainnya. Awalnya gw merasa itu adalah sesuatu yang natural, tetapi pada akhirnya gw merasa bahwa hal itu tampaknya adalah sebuah skenario dan para kontestan diperintahkan bahkan diajarkan untuk berakting sedemikian rupa.

Hal tersebut banyak merambak ke acara-acara lainnya. Sinetron yang saat ini boleh disebut sebagai Oracle, atau disebut juga Ora Clear-clear ato Ora Kelar-kelar ato bahasa sederhananya Gak slese2, ternyata juga mulai digandrungi dengan isak tangis. Sinetron di Indonesia dipenuhi dengan konflik yang menunjukkan bahwa seorang karakter menghadapi sebuah penderitaan yang tak kunjung usai dan sselalu menunjukkan kelemahan sang karakter dengan menunjukkan isak tangis yang membuat nyokap gw luluh (walaupun nyokap gw tetep nangis pas bagian yang gak sedih juga).

Hal yang membuat gw paling sedih adalah sering eksploitasi air mata terhadap korban sebuah bencana. Pada saat sebuah bencana terjadi, stasiun televisi selalu memberitakan kondisi para korban yang tampak sangat menderita dan memeras air mata. Gw paham jika hal ini bisa membawa simpati masyarakat untuk turut membantu saudara kita yang menjadi korban. Tetapi mereka membawanya ke dalam sebuah acara berita yang seharusnya menjadi sebuah wadah informasi. Seharusnya berita kebih banyak mengabarkan tentang perkembangan dari sebuah bencana dibandingkan mengeksploitasi para korban. Gw ingat benar pada saat tsunami terdahulu siaran berita di televisi menayangkan para korban selama dua minggu full sementara informasi yang dibawanya sarat akan perkembangan penyelamatan dan pemulihan dari bencana. Seharusnya stasiun2 televisi tersebut tidak mencampuradukan berita dengan air mata. Buatlah sebuah acara khusus sebagai acara kemanusiaan yang menghimbau masyarakat untuk turut membantu saudara2 kita yang sedang kesulitan tersebut.

Dan masih banyak sekali acara-acara lain yang mengeksploitasi air mata sebagai daya jual sebuah acara.

Tindakan eksploitasi air mata ini jelas sekali bertentangan dengan jiwa nasionalisme yang menunjukkan kekuatan untuk selalu pulih kembali dari kondisi sesulit apapun. Salah satu dari dua presiden Indonesia yang gw hormati, Bung Karno, selalu menanamkan jiwa rakyat Indonesia yang kuat dan selalu menghimbau agar masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang memiliki ketahanan nasional. Jika saja beliau masih hidup, beliau pasti akan sedih melihat kondisi kita yang seperti ini.

Satu hal yang sangat gw kecewa dan benci dari orde air mata ini adalah mereka semua mengeksploitasi air mata tersebut untuk meningkatkan daya jual. Intinya mereka menjual air mata. Dan lebih parahnya lagi, rakyat Indonesia termakan oleh semua itu.

Kita juga harus sadar bahwa air mata bukanlah sesuatu yang baik jika terus-menerus ditumpahkan. Bukankah pada saat kebangkitan nasional 100 tahun lalu, para leluhur kita meneriakkan geloran untuk bangkit dari keterpurukan dan air mata? Bukankah telah berpuluh-puluh tahu kita hidup dengan jiwa seperti itu? Mengapa sekarang kita dikuasai oleh air mata yang seharusnya kita kuasai?

Mari kita jadikan 100 rtahun kebangkitan nasional ini sebagai momen kebangkitan yang sesungguhnya. Kebangkitan dari air mata menuju Indonesia yang memiliki jiwa yang kuat dan berani. Mulalilah dengan menolak konsumsi akan acara-acara televisi yang berbau air mata. Saat trend sudah mulai berubah, saat itulah para stasiun televisi akan berhenti mengeksloitasi air mata. Selalu mulailah dari hal yang terkecil.

Smile Eternally,
Wirapati...

Fund Raising is Fun!

Jumat, 9 Mei 2008, Pencarian...

Wuih! Sudah seminggu open recruitment dari KANOPI FEUI berjalan. Hari ini diekspektasikan banyak yang bakal daftar.

Tapi apa KENYATAANNYA??

Tetep aja dikit, sodara2! Bingung juga gw napa. Bukannya uda dikasih tau kalo hari ini adalah hari terakhir buat ngumpulin form. Ini emank karena orang2 IE pada males ato gak mau. Bingung gw. Mungkin karena mereka ngiri ma senior2 mereka yang gantenk2 sehingga klo jadi angota KANOPI nanti mereka minder klo dijejerin.

Lebih gila lagi. Gak ada satu pun yang mendaftar biro dana yang gw kepalai!!! Parah! Emank dari dulu ni biro emank paling elit dah. Orang2 pada minder kalo masuk. Paling juga pas staffing nanti gw masuknya belakangan klo anak2 uda pada berdebat mengenai staff2 mereka dan mendapatkan staff yang mereka inginkan. Baru abis itu gw masuk dan mengumpulkan CV-Cv yang ditolak dan memilih orang yang bakal jadi staff gw.

Dan kemudian... Kabar terburuk adalah bahwa junior yang paling gw percayai di FEUI dan dari awal uda gw ajak memasuki biro yang gw kepalai ini, ternyata pada akhirnya tidak jadi memilih biro gw. Akhirnya dia memilih memasuki divisi hubungan luar.

Dia memang orang yang paling gw percayai. Tapi, gw gak akan memaksa dia. Biro dana adalah biro yang membutuhkan orang2 yang persistent dan bener2 berminat. Biro dana adalah biro yang paling membutuhkan konsistensi di KANOPI karena kerjaan biro dana berjalan setiap hari dan nonstop sepanjang kepengurusan. Klo anak ini emank gak tertarik dengan dana, akan sulit bagi dia untuk bisa konsisten di dana.

Hmm.. Sebetulnya gw juga gak mau klo ngambil staff dari sisa2 applicant yang ditolak. Sangat gak mau. karena sebetulnya itu pemaksaan. Buat gw, lebih baik gw close recruitment semua staff gw ato gw kerja sendirian daripada maksain posisi orang. Karena pada dasarnya mereka tidak tertarik dengan pekerjaan tersebut. Di dunia mana pun mana ada orang yang semangat mengerjakan pekerjaan yang tidak disukainya.

Biro dana adalah biro/divisi yang paling stratejik dalam operasional sebuah organisasi. Jadi, memiliki orang2 terbaik yang konsisten adalah pilhan yang terbaik dalam hal ini. Dulu gw sendiri adalah orang yang masuk ke dana karena bukan pilihan pertama. Awalnya gw kurang niat. an pekerjaan gw kurang baik. Tetapi, semakin ke belakang, semakin gw menyadari betapa dana itu sebenarnya pekerjaan yang menantang dan tidak monoton, serta membutuhkan kreativitas tinggi. Itulah yang membangkitkan semangat gw untuk jadi kabiro dana.

Sekarang, gw akan mencoba mencari orang2 tersebut yang dapat membangun dana. Setidaknya orang2 yang deep inside their heart memiliki fund raising spirit. Gw juga harus mengkaderisasi dana. Demi masa depan KANOPI juga.

Smile eternally,
Wirapati