Sabtu, 23 Januari 2010 adalah hari yang cukup bersejarah bagiku. Pada hari inilah dilakukan upacara Judisium bagi para lulusan FEUI. Di acara inilah penghargaan-penghargaan diberikan kepada mahasiswa-mahasiswa yang berprestasi secara akademis. Nama-nama mereka dipanggil satu-persatu dan diberikan penghargaan oleh Dekan FEUI.
Terdapat beberapa penghargaan yang diberikan. seperti lulusan dengan Judicium Cum Laude, lulusan termuda, lulusan tercepat. lulusan dengan IPK tertinggi dan lain-lain. Apakah aku mendapatkan salah satu dari semua itu? Sayang sekali tidak. Tetapi, aku cukup kagum dengan diriku sendiri. Dahulu, sewaktu aku masih anak-anak, aku paling tidak suka jika tidak dapat penghargaan sedikitpun. Rasa kesal pasti terbakar di dadaku saat aku kalah dari yang lainnya. Tapi, saat ini, sedikitpun aku tidak merasakan benci yang membara di dalam hatiku. Aku tenang dan menerima itu semua, karena aku tahu aku memperoleh sesuatu yang lebih dari itu.
Semenjak aku masuk FEUI, aku seperti sudah punya perkiraan bahwa aku hampir tidak mungkin lulus dengan Judicium Cum Laude (IPK > 3.5). Ya, aku sudah memperkirankan itu sedari awal. Ada dua alasan yang mendasari hal tersebut. Pertama, aku merasa tidak cocok dengan metode ujian pendidikan tinggi di FEUI yang masih menganut sistem ujian tertulis ala SMA. Aku tidak pandai menghafal, dan aku sangat kesulitan kalau harus menenggelamkan diriku ke dalam sebuah buku untuk menghafalkannya (bukan memahaminya). Aku menyerah kalau itu adalah urusan menghafal. Tapi, kalau urusan menulis, seperti essay dan karya tulis, sesulit apapun pasti aku terima. Bukannya menyombong, tetapi semua mata kuliahku yang menggunakan ujian essay mendapatkan nilai A (kecuali mata kuliah yang diajarkan oleh Prof. Anwar Nasution). Keunggulan diriku memang pada penulisan gagasan dibandingkan hafalan, dan lebih dari itu, aku mencintai hal-hal seperti menulis essay. Inilah alasan pertama kesulitanku untuk memperoleh nilai baik di FEUI.
Kedua, aku tidak mau tenggelam dalam kotak yang kaku dan keras yang disebut buku teks. Sebenarnya, jika aku mau, aku bisa saja berkutat dengan buku itu siang dan malam untuk menghafal semuanya, kemudian mendapat nilai A di mata kuliah hafalan tersebut. Tetapi, bukan itu yang aku cari sebagai mahasiswa. Aku mencari sesuatu yang melebihi teori. Sesuatu yang hanya bisa diperoleh melalui pengalaman dan pengembangan gagasan. Sesuatu yang bisa kuperoleh dalam kegiatan di luar kelas. seperti organisasi. Aku ingin menyeimbangkan kehidupan kampusku, dengan tidak hanya berkutat pada buku saja, tetapi mengembangkan pengalaman dan intuisi dalam organisasi mahasiswa. Aku memperoleh banyak ilmu dari kehidupan berorganisasi, berkenalan dengan banyak orang, bertemu dengan para guru besar dan orang ternama, berbagi pengalaman dengan mahasiswa dan praktisi asing, dan sebagainya. Aku membuka cakrawalaku yang kaku itu menjadi selahan pemikiran yang luas karena kegiatanku di organisasi.
Aku mungkin tidak memiliki IPK yang tinggi. Bagiku, IPK tidaklah penting, yang penting adalah menjadi lebih pintar dari IPK itu. Aku mungkin tidak cum laude, tetapi aku percaya bahwa pengetahuan dan pengalamanku lebih dari sekedar predikat cum laude. Karena itulah, aku terus berusaha keras menjalani kehidupan organisasiku sambil bekerja mati-matian mempertahankan agar IPK-ku setidaknya berada di atas 3.0, karena itu adalah IPK minimal bagi beasiswa.
Sekarang di Judisium ini, aku telah berhasil memperolehnya. Aku telah berhasil lulus lebih cepat 1 semester dari mahasiswa pada umumnya, dengan IPK yang terjaga walau tidak cum laude, dan terutama dengan pengalaman organisasi yang tak dapat kulupakan. Aku berhasil memecahkan mitos bahwa mahasiswa organisatoris tidak dapat lulus cepat. Dan sekarang aku berdiri di judisium ini, membuktikan segala usaha dan upaya yang telah aku curahkan hingga saat ini. Tak perlu predikat cum laude itu, judisium ini sudah menjadi bukti keberhasilanku.
Aku akan terus berjalan dengan segala yang aku percayai sebagai kebenaran. Judisium hari itu takkan pernah aku lupakan sampai akhir hayatku, karena itulah hari pembuktianku. Terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantuku sampai saat ini, terutama kepada Prof. Suahasil Nazara, Ph.D. yang telah membimbingku hingga saat ini.
"Bersama Prof. Sua (Kiri) dan Rekan Seperjuanganku, Cynthia (Kanan)"
Dengan berbekalkan segenggam mimpi, Aku melangkah di jalan yang aku percayai...
Wirapati