Indonesia memasuki orde yang terbaru...

Sabtu, 10 Mei 2008, Past-a-Day...

Hari ini tamn gw widi berulang tahun yang kesekian kalinya. Dia pun membawa lasagna buat kita semua yang uda buas banget gak makan dari pagi kali. Uda lama banget gw gak sebuas ini selain pas uchal ultah kmaren.

Alhasil tuh lasagna pun kandas dalam waktu yang tidak dapat diperhitungkan.... Saking cepetnya. Enak loh wid. Katanya buatan sendiri. Brarti lo uda siap jadi ibu rumah tangga wid. Suami ma anak2 lw pasti bakal gendut semua klo nasibnya harus bersama lw terus.

Setelah di kampus makan lasagna banyak2, setibanya di rumah, langsung disambut oleh Spaghetti Bolognaise buatan nyak gw yang dahsyat gila. Luar biasa sekali. Baru aja makan pasta, langsung dijamu pasta lagi. Untung kakak gw sorenya gak bikin Fussili Carbonara andalannya. Hari ini akan gw kenang sebagai "Past-a-Day" alias Pasta Day.

Hmm.. Time to get straight to the topic,

Ini adalah sesuatu yang sebenarnya sudah lama terpikirkan oleh gw. Hanya saja baru sekarang ini sempat gw utarakan (selama ini gw selatankan).

Indonesia telah memasuki orde yang sangat baru. Tak perlu pergerakan mahasiswa. Tak perlu demonstrasi. Tak perlu ribuan mahasiswa turun ke jalan. Tak perlu penggulingan pemerintahan. Sebab, hanya diperlukan satu hal untuk memasuki orde ini. Yaitu, air mata, Yup! Indonesia telah memasuki orde yang disebut...

ORDE AIR MATA

Air mata ini bukanlah kesedihan masyarakat mengenai krisis pangan dan minyak yang telah terjadi. Bukan air mata rakyat miskin karena gejala Global Hunger. Bukan air mata karena bencana alam dan bencana lumpur Lapindo yang kerap kali mendera negeri ini.

Tapi air mata yang kita hadapi adalah air mata yang dieksploitasi oleh media massa, khususnya stasiun televisi negeri kita.

Tentunya anda semua menyadari bahwa telvisi kita ini, mulai dari Reality Show hingga sintron, sudah dipenuhi oleh derai air mata, Bahkan talent show di Indonesia telah dijajah oleh air mata pula.

Semua bermula dari talent show di salah satu stasiun televisi yang mencari calon penyanyi amatiran berbakat. Dalam talent show tersebut, saat proses eliminasi dilakukan, pasti akan diiringi oleh isak tangis sang kontestan yang dieliminasi dan teman2 kontestan lainnya. Awalnya gw merasa itu adalah sesuatu yang natural, tetapi pada akhirnya gw merasa bahwa hal itu tampaknya adalah sebuah skenario dan para kontestan diperintahkan bahkan diajarkan untuk berakting sedemikian rupa.

Hal tersebut banyak merambak ke acara-acara lainnya. Sinetron yang saat ini boleh disebut sebagai Oracle, atau disebut juga Ora Clear-clear ato Ora Kelar-kelar ato bahasa sederhananya Gak slese2, ternyata juga mulai digandrungi dengan isak tangis. Sinetron di Indonesia dipenuhi dengan konflik yang menunjukkan bahwa seorang karakter menghadapi sebuah penderitaan yang tak kunjung usai dan sselalu menunjukkan kelemahan sang karakter dengan menunjukkan isak tangis yang membuat nyokap gw luluh (walaupun nyokap gw tetep nangis pas bagian yang gak sedih juga).

Hal yang membuat gw paling sedih adalah sering eksploitasi air mata terhadap korban sebuah bencana. Pada saat sebuah bencana terjadi, stasiun televisi selalu memberitakan kondisi para korban yang tampak sangat menderita dan memeras air mata. Gw paham jika hal ini bisa membawa simpati masyarakat untuk turut membantu saudara kita yang menjadi korban. Tetapi mereka membawanya ke dalam sebuah acara berita yang seharusnya menjadi sebuah wadah informasi. Seharusnya berita kebih banyak mengabarkan tentang perkembangan dari sebuah bencana dibandingkan mengeksploitasi para korban. Gw ingat benar pada saat tsunami terdahulu siaran berita di televisi menayangkan para korban selama dua minggu full sementara informasi yang dibawanya sarat akan perkembangan penyelamatan dan pemulihan dari bencana. Seharusnya stasiun2 televisi tersebut tidak mencampuradukan berita dengan air mata. Buatlah sebuah acara khusus sebagai acara kemanusiaan yang menghimbau masyarakat untuk turut membantu saudara2 kita yang sedang kesulitan tersebut.

Dan masih banyak sekali acara-acara lain yang mengeksploitasi air mata sebagai daya jual sebuah acara.

Tindakan eksploitasi air mata ini jelas sekali bertentangan dengan jiwa nasionalisme yang menunjukkan kekuatan untuk selalu pulih kembali dari kondisi sesulit apapun. Salah satu dari dua presiden Indonesia yang gw hormati, Bung Karno, selalu menanamkan jiwa rakyat Indonesia yang kuat dan selalu menghimbau agar masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang memiliki ketahanan nasional. Jika saja beliau masih hidup, beliau pasti akan sedih melihat kondisi kita yang seperti ini.

Satu hal yang sangat gw kecewa dan benci dari orde air mata ini adalah mereka semua mengeksploitasi air mata tersebut untuk meningkatkan daya jual. Intinya mereka menjual air mata. Dan lebih parahnya lagi, rakyat Indonesia termakan oleh semua itu.

Kita juga harus sadar bahwa air mata bukanlah sesuatu yang baik jika terus-menerus ditumpahkan. Bukankah pada saat kebangkitan nasional 100 tahun lalu, para leluhur kita meneriakkan geloran untuk bangkit dari keterpurukan dan air mata? Bukankah telah berpuluh-puluh tahu kita hidup dengan jiwa seperti itu? Mengapa sekarang kita dikuasai oleh air mata yang seharusnya kita kuasai?

Mari kita jadikan 100 rtahun kebangkitan nasional ini sebagai momen kebangkitan yang sesungguhnya. Kebangkitan dari air mata menuju Indonesia yang memiliki jiwa yang kuat dan berani. Mulalilah dengan menolak konsumsi akan acara-acara televisi yang berbau air mata. Saat trend sudah mulai berubah, saat itulah para stasiun televisi akan berhenti mengeksloitasi air mata. Selalu mulailah dari hal yang terkecil.

Smile Eternally,
Wirapati...

0 Comments: