Agent of Change Selamanya?

Jumat, 16 Mei 2008, Discussion...

Benar-benar hari yang cukup menyebalkan. Mobil gw rusak karena remnya blong. Alhasil, gw haus ke kampus dengan naik kereta. Sesampainya di stasiun Pondok Ranji, mbak2nya dengan santai mengatakan bahwa AC Depok telah dibatalkan. Dengan kecepatan tinggi gw langsung naik angkot sampe kampus dengan harapan bisa sampai sebelum kelas pengganti Ekonomi Industri jam 9 sementara waktu sudah menunjukkan pukul 7.

Dengan tubuh penuh peluh dan diterpa teriknya sinar matahari, akhirnya gw sampai di kampus perjuangan FEUI dan segera menuju papan pengumuman. Ternyata, tidak ada info mengenai di mana letak kelas pengganti itu. Dan sampai lewat jam 9, ternyata kelas dibatalkan. Betapa usaha gw sudah banyak sekali hanya untuk mencapai kampus ini.

Tapi, pada akhirnya gw melakukan sebuah diskusi yang menarik dengan teman2 gw sambil menunggu Taufik yang akan bermain Magic: The Gathering bareng gw. Topik (Bukan Taufik ya) kita kali ini adalah topik yang lagi digandrungi oleh gw dan Rensus, salah seorang teman diskusi gw, yaitu mengenai pergerakan mahasiswa. Melalui diskusi ini, gw mendapat sebuah ide yang sangat menarik. Thanks for the idea, sus!

Yaitu mengenai mahasiswa sebagai AGENT OF CHANGE atau boleh dibilang Agen Perubahan.

Dalam tulisan2 gw sebelumnya, pernah gw sebutkan mengenai pergrakan mahasiswa yang telah ditorehkan dalam lebaran sejarah manusia. Tahun 1966, Soe Hok Gie dan kawan2 menuntut perubahan akan pemerintahan Soekarno dan pada akhirnya menggusur Soekarno dari jabatannya sebagai Presiden. Tahun 1998, para senior menuntut perubahan dalam pemerintahan Soeharto dan menuntut agar Soeharto turun. Dan berbagai macam demo dilakukan para mahasiswa pada masa Gusdur, Megawati dan SBY yang juga menuntut perubahan dalam sistem pemerintahan.

Sangat pantas jika kita disebut sebagai Agent of Change. Dan sampai saat ini, kita sebagai mahasiswa sangat bangga dengan sebutan ini. Akan tetapi, pantaskah kita selamanya berbangga hati akan sebutan Agent of Change ini? Jika sebutan itu dikumandangkan pada masa Gie dan Reformasi, mungkin kita harus bangga dengan sebutan itu. Tetapi, sampai sekarang kita selalu termakan mentah-mentah oleh sebutan Agent of Change.

Sebagai Agent of Change, kita sudah menuntut banyak perubahan. Di setiap pemerintahan baru, pasti kita selalu berdemo atau menuntut perubahan. Jika ini diteruskan, maka selamanya kita akan terus meminta perubahan, tetapi tidak ada solusi bagi negara ini. Kita misalkan saja, jika pada saat mahasiswa menuntut Soeharto diturunkan, bagaimana jika kondisinya di negara ini tidak ada lagi pemimpin yang lebih baik dari beliau, sehingga jika beliau diturunkan dan digantikan, kondisi negara ini akan lebih kacau.

Itulah kesalahan kita. Selalu menuntut perubahan tanpa mau mengajukan solusi yang dapat dijalankan oleh pemerintahan. Selalu ingin membuktikan diri sebagai Agent of Change. Masalahnya adalah, perubahan yang kita bawa tak selalu menuju arah yang lebih baik, setidaknya belum banyak yang bisa dibuktikan mahasiswa jaman sekarang.

Menjadi Agent of Change berarti menunjukkan bahwa selamanya kita akan menuntut perubahan bagi negara ini dan sirkulasi ini takkan pernah berhenti. Kita berasumsi dari awal bahwa ngeara ini akan selalu butuh perubahan. Kebutuhan akan perubahan memang diperlukan, akan tetapi kebutuhan akan kesejahteraan dan stabilitas mungkin lebih tepat untuk digunakan. Jika nantinya kesejahteraan atau stabilitas harus dicapai melalui perubahan, maka itu adalah konsekuensi logis. Terpaku pada perubahan, maka kita menganggap negara ini takkan pernah mendapat pemimpin yang terbaik dengan sistem yang terbaik (terbaik bukan berarti sempurna).

Berdasarkan perubahan zaman, bukankah lebih baik jika kita disebut Agent of Prosperity atau Agent of Stability. Kita tidak selalu harus menuntut perubahan, tapi sebagai Agent of Prosperity, kita akan selalu membawa kesejahteraan bagi masyarakat. Tidak harus dengan demo dan tidak harus menuntut perubahan. Tetapi, menunjukkan kepada masyarakat bahwa kita punya solusi yang dapat diterima bagi seluruh lapisan masyarakat, mulai dari sipil sampai pemerintah, tidak hanya minta perubahan, pemecaran menteri atau pengunduran diri presiden.

Sudah saatnya kita melepaskan diri dari belenggu Agent of Change. Saatnya untuk menjadi Agent of Change bagi kita sendiri menjadi agen yang benar2 membawa kesejahteraan bagi masyarakat melalui argumen-argumen yang solutif dan dibentuk secara intelektual. Biarkan masyarakat menilai kita sebagai agen yang membawa amanat rakyat. Metode yang dijalankan tidak harus demonstrasi. Kita harus membuka mata kita bahwa masih ada banyak jalan lain yang dapat dilakukan selain demonstrasi.

Time to Break Free!!

Smile Eternally,
Wirapati..

6 Comments:

a said...

setuju roy...!!
banyak ni yang harus diubah soal pandangan orang mengenai perjuangan kemahasiswaan.

btw di teknik kimia itb ada sebuah divisi namanya workshop, mereka mengaplikasikan ilmu-ilmu tekkim buat kehidupan masyarakat sehari-hari.. misal membuat kompos, pengolahan sampah, pengolahan air dengan membran dll... mulai melakukan perubahan demi kesejahteraan bukan?

sayangnya gw bukan anggota divisi itu, gak gitu tertarik sama yang kayak gitu... gw di divisi ekstern tempat dimana gw sering ketemu orang-orang yang masih berpikiran soal turun ke jalan dan sebagainya itu...

Bagus Arya Wirapati said...

Yup! Benar. Mulailah melakukan tindakan nyata atas apa yang kita tuntut. Tuntutlah perubahan dalam diri kita!

turun ke jalan boleh, tapi tunjukkan solusi kita. Jika kita selamanya jadi agent of change, itu artinya kita berasumsi bahwa negara ini harus selalu kita ubah.

Unknown said...

Memang udah gak tepat kalo mahasiswa masih berperan sebagai agent of change. Agent of giving solution will able to do more than just yelling and demonstrating. Atau jangan-jangan mahasiswa memang hanya bisa menuntut? Apakah generasi muda yang berpendidikan dan memiliki kapasitas memberikan solusi-solusi telah apatis terhadap sema masalah disekitarnya dan hanya mengejar maximum self-satisfaction?

Gaffari said...

Bozz..agent of change is tai kuching...
Kalo lo pernah baca Buku Soe Hok Gie..Dia juga pernah bilang seperti itu...

Semua akan menjadi omong kosong kalo ternyata kehidupan mahasiswa itu juga merupakan miniatur yang terjadi pada bangsa ini sekarang.
Kita bisa lihat korupsi, kita bisa lihat politik kampus yang tidak elegan, kita sering lihat bahwa kita sering tidak berkaca pada diri sendiri tapi berusaha menuntut orang lain untuk melakukan perubahan.

Kita sering didoktrinasi saat OKK sewaktu kita Maba. Bahwa kita seringkali larut pada romantisme peran mahasiswa dalam menyuarakan perubahan pada 1966 maupun 1998.
Kita sering diagitasi bahwa perjuangan mahasiswa seringkali identik dengan demonstrasi.

Saya rasa, masih banyak ruang bagaimana kita menyuarakan perubahan, masih banyak cara untuk menyuarakan perubahan dengan lebih KONKRIT!

Bagus Arya Wirapati said...

Hehe.. Bung Gaff.. Thx uda mau ngekomen postingan gw. Jadi merasa erhormat dikomen ma pegawai BI.

Iya bener. Bdsk buku GIE yg lw pinjemin ke gw emank dya pernah bilang gitu.

Menurut gw, kita uda terlalu termakan mentah2 dengan sebutan itu. Agent of Change dari mana? Kita cuma tumbal dari para oportunis yang menginginkan jabatan tinggi di masa depan.

Sudah saatnya kita ngelepas jabatan itu dan menunjukkan tindakan konkrit kita. Tentunya dengan cara yang lebih elegan pula.

Rensus Bonatua said...

Wah, Roy ??
ngapain lw bawa-bawa nama gue di blog lw ??
Hehehehe.......