WHICH ONE ARE YOU?

Jumat, 13 Juni 2008, Pilihan...

Tidak ada yang ingin kuceritakan hari ini. Hanya saja, aku ingin berbagi mengenai sebuah pemikiran, tentang mahasiswa.

Kita tahu bahwa mahasiswa saat ini tidak dipenuhi kemunafikan, atau mungkin dari dahulu kala. Bayangkan bagaimana mahasiswa melakukan aksi turun ke jalan karena mendapat uang. Bayangkan bagaimana jenderal lapangan demonstrasi yang dimasukkan penjara dan keluar-keluar jadi anggota DPR. Atau ketua BEM yang setelah lulus langsung ditarik partai politik. Tidak bermaksud su'udzon tetapi benarkah semua dari mereka bergerak karena hati nurani? Apakah yang mereka incar adalah Fame and Glory, or even Money? Semua pasti memiliki alasan yang berbeda-beda, ada yang baik dan buruk, ada yang mementingkan diri sendiri dan pembela kebenaran sejati.

Tapi bukan itu yang ingin gw bicarakan. Sudah cukup dengan semua itu dan hanya akan melelahkan saja jika kita terus mengkritik mereka tapi kita sendiri tak pernah melakukan apa2 untuk menyikapinya. Malah kitalah yang munafik jika demikian.

Mari kita tentukan posisi mahasiswa. Kita asumsikan bahwa semua mahasiswa adalah pembela kebenaran sejati. Sebelum turun ke jalan, kita haruslah tahu posisi kita. Apa yang kita perjuangkan dan untuk apa kita berjuang? Serta, berikutnya sebagai apa kita berjuang?

Tak perlu kita salahkan mahasiswa yang suka demo. Mereka tidak bodoh! Seperti yang sudah gw katakan, apa yang diperjuangkan dan untuk apa berjuang? Mereka yang berdemo pasti memiliki tujuannya masing-masing. Begitu pula dengan mahasiswa yang tidak suka berdemo, mereka mungkin sudah menentukan bagaimana cara mereka berjuang, mempertaruhkan nasibnya.

Everybody's have their own way. Jangan pernah salahkan bagaimana mereka mewujudkan pemikiran mereka. Demo atau tidak? Tidak ada yang salah! Gw sangat kecewa pada orang yang kalo orang gak berdemo, mereka mengatakan, "ahh, lo gak peduli ma rakyat!". Begitu pula dengan mereka yang berkata,"dasar demo mulu, gak ada gunanya tahu!".

Yo! Kita semua punya hak untuk mengekspresikan pemikiran kita! DUlu gw adalah anti-demo dan kadang merasa bahwa demo itu tak berguna. Tapi, gw sadar, gw gak punya hak untuk mencemooh mereka. Mereka punya jalan sendiri, maka gw memilih jalan gw sendiri.

It's not a time to insult each other! We have different way, but one goal! Let us walk together, in our own way!

Itu yang pertama. Kemudian, setelah kita tahu apa yang ingin kita perjuangkan, mari kita tempatkan posisi kita. Apakah kita Kaum Intelektual? Atau kita Pembela Rakyat?

Hati-hati! Menurut gw keduanya tak bisa disatukan! Kaum Intelektual adalah berarti kita adalah pihak yang berusaha melihat kondisi dari semua sisi, pemerintah, rakyat, pedagang dan lain-lain. Karena itulah kaum intelektual, melihat segala sisi secara intelektual. Sedangkan pembela rakyat akan mendukung rakyat secara keseluruhan tanpa peduli hal-hal lain. Mengapa begitu? Karena bagi rakyat, yang penting adalah bisa makan dan hidup untuk hari esok, tidak peduli jika ternyata pada akhirnya negara in hancur, selama rakyat bisa hidup.

Keduanya tak bisa disatukan. Menjadi kaum intelektual berarti tidak boleh hanya mementingkan rakyat, sedangkan menjadi pembela rakyat berarti tidak boleh melihat aspek-aspek lain selain kesejahteraan rakyat. Seorang mahasiswa harus konsisten. Jika memang sudah memilih maka pertahankanlah. j

angan pernah kita menghina pilihan masing-masing! Yang memilih intelektual jangan menganggap pembela rakyat memiliki pemikiran yang tertutup, sedangkan yang memilih membela rakyat jangan menuduh intelektual tidak peduli nasib rakyat. Tak ada yang salah. Semua benar. Intelektual menganut Pareto di mana semua bisa better off tanpa ada yang owrse off, sedangkan Pembela Rakyat menganut Rawlsian di mana yang worse off (miskin) haus better off.

Hanya sekedar perbedaan pandangan, tetapi kita punya satu tujuan, PERBAIKAN! Jangan mencari pembenaran bagi pemikiran kita sendiri! Jangan EGOIS! Dan jangan APATIS! Jangan salahkan mereka, salahkanlah mahasiswa yang tak jelas apakah menjadi Intelektual ato Pembela Rakyat dengan melakukan tindakan anarkis. Intelektual dan Pembela Rakyat menginginkan STABILISASI sementara mereka yang aarkis hanya menciptakan CHAOS!

Jadi, kita sebagai mahasiswa dihadapkan ke dalam pilihan-pilihan. Saatnya bagi kita untuk memilih dan menentukan sikap. Tetapi, jika pada saatnya nati kita telah memilih, jangan mengejek orang yang berseberangan dengan kita. Saat ini pun gw sudah menentukan apa yang gw pilih, dan gw harap tidak ada yang menyalahkan pilihan gw, dan gw takkan menyalahkan pilihan kalian. Kita satukan pandangan kita, tapi lakukan dengan cara yang terbaik menurut kita.

Kita Memang Berbeda dalam Gerakan, tapi Satu dalam Tujuan! Indonesia yang Lebih Baik!
One Vision, Different Motion!

So, which one are you?
Smile Eternally,
Wirapati...

6 Comments:

a said...

saia pengamat roy..!!
hehe

gw setuju sama lo roy
sebenernya terserah mereka juga mau demo di jalan, atau mau teriak-teriak sampai gila.. atau mau belajar dengan baik dan berangan-angan untuk mengubah indonesia di kemudian hari..
tiap orang punya jalan yang berbeda,setiap orang meyakini suatu jalan untuk mencapai yang dia mau, bisa kesuksesan, jabatan, indonesia yang lebih baik, atau apapun yang ada di pikiran orang itu..

Bagus Arya Wirapati said...

Sepakat! Selama yang mereka lakukan tidak justru merugikan negara ini. Contoh: Anarkis

Sham said...

jaman kayak gini sih gak usah mikirin beda pendapat ato beda cara deh. sama aja kayak jaman dulu waktu mau proklamasi, ada kubu soekarno yang cenderung konservatif dan moderat, ada juga kubu pemuda yang ingin segala sesuatu dilakukan dengan cepat. tapi toh kedua pihak itu sama2 punya satu tujuan, indonesia yang merdeka.

jadi ya yang penting cari persamaannya aja lah. asal tujuannya sama, ya satu kubu. gak usah ribut ato malah berantem sama orang2 yang punya satu tujuan. gak penting juga kan gimana caranya, yang penting tujuannya tercapai ato gak. jangan sampe malah pihak luar yang punya tujuan lain manfaatin perbedaan itu untuk memperuncing masalah.

gue? kalo gue sih mahasiswa yang realistis. sadar fisik gak kuat buat demo, dan gak punya cukup otak buat belajar segitunya.hahahaha.

berusaha untuk berkontribusi sebisanya aja.

Anonymous said...

Demo untuk aspirasi boleh. tanpa merugikan orang lain tentunya. mungkin orang akan berpikir bahwa berdemo itu bodoh dan membuang-buang waktu karena pemerintah (yang didemo) yang hendaknya bertindak setengah sebagai pro rakyat sebagian sebagai intelektual sudah lebih condong kepada intelektual. Itulah yang tidak dimengerti rakyat. Mereka berhak berdemo, tetapi lihat dari sisi pemerintah juga dong. Lihat data, lihat kenyataan, dan jangan selalu bergantung kepada pemerintah. Gw juga sebenernya gak mau menyalahkan mereka yang berdemo, tetapi ketika berdemo dengan tidak benar (tidak berdasarkan data) dan hanya menggusung tuntutan dengan embel-embel "inilah tindakan NYATA memperbaiki bangsa dari mahasiswa", ya apa boleh buat mereka dapat imej jelek itu sendiri. Nyata dari mana bung? Lha isinya tuntutan doang. Maksudnya tuntutan nyata mahasiswa? Berkarya, jangan hanya bicara.

Bagus Arya Wirapati said...

Lw salah li.

Seperti yg gw bilang. Pemerintah harus peduli dengan rakyat miskin. Tapi, rakyat miskin boleh aja gak peduli dengan kesulitan pemerintah.

Mengapa? Karena bagi rakyat miskin, yang penting besok mereka bisa makan, gak peduli negara ini ancur apa kagak. Nah, mahasiswa yang membela rakyat hanya akan melihat dari sisi ini saja.

Sedangkan kaum intelektual akan melihat dari semua sisi yang ada. Mereka adalah kaum yang realistis. Menghitung Cost and Benefit. Jadi, mereka idak akan serta merta membela rakyat jika keputusan pemetintah dirasa logis dan merupakan keputusan terbaik dari yang terburuk.

Nah, mahasiswa sekarang terbagi dua. Pembela rakyat dan Intelektual. Jadi, yang manakah lw? Buat gw, gak ada yg salah dari dua-duanya slama tindakan mereka tidak merugikan negara ini. Karena kita punya visi yang sama, tapi mengambil gerakan yang berbeda-beda. Gitu.

Lw milih yg mana?

Tristiani Yogastuti said...

terserah lah selama emang niatnya emang lurus buat bangsa ini.