What Enough for You is at Enough

Hari ini aku berdiskusi dengan dua orang sahabatku. Mereka adalah Aldi dan Shirin (Nama Sebenarnya). Kita pergi ke Solaria Margo City untuk makan siang selagi aku menanti waktu janjianku dengan pembimbing skripsiku dan Shirin menunggu waktu rapatnya.

Pembicaraan kami awalnya hanya seputar ngeceng2in Aldi dengan seorang wanita yang kami 'jodohkan' dengannya. Tetapi, tanpa terasa pembicaraan ini sudah berlanjut jauh hingga masa depan kami. Kami bercerita mengenai Ultimate Goal kami masing-masing di dalam hidup ini. Kami cukup tertarik dengan ultimate goal dari Shirin yang ingin menjadi Social Enterpreneur, seperti Grameen Bank yang dibuat oleh Muhammad Yunus. Kemudian, kami mulai berbicara mengenai bahwa sebelum kita mensejahterakan orang lain, ada baiknya jika kita mensejahterakan diri kita sendiri dahulu. Di sinilah perbincangan yang menarik itu dimulai.

Aku ingin bercerita kawan. Aku punya seorang kawan semasa SD yang boleh dikatakan adalah rival semasa kecilku dalam pendidikan. Seumur hidupku, aku belum pernah mengalahkan dia dalam hal ranking di kelas. Dia selalu memasuki jajaran atas di kelasku sementara aku mengekor di satu ranking di belakangnya. Keberadaannyalah salah satu alasan mengapa aku tak pernah memperoleh ranking satu di sekolah dulu.

Dengan kepandaiannya dan keuletannya tersebut, kita bisa berangan-angan bahwa temanku ini pasti akan masuk universitas terkenal dan mendapatkan pekerjaan yang terkenal. Tetapi, sayangnya kenyataannya berbeda. Setelah lulus SD, kehidupan ekonomi keluarganya membaik dan boleh dikatakan menjadi kaya mendadak. Gaya hidupnya cukup berubah dari yang tadinya adalah seorang pekerja keras yang berusaha meraih prestasi menjadi seorang yang senang bermain-main.

Pada awalnya dia masih memperoleh nilai yang bagus-bagus, tetapi aku mulai dengan mudah mengalahkannya dalam pelajaran. Dia tidak lagi rival berat yang aku hadapi dahulu. Bahkan saat lulus SMA, dia yang diharapkan akan masuk universitas negeri ternama seperti UI atau ITB, ternyata tidak lolos seleksi kuliah tersebut dan akhirnya masuk ke sebuah universitas swasta yang uang pangkalnya saja hampir mencapai seratus juta.

Mengapa bisa jadi seperti ini kawan?

Kami memiliki sebuah pemikiran kami bersama. Bahwa temanku ini, telah meninggalkan dirinya yang dahulu karena dia telah merasa aman dengan kekayaan keluarganya. Dia tidak lagi terpacu dengan segala prestasi yang diimpikannya karena sekarang keluarganya sudah kaya dan tentunya masa depannya terjamin. Dia pun sudah tahu bahwa kalaupun dia tidak masuk universitas negeri, orang tuanya mampu menyekolahkannya di sekolah swasta, bahkan ke jenjang yang lebih tinggi lagi. Dia sudah kehilangan semangat juang yang menjadi ciri khasnya di masa lalu.

Di sinilah letak kuncinya. Orang tuanya menjadi kaya dan mulai memanjakan sang anak dengan kekayaannya itu. Segala yang diinginkannya diberikan, bahkan orang tuanya pun sudah mengiming-iminginya dengan pendidikan tertinggi. Akibatnya, anak tersebut tidak berada dalam kondisi yang tidak pasti seperti sebelumnya, di mana jika dia tidak berprestasi, mungkin dia tidak dapat bersekolah lebih lanjut karena keluarganya tidak mampu membiayainya untuk bersekolah di swasta tanpa beasiswa.

Sehingga, kami berada dalam sebuah kesimpulan: bahwa dalam hidup ini, dalam berkeluarga khususnya, kita harus berhenti pada titik yang disebut 'berkecukupan', tidak peduli sekaya apapun kita. Kita tidak boleh berlebihan dengan kekayaan kita. Karena hal ini terutama berpengaruh pada sang anak. Anak tersebut akan menyadari bahwa keluarganya kaya dan mampu membiayainya apapun yang terjadi. Hal inilah yang salah.

Seorang anak harus dididik memiliki daya juang. Anak tersebut harus dipacu untuk berusaha demi memperoleh sesuatu, bahwa takkan ada yang dia peroleh jika dia tidak berusaha. Mungkin bukan contoh yang baik, tetapi dulu Ayahku menetapkan peraturan, bahwa aku baru boleh memakan Indomie, jika dan hanya jika nilai ulanganku di atas 9 (ketahuilah bahwa sewaktu kecil aku sangat addicted dengan indomie seperti kecanduan). Ini adalah contoh kecil, jika indomie sangatlah berharga bagiku, maka berusahalah untuk memperolehnya.

Seorang anak harus ditanamkan jiwa 'THERE IS NO SUCH A THING AS A FREE LUNCH'. Mereka harus tahu bahwa untuk memperoleh lebih, diperlukan usaha yang lebih. Itulah mengapa kita tidak boleh memanjakan mereka dengan sesuatu yang berlebihan. Kita harus berhenti pada titik yang disebut berkecukupan.

Mungkin aku bukan contoh yang baik, tetapi itulah prinsip yang ditanamkan Ayahku kepadaku, bahwa aku harus berusaha keras demi memperoleh sesuatu yang aku inginkan. Jika aku tidak diterima SPMB waktu itu, aku tidak akan diberikan kesempatan kedua untuk mengikuti SPMB lagi tahun berikutnya dan terjebak di dalam universitas yang aku ragu akan kualitasnya dalam jurusan yang aku ambil. Sejak awal pun, Ayahku sudah mengatakannya dengan jelas bahwa tidak ada biaya untuk kuliah S2 dan S3 walaupun keluargaku sekaya apapun. Aku diharuskan untuk mencarinya sendiri. Itulah yang selalu mendorongku untuk berusaha keras untuk mencapai impianku. Itulah prinsip berkecukupan yang ditanamkan dalam diriku, bahwa apa yang dijanjikan kepadaku adalah sesuatu yang cukup, dan jika aku ingin lebih, aku harus berusaha sendiri. Segalanya dimulai dari hal kecil seperti indomie tadi.

Jadi, kawan-kawan, what enough for you is at enough, berhentilah pada titik CUKUP, selanjutnya biarlah usaha kita sendiri yang membawa kita menuju cita-cita kita.

Do your best!
Wirapati

5 Comments:

Nina Namira said...

keep dreaming on, roy!!!

uang yg di dapet dari margie ditabung buat beli laptop pribadi hasil jerih payah lo sendiri, biar nanti kalo mo brangkat ke princeton udh siap tempur,,oke rooooyyyyy?!

amin yaaahh,, amiiinn,,

Winta said...

wow, nyentil bgt ini tulisan lo roy. Gw sendiri skrg ngerasa gw ini terlalu dimanjain sama segala fasilitas yg bisa gw peroleh.. Semua itu bukannya bikin gw tambah semangat untuk berjuang demi masa depan gw, malah bikin gw tambah males.. Udah lama gw sadar, tapi masih belum mampu untuk mengeluarkan diri dari jurang kemalasan akibat kemudahan yang diberikan untuk gw..

HARUS TERUS SEMANGAT DEMI MASA DEPAN! GAK BOLEH MALESSSSS.. I beg you guys untuk sering2 ngingetin gw kalo kata males kluar dari mulut gw.. FIGHT!

Bagus Arya Wirapati said...

@nabir:
Thanks bir. Mdh2an usaha keras gw bisa membawa gw ke sana. Yah nanti kita lihatlah rezeki gw dari Margie. Tp, yang penting, gw harus bisa menginjakkan kaki dan menuntut ilmu di univ itu. AMIN BANGET. Thanks for the prayer. Lo juga semangat ya dengan segala yg lo impikan,terutama sekarang skripsi lo! SEMANGAT!

@winta:
Iya tul. Gw jg terkadang berpikir begitu. apa yg gw rasakan sekarang gak sebanding sama bokap gw yg kisahnya bisa gak makan di kosan klo uda akhir bulan dan mesti kerja byar bisa tetep pny uang jajan waktu kuliah. bahkan doi waktu masih awal2 kerja di BI ke kantor pake sepatu sendal karena belom bisa beli sepatu.
Itulah yang sangat memicu gw. Betapa kondisi bokap gw lebih buruk daripada gw dan beliau masih bisa menyekolahkan gw sampe lulus S1. Kalau gw gak bisa memperoleh lebih dari beliau, berarti gw nyia2in usaha beliau.

nangro said...

itu bener bgt roy dan guw juga udah ga bisa komen apa" lagi pokoknya semangat dalam menggapai cita-cita jangan pernah menyerah selalulah menjadi pejuang sejati..

Bagus Arya Wirapati said...

@andra:
yoi sepakat banget ndra! ayo kita semangat mencapai cita2. goodluck buat skripsi lo. semoga menjadi Sarjana Sosial yang mabrur!