Love Life

Minggu, 16 Maret 2008, Hari yang menyenangkan..

Hari ini adalah hari pernikahan salah satu asdos favorit gw, yaitu Kak Firman. Pernikahannya diadakan di Bandung. Gw bersama teman2 gw (Uli, Rensus, Agil, Radhi. Icha, Nabir, Sasa) pergi ke Bandung demi menghadiri penikahan tersebut. Sebelumnya, yang berencana ikut sangat banyak. Gw pernah denger sekitar 15-20an. Tapi pada akhirnya cuma tinggal 8 orang yang masih bertahan hidup dengan rencana ini.

Kami pergi naik mobil Innovanya Icha dan dikemudikan oleh Uli. Seharusnya kita pergi dengan 2 mobil di mana mobilnya Icha dikemudikan oleh Bhas dan Uli mengemudikan mobil Accordnya. Tetapi, di last minute, Bhas membatalkan kepergiannya sehingga Uli harus mengendarai Innova Icha yang manual. Semua mobil Uli yang ada di Jakarta Automatic. Bayangkan apa yang terjadi dengan tiba-tiba dia pindah manual. Kagok. Uli yang biasanya kalo abis nyalain mobil langsung jalan, kali ini dia nyari-nyari dulu. Biasalah. Klo auto kan gak ada koplingnya. Mampus lah dia berusaha menginjak2 kopling yang kedaleman (Padahal dia lupa ngemajuin kursinya, makanya kerasa dalem banget tuh kopling).

Hasilnya, dari semula ingin berangkat jam 7, kami baru berangkat jam 9an. Sebelum lepas landas ke Bandung, kami mampir dulu ke Bekasi buat jemput Nabir dan Sasha. Baru kemudian isi bensin di tol. Uda sejauh itu jalan, Uli baru ngomong kalo kakinya uda kejang2 gara2 nginjek kopling yang kedaleman. Pas gw bilang majuin aja kursinya, dia baru inget kalo dia belum majuin kursinya. Wah, payah. Kalo dia tetap berkutat dengan posisi itu, bisa2 kita ditemukan di jalan tol dalam keadaan yang patut dikasihani.

Gw skip aja bagian2 yang lain. Akhirnya kami sampe di nikahannya Kak Firman. Anak2 yang kayaknya uda siap2 gak makan dari pagi langsung aja menghajar semua makanan yang ada. All-You-Can-Eat sihh, tapi gak berarti All-You-Can-Malu2in. Ehm. Sebetulnya yang melakukan itu gw doank sehh. Di sana kita berfoto2 dan bertemu dengan teman-teman lama yang sudah 2 hari tak bertemu, melepas rindu. Setelah puas kami pulang dan shalat di masjid ITB.

Di perjalanan pulang yang penumpangnya nambah satu (Gaffari), Sasha mengatakan sesuatu yang mengagumkan. Dia bilang, "Gw bingung kok orang kayak Roy gak punya pacar, padahal dia kan lucu." Gw berterima kasih sekali anda mengatakan hal yang luar biasa tersebut untuk menghibur gw. Gw tau butuh kekuatan lebih untuk mengatakan itu. Mungkin harus bertapa dulu 40 hari 40 malem untuk mendapatkan kemampuan mengatakan hal tersebut ke gw.

Tetapi, langsung saja gw ingat mengenai kehidupan percintaan gw. Gw memang sudah 19 tahun 2 bulan 4 hari (sampai hari ini) menjomblo. Tapi, gw tau itu bukan salah siapa2. Bukannya gak ada yang mau ama gw (Gw juga meragukan ada yang mau ama gw) tapi emank gw selama ini gak memiliki keinginan untuk mencari pacar.

Selama SD, SMP, SMA, di saat temen2 gw gencar2nya nyari pacar, gw memilih untuk tidak melakukan apa2. Cuma pada saat SMA gw sadar tentang percintaan dan pada akhirnya menyatakan perasaan gw ke seseorang. Semenjak saat itu, gw mulai menyadari akan pentingnya cinta ke seseorang.

Tetapi, pada saat kuliah ini, gw kembali menghapuskan keinginan untuk mencari pacar. Gw melihat teman2 gw yang kadang terkekang harus menemani pacarnya atau apapun itu sampai kadang bingung gimana harus mengerjakan tugas2nya yang menumpuk (baik kepanitiaan maupun kuliah). Mengapa? Karena semenjak gw menginjakkan kaki di kampus perjuangan ini, gw memiliki sebuah mimpi besar. Walaupun tidak harus tapi gw takut dengan berpacaran gw tidak bisa fokus dengan mimpi gw.

Jadi, semua ini memang pilihan gw. I don't give a s**t about trying to find a girlfriend, but, really, I want to have someone that is very important to me. Setidaknya gw mungkin tidak akan mencari pacar saat ini. Kalaupun jika ada pacar yang gw inginkan, gw ingin pacar yang paham kalo gw punya sebuah mimpi. Sehingga, dia memahami gw jika terkadang gw tidak banyak memperhatikannya.

Yah.. Begitulah. Jika sampe saat ini gw masih sendiri, mungkin itu salah gw sendiri. Gw gak begitu menyesalinya koq. Kalo dapet syukur, kalo gak ya gak papa. Living a life with love is very important but love for a living is too much.

Smile Eternally,
Wirapati..

2 Comments:

Sham said...

no, roi.. love for a living is not too much. love is such a strong word.. konsepnya luas.

lu akui ato gak, emang hidup lu karena itu. karena hidup tanpa itu, sama aja kayak lu gak idup.

tapi kalo dalam pengertian pacar, mungkin ada benernya juga sih. kalo menurut lu opportunity cost dari tidak memiliki pacar itu tidak sebanding dengan ambisi lu, brarti lu membuat keputusan yang rasional menurut para ekonom.

hehe.. intinya sih roi, jangan takut dulu sbelom nyoba. emang sih keliatannya banyak bebannya, tapi asik aja sih..

seenggaknya kalo lu punya pacar lu tau siapa yang akan slalu dukung tiap langkah lu untuk mencapai apapun yang pengen lu capai.

Bagus Arya Wirapati said...

yoi mksd gw adlh love for a pacar. Bukan persahabatan ato keluarga yaa.

Gw bukannya takut untuk mencoba mien. Gw bner2 ingin memilikinya. Tp gw pengen org yg mendampingi gw adlh org yg memahami gw. Bahwa gw pny mimpi yg hrs gw raih.

Pacar atau istri adlh tempat untuk berteduh saat kita kesulitan, seperti seorang sahabat sejati. Tp klo pacar ato istri itu tidak mau peduli dengan impian gw, dengan kata lain egois, gw gak mau.

Mksd dr perkataan itu adlh hidup dengan cinta memang benar tapi menjadikan cinta sebagai kehidupan adalah belebihan, sebab kehidupan ini dibentuk dr berbagai aspek, salah satunya adalah MIMPI. Banyak orang yg akhirnya terpuruk karena menjadikan cinta sebagai kehidupannya dan mengabaikan aspek2 kehidupan lainnya. Itu yg gw hindari.

Smile Eternally,
Wirapati..