Sebelumnya mari aku berikan sedikit gambaran umum mengenai pengetahuan yang aku peroleh hari ini. System Dynamic merupakan salah satu dari metode estimasi forecasting untuk data statistika yang sejenis dengan ekonometri. Tetapi, patut diperhatikan bahwa System Dynamic bukanlah bagian dari Ekonometrika, melainkan sebuah disiplin ilmu yang berbeda dalam statistika. Bahkan, hingga saat ini, para ahli Ekonometrika yang mengunggulkan bukti empiris secara matematis masih sering berdebat hebat dengan para ahli System Dynamic yang mengunggulkan bukti autentik kualitatif. Perdebatan ini tidak kalah hebatnya dengan perdebatan antara mazhab Liberalisme dan mazhab Sosialisme, sehingga menjadikan keduanya sebagai instrumen yang terpisah secara metodologi.
Dalam pelatihan hari ini, aku memperhatikan bahwa banyak di antara para peserta di Bank Indonesia, tepatnya di PPSK, yang sangat terbiasa menggunakan ekonometrika, seringkali bertanya pada fasilitator mengenai modelling, sistem persamaan, dan hal-hal yang biasa ditemukan pada ekonometrika. Hal ini cukup menghambat workshop karena para peserta lebih terbiasa dengan ekonometrika yang penuh kuantifikasi dan estimasi, sementara System Dynamic lebih menekankan pada Actual Condition Mimicry. Karena itulah workshop kali ini selesai lebih lama karena pertanyaan-pertanyaan yang bertubi-tubi dari para peserta.
Dari sini, aku mendapatkan sebuah filosofi yang sangat penting, terutama dalam belajar. Yaitu adalah untuk memperhatikan isi kepala kita saat mempelajari sesuatu. Pertama-tama aku akan memberikan sebuah ilustrasi. Seorang pendekar kungfu umumnya menjadi terkenal karena mempelajari beberapa aliran kungfu dan memodifikasinya menjadi alirannya sendiri yang dirasa unggul karena menyerap keunggulan-keunggulan ilmu beladiri lainnya dan membuang kelemahannya, sehingga teramu menjadi sebuah ilmu yang dianggap sempurna. Tetapi, tahukah kalian bahwa untuk mempelajari sebuah kungfu baru, seorang pendekar kungfu harus menghancurkan semua ilmu kungfu lamanya, serta kebiasaan-kebiasaan dalam ilmu kungfu lamanya?
Misal, seorang ahli kungfu ingin menggabungkan aliran keras pada Baji Quan ato Shaolin dengan aliran lembut pada Hakkesho atau Taichi. Baji Quan dan Shaolin yang mengutamakan pada serangan mematikan pada satu serangan pertama memiliki ciri khas yaitu hentakan kaki yang keras untuk menyalurkan berat badan menjadi kekuatan serangan. Sementara Hakkesho dan Taichi yang mengutamakan pada serangan dan pertahanan yang mengalir seperti air memiliki ciri khas hentakan-hentakan lembut berirama. Jika seorang ahli Baji Quan mencoba menguasai ilmu Taichi atau Hakkesho, tanpa melupakan kebiasaannya menghentakkan kaki, maka tidak satu pun ilmu lembut tersebut dapat diserapnya. Bahkan, malah bisa merusak keseimbangan kungfu lamanya.
Untuk itu, sang ahli Baji Quan harus meninggalkan kungfu lamanya dan mulai mempelajari ilmu barunya. Meninggalkan tidak berarti melupakannya sama sekali. Saat seseorang sudah mahir dalam melakukan sesuatu, dalam kondisi lupa sekalipun, tubuh atau ingatan mereka masih mengingat segala kemampuan yang dapat mereka lakukan sebelumnya. Bahkan, dapat disempurnakan oleh ilmu barunya yang telah diserapnya dan terasimilasi dengan baik.
Itulah kunci mempelajari sebuah ilmu baru: Seraplah ilmu baru tersebut tanpa mencampuradukkannya dengan ilmu lama.
Ibarat sebuah gelas yang berisi cairan, kita bisa memasukkan gelas tersebut dengan cairan apapun. Tetapi, saat kita ingin memasukkan cairan baru ke dalam gelas tersebut, perhatikanlah karakteristik dari cairan tersebut. Jika kita ingin memasukkan kopi ke dalam sebuah gelas, jangan kalian campurkan dengan fanta yang mungkin akan merusak rasa kopi tersebut. Jika kita ingin memasukkan fanta ke dalam kopi tersebut, maka kita sebaiknya membuang kopi tersebut dulu baru memasukkan fanta ke dalamnya. Sehingga rasa dari fanta tidak akan terlalu bercampur dengan kopi. Semakin kental sebuah cairan, semakin menempel dia dengan dinding gelas. Sehingga, tidak akan lekang begitu saja saat dibuang. Lain halnya jika kita ingin memasukkan susu ke dalamnya, maka akan tercipta kopi susu yang nikmat. Sehingga, kita tak perlu membuang kopi tersebut.
Hal ini sama dengan perilaku kita dalam belajar. Saat seseorang sudah piawai dalam mempelajari sesuatu dan mencoba mempelajari sesuatu yang berseberangan dengan disiplin ilmunya saat ini, maka dia harus meninggalkan ilmu lamanya terlebih dahulu untuk menyerap ilmu barunya. Jika kita tidak berusaha meninggalkannya, kita akan terus-menerus melontarkan pertanyaan seperti para peserta tersebut, di mana pasti akan menghalangi kita untuk belajar karena perasaan konservatif yang berkecamuk dalam pikiran kita akibat disiplin ilmu lama kita. Akan tetapi, saat sebuah ilmu baru akan melengkapi ilmu lamanya, tak perlu kita lupakan, justru ilmu lama kita tersebut harus diaplikasinya dalam mempelajari hal baru tersebut.
Sebuah ilmu tak bisa dipelajari jika kita tidak membuka pikiran dan diri kita sebesar-besarnya. Jika kita selalu merasa konservatif terhadap disiplin ilmu lama kita. Gelas yang penuh dengan berbagai macam cairan tersebut akan menimbulkan rasa yang aneh, sehingga tidak dapat diminum. Pikiran yang dicampuradukkan dalam mempelajari sesuatu hanya akan merusak disiplin ilmu lama, tanpa menyerap ilmu baru tersebut.
Ilmu itu luas kawan. Tak setiap ilmu mendukung ilmu lainnya. Tetapi, ilmu yang berlawanan sekalipun, jika kita ambil baiknya dan buang buruknya, bisa jadi sebuah disiplin ilmu yang lebih baik. Jangan takut untuk mempelajari hal baru yang berlawanan dengan ilmu lama kita, dan jangan takut untuk meninggalkan ilmu lama kita sejenak, karena mereka takkan hilang begitu saja jika kita memang telah menguasainya. Ini juga sebuah pelajaran bahwa jangan menyebrang disiplin ilmu dulu jika kita belum benar-benar menguasai disiplin ilmu lama kita tersebut. Dengan demikian, kita bisa terus mengembangkan diri kita secara tak terbatas.
Fear not!
Wirapati
0 Comments:
Post a Comment