Sudah lama juga tidak menulis dalam Bahasa
Indonesia untuk blog ini. Aku memang mencoba banyak menggunakan bahasa Inggris
untuk berlatih menggunakan bahasa internasional tersebut mengingat kemampuan
bahasa Inggrisku yang masih kurang. Tapi, khusus kali ini, karena aku ingin
berbicara sesuatu yang sangat erat kaitannya dengan bangsaku, bangsa Indonesia,
maka kutuliskan ini dalam bahasa persatuan kami, bahasa Indonesia.
Aku ingat pernah menemukan pertanyaan yang
dilontarkan oleh seorang teman di kampus tentang “negara”, Temanku ini bertanya
dalam status Facebook-nya, sebuah pertanyaan yang menyangkut UUD 1945 Pasal 34.
“Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara
oleh negara. Siapakah 'Negara' itu?”
Ini adalah pertanyaan yang cukup menarik dan
kurasa setiap orang bisa saja memberikan jawaban yang berbeda dengan perspektif
masing-masing yang berbeda pula. Apakah definisi dari entitas yang disebut
negara ini? Tentunya bukan pemerintah saja bukan? Karena pemerintah adalah
salah satu bagian dari entitas negara. Pertanyaan dapat berlanjut menjadi bagaimana
negara “memelihara” fakir miskin dan anak terlantar ini?
Aku memiliki perspektifku sendiri untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan ini. Entah apakah ada orang lain yang memiliki
perspektif yang sama denganku atau tidak, tapi aku mendapatkan jawaban
sederhana ini dari kontemplasi yang kuperoleh saat mengajar PPKn sewaktu aku
masih menjadi guru sekolah dasar sebagai salah satu Pengajar Muda Gerakan
Indonesia Mengajar. Betapa menariknya bagiku, bahwa jawaban ini bisa dijawab dengan
ilmu yang diajarkan kepada murid sekolah dasar, setidaknya menurut
perspektifku.
Semua definisi ini berawal dari pertanyaan
mendasar, “apakah syarat sebuah negara?”
Syarat sebuah negara adalah memiliki wilayah,
memiliki penduduk, dan memiliki pemerintahan yang berdaulat. Tanpa salah
satunya, maka sebuah entitas tidak dapat dikatakan sebagai sebuah negara (tentu
saja, bayangkan ada negara tanpa salah satu dari ketiganya), Sehingga, melalui
syarat-syarat tersebut yang membentuk keberadaan negara, dapatlah kita
simpulkan bahwa ketiganyalah yang harus memelihara fakir miskin dan anak
terlantar di negara ini berdasarkan konstitusi.
Kita mulai dari pemerintah. Sangat jelas bahwa
di negara manapun, pemerintah berkewajiban untuk menjaga kelangsungan hidup
fakir miskin (tidak membiarkan mereka mati kelaparan atau sakit) dan melakukan
usaha pengentasan kemiskinan. Aku rasa hal ini sangat jelas dan tidak ada
perdebatan apakah perlu pemerintah memberikan dukungan kepada para fakir
miskin. Sebab, negara seliberal Amerika Serikat sekalipun, ternyata tidak kalah
sosialis dengan negara sosialis kebanyakan dalam hal penyantunan orang miskin.
Tidak perlu dijelaskan dengan lebih jauh.
Kemudian, penduduk Indonesia harus memelihara fakir
miskin dan anak terlantar. Dengan kata lain, kita semua, walaupun kita bukan
bagian dari pemerintahan, harus memelihara mereka. Banyak cara yang bisa
dilakukan. Contoh paling sederhananya adalah menyantuni mereka. Mungkin banyak
orang yang memiliki perspektif bahwa menyantuni dengan memberi uang atau barang
tidak efektif, karena hanya berjangka pendek sehingga tidak menyelesaikan masalah. Kalau begitu bisa dilakukan dengan memberikan mereka pekerjaan,
atau pendidikan yang layak agar mereka dapat mandiri di kemudian hari. Namun, kita tidak boleh lupa, definisi penduduk dalam syarat tersebut tidak memiliki batasan tertentu.
Artinya, fakir miskin dan anak terlantar juga termasuk dalam kategori penduduk
tersebut. Dengan kata lain, mereka juga harus memelihara dirinya sendiri.
Mereka juga harus punya semangat untuk mandiri dan melepaskan diri dari
kemiskinan dengan kemampuannya sendiri. Sehingga, mereka tidak boleh hanya
berpangku tangan dan menunggu disuapi oleh orang yang lebih beruntung. Kata penduduk
berlaku bagi semua penduduk Indonesia, tidak terkecuali kaya atau miskin.
Terakhir, wilayah NKRI harus memelihara fakir
miskin dan anak terlantar. Apa artinya? Artinya, seluruh wilayah Indonesia
beserta sumber daya yang berada di dalamnya harus dapat digunakan
sebaik-baiknya untuk kepentingan rakyatnya, termasuk fakir miskin dan anak
terlantar. Sehingga, seharusnya sumber daya alam, mineral, energi dan lainnya harusnya
dapat diakses dengan mudah termasuk oleh para fakir miskin dan anak terlantar.
Inilah yang seringkali dilupakan oleh pemerintah. Banyak kendala kemiskinan di
negara ini sebenarnya berasal dari masalah yang disebut “akses”. Banyak orang
miskin yang tidak memliki akses yang mudah terhadap bahan makanan bernutrisi.
Banyak orang miskin yang tidak memiliki akses yang mudah kepada lapangan kerja
atau untuk membuka usaha. Banyak pedesaan yang belum terakses terhadap listrik
atau telekomunikasi. Justru syarat pertama dari sebuah negara adalah pemegang
kunci dasar pengentasan kemiskinan yang banyak terlupakan oleh banyak orang.
Akses tidak harus berupa penyediaan secara
gratis. BIsa dilakukan dengan penyediaan dalam harga yang murah, diimbangi
dengan akses terhadap mata pencaharian yang memadai atau pendidikan yang memadai untuk mengolahnya. Untuk dapat mengoperasikan
“wilayah” agar dapat memelihara fakir miskin, diperlukan usaha dan kerja sama
dari dua syarat lainnya, yaitu adalah pemerintah dan penduduk. Oleh karena itu,
penting bagi pemerintah dan penduduk, tidak terkecuali fakir miskin itu
sendiri, untuk menyediakan atau minimal mempermudah akses bagi fakir miskin dan
anak terlantar untuk mengakses sumber daya yang ada dalam NKRI. Sehingga, "wilayah" tidak seakan hanya dimiliki oleh segelintir orang saja.
Kesimpulannya, mengatasi masalah kemiskinan, serta memelihara para
fakir miskin dan anak terlantar di Indonesia adalah tugas bagi seluruh isi dari
negara Indonesia, terutama seluruh warga negara Indonesia, tanpa terkecuali.
Percuma jika pemerintah dan penduduk lainnya berusaha mengentaskan kemiskinan,
tetapi orang-orang miskin tidak memiliki keinginan dan turut berusaha
mengeluarkan dirinya sendiri dari kemiskinan. Juga sebaliknya, percuma jika
orang miskin membanting tulang memperbaiki kualitas hidupnya tetapi tidak
didukung atau lebih parahnya lagi jika dihambat oleh pemerintah dan penduduk
lainnya, karena ingin menguasai sumber daya yang ada di wilayah Indonesia bagi
dirinya sendiri. Semua harus memiliki kesadaran untuk turut berpartisipasi
tanpa terkecuali. Itulah makna sebenarnya dari berbangsa dan bernegara.
Salam,
Wirapati
Wirapati
1 Comments:
sudut pandang yang bagus dan menginspirasi.
Post a Comment