Membuka Kembali Luka Lama

Lama tidak berjumpa, kawan. Akhir-akhir ini aku cukup sibuk dengan berbagai macam hal seperti melamar pekerjaan, membuat paper, membantu pekerjaan dosenku, dan lain-lain, jadi postinganku sempat berhenti sesaat. Kali ini aku kembali posting mengenai sebuah analogi yang kudapat saat iseng-iseng berdiskusi dengan ayahku.

Kalian pasti mengenal sebuah ungkapan "membuka kembali luka lama". Luka dalam hal ini tidak berarti luka fisik seperti memar, berdarah atau lainnya. Luka ini merupakan luka dalam batin kita yang memberikan tekanan terhadap perasaan dan hati kita. Pengalaman buruk dapat menimbulkan luka dalam hati kita, yang membuat kita menjadi takut, atau sedih, atau marah saat mengingatnya kembali. Inilah luka yang kumaksud.

Kebanyakan orang berusaha untuk tidak lagi mengingat luka ini, karena mereka takut untuk "membuka kembali luka lama". Mereka takut karena saat mereka mengingatnya kembali, mereka akan kembali sedih, marah atau takut akan ingatan yang tersimpan jauh di dalam hati mereka itu. Mereka melupakannya, terkadang tanpa berusaha mengetahui jawaban dari luka dalam hati mereka tersebut.

Sebenarnya, terkadang kita salah jika kita berusaha untuk menguburnya dalam ingatan kita, agar kita tidak mengingatnya kembali. Terkadang, kita harus membuka kembali luka tersebut untuk dapat menyembuhkannya. Dalam medis sekali pun, terkadang para tim medis berusaha untuk membuka luka tersebut kembali untuk mengetahui penyebab atau untuk menyembuhkan luka tersebut agar dapat sembuh tanpa bekas.

Hal yang sama sebaiknya kita lakukan. Mengapa kita harus takut terhadap masa lalu? Kita harus membukan kembali luka tersebut dan mencari jawaban atas segala kegundahan kita terhadap masa lalu kita tersebut. Kita harus merenungi apa yang telah terjadi di masa lalu, walaupun hal tersebut dapat mengingatkan kita terhadap sebuah kenangan buruk. Kita harus berani. Tanpa melakukan itu, kita akan terus dibayangi oleh kenangan masa lampau tersebut dan kita mungkin akan semakin menderita saat kita berusaha melupakannya.

Jangan pernah takut pada masa lalu, kawan. Hadapilah masa lalu dengan berani dan pandanglah masa depan. Kita takkan pernah maju jika kita hanya berusaha untuk menutupi luka lama tersebut tanpa berusaha menyembuhkannya. You can never move on, if you cannot even heal your wound in the past.

Smile eternally,
Wirapati

The Choice Called Destiny

People tends to blame destiny. I acknowledge that. When we finally falls to poverty, we blame destiny. When someone we love gone, we blame destiny. When we failed on something, we blame destiny. Destiny is all at fault. We never try to see it clearly, that we're not destined to be, not until we destined ourselves.

Does someone being destined to be poor? Does someone being destined to fail? Does someone being destined to be nothing at all in this world? Do I destined to be those way?

If yes, then I don't accept it!

I want to break through al of this crap we call destiny. It's not destiny at all, not a single piece of it. Destiny is not a matter of chance, it is a choice. It is not a thing we have to wait for. Destiny is to achieve. If human are helpless with their destiny, then there is no point God creates us as an able creature. Then. we are not more than just a doll, living only for dying, with the role that has been decided long ago before our birth.

It's not like that.

I believe that life is a big, long, branched river. The river has a lot of branches, with their own stream, river rocks and shape. There are branches which stream is calm, and there with swift, dangerous stream able to sink anything across it. There are branches with challenges as river rocks. And there are branches which just straight and there are curvaceous type.

Just like life, there times when you live peacefully, and there are times when it become harsh. There are time where challenges are ahead, and there are times when you can't even jusr go straight to what you want. It is your choice that made you your life. Which branches do you pick? Which do you want to go? If you choose to follow your dream, there might challenges ahead of you. But, you choose yourself whether you want to overcome it or not.

But, in the end, the stream will end to the same goal, the sea. I think it is something that God has decided for human being: The Sea, or what we call as Death. This is a destiny that you cannot shape. You cannot cheat death, nor you can runaway from it. That's why while trasversing all of those stream, you must make choices so that when you arrive at the sea, there are no regrets on your life, therefore you can set sail peacefully.

Do not blame destiny, friends. Your choice shape your own destiny. When you failed on something, it is something you have chosen. Maybe you're struggle is not enough, or maybe you're not even trying. You can choose to break through poverty. You can choose everything. And that is your destiny. It is not one static thing, it is something really dynamic that you can even shape it yourself.

Now, achieve your destiny, mate!
Wirapati

A Life for Economist

Setiap disiplin ilmu pasti memiliki profesinya masing. Tapi sejak dahulu kala, ada sebuah profesi yang menarik perhatianku selain profesi dokter (aku sempat ingin menjadi internist spesialis diabetes karena sekeluargaku mengidap diabetes). Profesi itu adalah profesi yang kuanggap sebagai profesi paling berani di dunia.

Mereka tidak mengangkat senapan dan bayonet. Mereka tidak menumpahkan darah manusia lain. Mereka tidak mati demi negara. Tetapi, mereka hidup demi negara ini. Mereka adalah PARA EKONOM.

Apakah yang mendasari pemikiranku ini?

Ekonom tidak berbeda dengan para ilmuwan. Mereka sama-sama melakukan penelitian. Mereka sama-sama berkutat dengan persamaan matematika yang rumit, dengan segala rumus kalkulus dan mekanika kuantum yang sulit dimengerti. Mereka sama-sama memeras otak demi kemajuan umat manusia.

Tetapi, ada satu yang membedakan ekonom dengan para ilmuwan: Mereka hidup dalam kondisi yang disebut KETIDAKPASTIAN. Tidak ada sesuatu yang pasti dalam ilmu ekonomi. Setiap penelitiannya selalu menggantungkan diri pada asumsi, asumsi-asumsi yang juga tidak pasti. Hasil penelitiannya pun tidak pasti bekerja 100% seperti yang diperhitungkan.

Tidak hanya itu. Kondisi perekonomian pun selalu pada kondisi yang tidak pasti. Semua dipengaruhi oleh ekspektasi. Hari ini perekonomian baik, besok bisa saja terjadi krisis. Hari ini harga barang turun, besok bisa saja terjadi hyperinflation. Tidak ada yang pasti dalam ekonomi. Semua berada dalam ketidakpastian.

Tetapi, para ekonom adalah sekelompok cendekiawan yang memutuskan untuk hidup dalam ketidakpastian itu, hidup dalam sesuatu yang tidak bisa dijelaskan murni secara verbal, maupun matematis. Profesi mereka pun tidak berlimpah ruah dengan uang, tidak bergaji besar, dan juga tidak memiliki banyak kesempatan untuk melakukan korupsi. Itulah mengapa jurusan Ilmu Ekonomi tidak sepopuler jurusan Manajemen dan Akuntansi, sebab keduanya memberikan pengembalian gaji yang lebih besar dibandingkan lulusan Ilmu Ekonomi yang menjadi ekonom. Tidak banyak juga lulusan Ilmu Ekonomi yang tidak menjadi ekonom sebab masih banyak pekerjaan lain yang berpenghasilan lebih tinggi. Memang ekonom tidaklah sepopuler manajer sebuah perusahaan Big 5.

Tetapi, mereka adalah sekumpulan orang-orang yang visioner, yang berpikir semata-mata demi negara ini, walau tak sedikit pula di antara mereka yang menyeleweng menjadi perompak bagi negaranya. Mereka adalah golongan yang selalu melihat ke depan, memprediksikan sebuah rangkaian kejadian, hanya dengan bermodalkan teori dan napak tilas masa lampau, berpikir 2-3 langkah lebih jauh dari penduduk negara lainnya, bahkan terkadang lebih jauh selangkah dari pemimpin tertinggi sebuah negara.

Mereka adalah orang-orang yang dipersalahkan, saat terjadi krisis di sebuah negara, saat perbankan dilanda kepanikan, saat uang simpanan masyarakat di perbankan tak dapat dikembalikan, saat harga-harga naik, dan saat kehidupan masyarakat dilanda kemiskinan. Merekalah yang dipersalahkan, walau bukan sepenuhnya kesalahan mereka, walau mereka sudah berusaha dengan baik, tetapi memang malapetaka tak dapat diprediksi.

Mereka yang meletakkan batu pertama fondasi perekonomian bangsa, dan mereka pula yang disalahkan karena dua puluh tahun kemudian perekonomian memburuk. Padahal, semasa mereka menjabat, perekonomian tumbuh dengan baik. Banyak yang menyalahkan mereka, karena tidak mampu melanjutkan visi yang mereka bangun karena terpojok oleh kepentingan politik pihak tertentu.

Mereka yang disalahkan, selalu mereka yang disalahkan. Tetapi, mereka adalah sekelompok para pemberani. Mereka rela menjadi pihak yang dipersalahkan, semata-mata karena mereka ingin mengabdi bagi negara ini, tidak peduli apakah mereka dicaci. Mereka rela dicoreng namanya, selama Tuhan tidak mencoreng amal dan ibadah mereka. Tetapi, hanya sedikit dari para ekonom yang secara sejati menjadi ekonom sepenuhnya, yang memiliki visi jangka panjang demi negeri ini. Banyak di antara mereka yang mencoreng hidupnya dengan korupsi dan kepentingan politis yang menyengsarakan rakyatnya.

Aku bukanlah seorang ekonom, atau mungkin belum menjadi seorang ekonom. Aku ingin menjadi ekonom, karena aku mengagumi keberanian dan kerelaan mereka untuk hidup dalam ketidakpastian dan kambing hitam. Merekalah para pemberani, yang jasanya sering kali dilupakan.

Merekalah PARA EKONOM.

Wirapati

The Glass in Our Heart







Hati itu seperti gelas kawan, menampung segala perasaan kita, tetapi akan tumpah jika kita terlalu banyak menyimpannya.

Hati itu seperti gelas kawan, tidak hanya menampung satu cairan saja, tetapi dapat menampung cairan perasaan sahabat-sahabat kita.

Hati itu seperti gelas kawan, masukkanlah segala amarah dan emosimu, dan kau akan merasakan betapa gelas hatimu menjadi begitu panas.

Hati itu seperti gelas kawan, simpanlah segala kesedihan dan tangismu, maka kau akan menyentuh rasa dingin yang menusuk pada gelas hatimu.

Hati itu seperti gelas kawan, sangat padat dan kokoh, tetapi dapat hancur berkeping-keping.

Hati itu seperti gelas kawan, saat dia pecah berkeping-keping, terkadang ada baiknya dibiarkan, daripada kita terluka saat mencoba memperbaikinya.

Hati itu laksana gelas. Hanya mereka yang memiliki yang berhati besar, yang mampu menampung segala ledakan perasaan yang berkecamuk. Hanya mereka yang berhati lapang, yang mampu menerima keluh kesah serta kebahagiaan kawannya. Hanya mereka yang berhati keras, yang mampu menahan panas dan dinginnya letupan emosi dalam jiwa. Hanya mereka yang berhati kokoh, yang tidak mudah patah hati.

Tetapi hanya mereka yang berjiwa besar, yang rela menyatukan kembali pecahan hatinya, seberapa terluka dan sakitnya dirinya, saat memperbaikinya.

Wirapati

A Little Alteration

Whoaa.. Somehow I want to write it in English. So, why not?

In this post I would like to change something. I found it that I'm doing something wrong right now. Yeah, something really, really wrong. Real thanks to my parents and my best friends, especially Winta from her last comment, for making me realize how wrong I am.

Yeah, I was wrong for mixing things like dreams and love. I'm trying to fulfill my dream for someday so that I could get love. I realize that it was completely wrong. It is against my principle, that a woman that will accompany me someday, should be the woman who accept me the way I am, with my current advantages and disadvantages. A woman that I get that way, is not the woman that I really want. Yes, my bad. It is my biggest mistake.

Moreover, mixing up dreams with love is also a great mistake. I never wanted to do that. I just want to chase my dream, and keep chasing it, no matter if I will find my love or not in the process. That is me, the real me in the past, who try to chase my own dreams regardless of anything.

This time, I try to alter it all. I'm going to chase my dream, only my dream. And I try to open up my eyes, just in case that maybe I'm just too closed minded. I almost forgot about one of my favorite philosophy: Preoccupied by a single leaf, you can't see the tree. Preoccupied by a single tree, you can't see the forest. Preoccupied by a single forest, you can't see the whole earth. Preoccupied by the earth, you can't see the universe. Preoccupied by the universe, you forget the life.

I will try to return to my original self, completely, not the false one I'm trying to be after all this time. I was trying to be someone, but forget to be myself. It was my bad. But, there's no point of regretting. I'll change myself!

Smile eternally,
Wirapati

Glad that I'm back to the Way I am!!

Seperti yang telah kukatakan sebelumnya, aku telah kembali menjadi aku yang dulu sewaktu mahasiswa baru. Seperti apakah aku yang dulu?

Jadi, sewaktu SMA aku menyukai seseorang di kelasku. Selama 2 tahun aku terus memperhatikannya dan sampai aku hampir lulus, aku masih belum mengatakan apa2 mengenai perasaanku. Sampai pada akhirnya, menjelang UAN, karena tidak tahan lagi menahannya, aku mengatakannya. Dan akhirnya aku.... DITOLAK!!

Memang hal yang sangat bodoh melakukan itu di saat kita akan menghadapi UAN dan SPMB. Bagaimana jika tiba-tiba kita down? Untungnya, entah mengapa, aku tidak down saat itu. Aku malah bersemangat. Aku bersumpah pada diriku sendiri bahwa aku akan berusaha keras, lulus SMA dengan nilai yang sangat baik, kemudian diterima di perguruan tinggi terbaik. Hanya demi wanita itu. Hanya demi membuat diriku pantas bagi wanita itu.

Seiring dengan berjalannya waktu, ternyata wanita itu sudah jadian dengan pria lain, tanpa aku sempat untuk mengatakannya lagi. Dan ajaibnya, ternyata aku masih tetap tidak terlalu terpengaruh. Di dalam kepalaku hanya ada sebuah tujuan untuk meraih impianku, dengan meninggalkan love life untuk sementara. Teman-teman kuliahku pasti tahu bahwa sewaktu Maba aku sama sekali tidak tertarik untuk mencari pacar, walaupun aku JSL (Jomblo Sejak Lahir). Ya, aku hanya tahu meraih impianku.

Sampai akhirnya aku menjadi Project Officer dari sebuah acara dan secara tidak sengaja bertemu dengan seorang wanita, yang anehnya aku jatuh cinta pada pandangan pertama (actually, I don't believe in love in the first sight, but, the fact is I did fallen in love in the first sight). Penyakit lamaku muncul lagi. Aku tidak berani melakukan apa-apa selama 1,5 tahun dan terus hanya memperhatikan dia saja selama itu. Sampai akhirnya aku menyatakan perasaanku di saat aku mengerjakan skripsi (another penyakit lama, kenapa harus melakukan hal seperti ini di waktu-waktu yang krusial, sih) di mana deadline hanya tinggal 1,5 bulan lagi. Dan sekali lagi, sang wanita tidak memiliki perasaan apa-apa terhadap diriku (tampaknya emang nasib dan tabiatku).

Tapi, yang kali ini berbeda. Aku tidak seperti dulu yang semakin semangat. Kali ini aku down. Aku benar-benar kehilangan semangat untuk melakukan apa-apa. Sampai aku lupa mengerjakan skripsiku untuk sementara.

Sampai akhirnya seorang juniorku menyadarkanku, bahwa aku harus kembali menjadi Roy yang dulu, yang mengejar cita-citanya, bukan hanya sekedar cintanya. Saat itulah aku sadar, bahwa aku menanggapi ini semua dengan salah. Aku yang sekarang memang tidak pantas untuk wanita itu, sedikitpun tidak pantas. Aku bukan pria yang tampan, aku tidak pintar, tidak berkelakuan terlalu baik, tidak berprestasi, dan lain-lain. Ya, aku tidak memiliki kelebihan yang aku bisa banggakan. Aku memang tidak pantas memiliki wanita itu, yang aku anggap sempurna.

Karena itulah, aku akan kembali mengejar impianku saja. Aku akan membuat diriku pantas baginya. Aku akan meraih segalanya, memperbaiki diriku dan terus menunggunya sampai aku pantas baginya. Kalian boleh berkata aku bodoh, menunggu seseorang yang tidak menungguku. Tapi, aku tahu, bahwa aku tidak bisa mencintai lebih dari ini. Aku mendedikasikan seluruh impianku, tidak hanya untuk keluargaku dan sahabatku, tetapi juga untuknya, yang menjadi alasan mengapa aku masih berdiri hingga saat ini.

I'll make myself worthy for her! And I know, that it is in the end of my dreams!

Working on a dream!
Wirapati

Happy 100th Post!! Back to Fundamental

Hai kawan!! Tak terasa sudah satu tahun blog ini kubentuk dan telah banyak yang kuceritakan kepada kalian. Kali ini aku merayakan POSTING KE-100 DARI PERKAMEN SANG PEMIMPI!!!

Let us look back for a while to the past this time.

Sudah 21 tahun aku hidup dengan segala mimpi-mimpiku. Jika kita lihat ke belakang, betapa bersyukurnya aku dengan segala keberhasilan dan kegagalan yang telah aku peroleh, karena saat berkat semua itu, aku berdiri di sini saat ini.

Lima tahun yang lalu adalah masa-masa di mana aku memutuskan untuk mengikuti kelas akselerasi, yang cukup dihindari oleh sebagian besar siswa SMA saat itu, karena dikatakan mengurangi kenikmatan masa muda kita. Dengan susah payah, usaha di sana-sini, aku berhasil melalui kelas akselerasi tersebut hingga lulus, walau beberapa kali terancam terdegradasi dari kelas ini karena nilaiku yang cukup pas-pasan. Tidak seperti yang dikatakan orang-orang, bahwa kelas ini mengurangi kenikmatan masa muda, ternyata kelas ini memaksimalkan kesenangan masa mudaku. Aku belajar banyak tentang persahabatan. kelasku yang hanya berjumlah 12 orang ini membuatku paham akan arti persahabatan. Karena kami tidak mau terpisah satu sama lain, kami berusaha sebisa mungkin untuk tetap saling mendukung dan dengan segala cara meningkatkan nilai teman-teman kami. Kami berusaha untuk saling mengisi satu sama lain, dalam kelebihan dan kelemahan masing-masing, dan kami berhasil menjadi kelas akselerasi pertama di Labschool Kebayoran yang tidak satupun muridnya terdegradasi.

Lulus dari SMA yang cukup singkat itu, aku berhasil lolos SPMB dan menjadi mahasiswa Ilmu Ekonomi FEUI. Di sinilah terjaid banyak sekali FATED ENCOUNTERS. Aku bertemu dengan sahabat-sahabat baru, orang-orang yang berjuang bersamaku semenjak aku masih mahasiswa baru, baik dalam akademis maupun dalam organisasi. Sekali lagi, aku memasuki sebuah lingkungan yang kecil seperti waktu SMA, karena Ilmu Ekonomi dibandingkan jurusan lain yang berjumlah 400 orang di FEUI, kami hanya berjumlah 70 orang saja, Itulah mengapa kami lebih solid dibandingkan jurusan lain.

Aku terutama bersyukur karena mereka semua adalah partner kerjaku dalam organisasi yang sangat dapat diandalkan. Saat aku menjadi Project Officer (PO) dari sebuah internasional conference yang bernama Economix, aku sejak awal telah mengajak mereka menjadi timku. Aku menjadikan Economix sebagai simulasiku untuk bekerja bersama mereka semua di masa depan, mungkin di kabinet nantinya (Amin!). Dan aku sangat menikmatinya! Mereka semua orang-orang yang hebat. Orang-orang yang berdedikasi tinggi terhadap pekerjaannya dan merekalah yang menunjukkan kepadaku tentang arti dari kepemimpinan. Aku tak pernah menyesal bertemu dengan orang-orang sehebat ini. In fact, aku bahkan bersyukur telah masuk kelas akselerasi di mana aku berhasil menjadi bagian dari IE 2006, sehingga aku dapat bertemu dan bersahabat dengan mereka. Jika dulu aku memutuskan untuk tidak masuk kelas akselerasi, mungkin aku sama sekali tidak lolos SPMB dan terjebak entah di universitas mana, tanpa berkesempatan untuk bertemu dengan orang-orang hebat ini.

Aku juga pernah mengalami kegagalan. Aku gagal menjadi asisten dosen di kampusku hanya karena IPK-ku yang kurang 0,05 padahal aku lulus semua mata kuliah tanpa mengulang dan mencuci nilai. Hal ini menjadi kekecewaan tersendiri bagi diriku yang tidak pernah mempedulikan IPK dan menyesal mengapa IPK-ku bahkan tidak cukup untuk membuatku menjadi asdos yang sangat kuinginkan. Aku sempat kesal dan menyimpan dendam pada diriku sendiri, tetapi tak disangka ternyata Tuhan berkehendak lain terhadap hidupku.

Saat itulah aku bertemu dengan Prof. Suahasil Nazara, Ketua Departemen IE yang baru yang kemudian menjadi pembimbing skripsiku. Di antara semua orang yang mentertawakan topik skripsiku yang dianggap absurd, ternyata hanya beliaulah yang mempercayaiku dan dengan semangat membimbingku. Dengan segala kesibukanku sebagai Sekretaris Umum HMJ, Kanopi FEUI, aku terus mendapat dukungan dari Prof. Suahasil dan terus mengembangkan topik skripsiku. Walaupun dalam perjalanannya, aku sempat ditertawakan oleh Prof. Ali Wardhana mengenai topikku, aku terus percaya dengan Prof. Suahasil, dan akhirnya, aku berhasil menyelesaikan skripsi ini.

Kalian tahu di mana titik terangnya kawan? Dengan tidak diterimanya aku menjadi asisten dosen, ternyata aku dapat mengerjakan skripsiku dengan lebih fokus. Aku dapat dengan mudah membagi waktuku antara organisasi dan skripsi dan menyelesaikan skripsiku hanya dalam sat bulan saja. Alhasil, aku lulus lebih cepat, hal yang sedikit kusesali karena harus kehilangan kampus tercinta lebih cepat, tetapi sangat banyak kusyukuri karena aku telah membuktikan beberapa hal. Aku sangat senang. Bahkan di saat-saat akhir pembuatan skripsiku, aku diperintahkan oleh Prof. Suahasil untuk membuat essay mengenai skripsiku. Aku pun membuat essay seperti yang diperintahkan dan pada saat kuberikan kepada Prof. Suahasil, beliau berkata bahwa kami, Prof. Suahasil dan aku, akan bekerja bersama untuk mengembangkan essay ini dengan aku sebagai first author, untuk kemudian dipublish di jurnal internasional.

Aku sangat senang. Kegagalanku untuk menjadi asdos membawaku ke tempat ini. Aku mengikuti kepercayaanku semenjak mahasiswa baru untuk membuat topik skripsi ini, yang banyak ditertawakan orang, dengan memanfaatkan kegagalanku menjadi asdos sebagai waktu luang untuk menyelesaikan skripsi ini. Dan sekarang aku memiliki kesempatan untuk menyebarkan ideku kepada orang banyak. Memang belum tentu berhasil, tetapi aku percaya dengan bimbingan Prof. Suahasil, aku memiliki kesempatan, sekecil apapun. Aku percaya bahwa ini adalah kesempatanku, mungkin yang terakhir. Mungkin inilah hikmah kegagalanku menjadi asdos.

Aku akan memperjuangkan hal ini, demi semua mimpi-mimpiku. Aku akan kembali pada diriku yang dulu, Seorang pemimpi yang berjuang semata-mata demi mimpi. Aku akan mengerahkan seluruh energiku untuk hal ini selama 1,5 tahun ke depan. Aku tidak tahu akan berhasil atau tidak, tapi it is worth trying for, in fact dying for.

Now, in this golden post of 100th post, I announce that I have returned to the me in the past, a dreamer who chase dream to the fullest. i hope that all of you would support me 'til the end. Cuz, I can be strong that's thanks to all of you. I never forget the very reason why am I standing, yes, I never forget. I hope that in the end of this road, I'll find her.


DREAM ON!
Wirapati

The Power of the Dream

Lagi-lagi ada lagu yang menyentil hatiku. Lagu ini dinyanyikan oleh Paragita pada saat wisuda yang lalu. Saat lagu ini dilantunkan, hatiku benar-benar bergetar dan aku hampir menangis mendengarkannya karena lagu ini telah menunjukkan isi hatiku sepenuhnya. Sebenarnya ini lagu lama yang sudah hampir kulupakan, tetapi Paragita telah sukses menghidupkannya kembali di hatiku.

Berikut ini adalah lagunya. Klik aja link di bawah. Dengarkan dan resapilah, aku juga akan melampirkan liriknya yang membara itu.

Deep within each heart
There lies a magic spark
That lights the fire of our imagination
And since the dawn of man
The strenght of just "I can"
Has brought together people of all nations

There’s nothing ordinary
In the living of each day
There’s a special part
Every one of us will play

Feel the flame forever burn
Teaching lessons we must learn
To bring us closer to the power of the dream
As the world gives us its best
To stand apart from all the rest
It is the power of the dream that brings us here

Your mind will take you far
The rest is just pure heart
You’ll find your fate is all your own creation
Every boy and girl
As they come into this world
They bring the gift of hope and inspiration

Feel the flame forever burn
Teaching lessons we must learn
To bring us closer to the power of the dream
The world unites in hope and peace
We pray that it will always be
It is the power of the dream that brings us here

There’s so much strength in all of us
Every woman child and man
It’s the moment that you think you can’t
You’ll discover that you can

Feel the flame forever burn
Teaching lessons we must learn
To bring us closer to the power of the dream
The world unites in hope and peace
We pray that it will always be
It is the power of the dream that brings us here

Feel the flame forever burn
Teaching lessons we must learn
To bring us closer to the power of the dream
The world unites in hope and peace
We pray that it will always be
It is the power of the dream that brings us

The power of the dream
The faith in things unseen
The courage to embrace your fear
No matter where you are
To reach for your own star
To realize the power of the dream
To realize the power of the dream

Lagu ini sangat menyentuh hatiku karena satu hal, yaitu adalah betapa hanya kekuatan mimpi yang telah membawaku hingga saat ini. Aku bukan orang yang pintar, aku bukan orang yang percaya diri dan multitalented. Aku hanya seorang anak manusia biasa, yang dilahirkan dengan kemampuan terbatas, selain kekuatan untuk bermimpiku yang mungkin tak terbatas. Dan hanya dengan kekuatan mimpi itu saja, tanpa keahlian lain, aku telah berada di sini, walau impianku masih sangat jauh.

Karena itu kawan, jangan pernah menyerah dengan mimpi kalian. Ketahuilah bahwa dunia ini takkan menarik tanpa impian dan harapan. Lebih dari itu, orang sepertiku pasti akan mati tanpa impian dan harapan. Kejarlah selalu impian kalian, dan percayalah bahwa hal itu bisa dicapai.

DREAM BIG!! Cuz, if you don't dream big, what's the use in dreaming? And if you don't have faith, there's nothing worth believing!

The Power of the Dreams Brings Me Here....

Dream Big!
Wirapati

What Enough for You is at Enough

Hari ini aku berdiskusi dengan dua orang sahabatku. Mereka adalah Aldi dan Shirin (Nama Sebenarnya). Kita pergi ke Solaria Margo City untuk makan siang selagi aku menanti waktu janjianku dengan pembimbing skripsiku dan Shirin menunggu waktu rapatnya.

Pembicaraan kami awalnya hanya seputar ngeceng2in Aldi dengan seorang wanita yang kami 'jodohkan' dengannya. Tetapi, tanpa terasa pembicaraan ini sudah berlanjut jauh hingga masa depan kami. Kami bercerita mengenai Ultimate Goal kami masing-masing di dalam hidup ini. Kami cukup tertarik dengan ultimate goal dari Shirin yang ingin menjadi Social Enterpreneur, seperti Grameen Bank yang dibuat oleh Muhammad Yunus. Kemudian, kami mulai berbicara mengenai bahwa sebelum kita mensejahterakan orang lain, ada baiknya jika kita mensejahterakan diri kita sendiri dahulu. Di sinilah perbincangan yang menarik itu dimulai.

Aku ingin bercerita kawan. Aku punya seorang kawan semasa SD yang boleh dikatakan adalah rival semasa kecilku dalam pendidikan. Seumur hidupku, aku belum pernah mengalahkan dia dalam hal ranking di kelas. Dia selalu memasuki jajaran atas di kelasku sementara aku mengekor di satu ranking di belakangnya. Keberadaannyalah salah satu alasan mengapa aku tak pernah memperoleh ranking satu di sekolah dulu.

Dengan kepandaiannya dan keuletannya tersebut, kita bisa berangan-angan bahwa temanku ini pasti akan masuk universitas terkenal dan mendapatkan pekerjaan yang terkenal. Tetapi, sayangnya kenyataannya berbeda. Setelah lulus SD, kehidupan ekonomi keluarganya membaik dan boleh dikatakan menjadi kaya mendadak. Gaya hidupnya cukup berubah dari yang tadinya adalah seorang pekerja keras yang berusaha meraih prestasi menjadi seorang yang senang bermain-main.

Pada awalnya dia masih memperoleh nilai yang bagus-bagus, tetapi aku mulai dengan mudah mengalahkannya dalam pelajaran. Dia tidak lagi rival berat yang aku hadapi dahulu. Bahkan saat lulus SMA, dia yang diharapkan akan masuk universitas negeri ternama seperti UI atau ITB, ternyata tidak lolos seleksi kuliah tersebut dan akhirnya masuk ke sebuah universitas swasta yang uang pangkalnya saja hampir mencapai seratus juta.

Mengapa bisa jadi seperti ini kawan?

Kami memiliki sebuah pemikiran kami bersama. Bahwa temanku ini, telah meninggalkan dirinya yang dahulu karena dia telah merasa aman dengan kekayaan keluarganya. Dia tidak lagi terpacu dengan segala prestasi yang diimpikannya karena sekarang keluarganya sudah kaya dan tentunya masa depannya terjamin. Dia pun sudah tahu bahwa kalaupun dia tidak masuk universitas negeri, orang tuanya mampu menyekolahkannya di sekolah swasta, bahkan ke jenjang yang lebih tinggi lagi. Dia sudah kehilangan semangat juang yang menjadi ciri khasnya di masa lalu.

Di sinilah letak kuncinya. Orang tuanya menjadi kaya dan mulai memanjakan sang anak dengan kekayaannya itu. Segala yang diinginkannya diberikan, bahkan orang tuanya pun sudah mengiming-iminginya dengan pendidikan tertinggi. Akibatnya, anak tersebut tidak berada dalam kondisi yang tidak pasti seperti sebelumnya, di mana jika dia tidak berprestasi, mungkin dia tidak dapat bersekolah lebih lanjut karena keluarganya tidak mampu membiayainya untuk bersekolah di swasta tanpa beasiswa.

Sehingga, kami berada dalam sebuah kesimpulan: bahwa dalam hidup ini, dalam berkeluarga khususnya, kita harus berhenti pada titik yang disebut 'berkecukupan', tidak peduli sekaya apapun kita. Kita tidak boleh berlebihan dengan kekayaan kita. Karena hal ini terutama berpengaruh pada sang anak. Anak tersebut akan menyadari bahwa keluarganya kaya dan mampu membiayainya apapun yang terjadi. Hal inilah yang salah.

Seorang anak harus dididik memiliki daya juang. Anak tersebut harus dipacu untuk berusaha demi memperoleh sesuatu, bahwa takkan ada yang dia peroleh jika dia tidak berusaha. Mungkin bukan contoh yang baik, tetapi dulu Ayahku menetapkan peraturan, bahwa aku baru boleh memakan Indomie, jika dan hanya jika nilai ulanganku di atas 9 (ketahuilah bahwa sewaktu kecil aku sangat addicted dengan indomie seperti kecanduan). Ini adalah contoh kecil, jika indomie sangatlah berharga bagiku, maka berusahalah untuk memperolehnya.

Seorang anak harus ditanamkan jiwa 'THERE IS NO SUCH A THING AS A FREE LUNCH'. Mereka harus tahu bahwa untuk memperoleh lebih, diperlukan usaha yang lebih. Itulah mengapa kita tidak boleh memanjakan mereka dengan sesuatu yang berlebihan. Kita harus berhenti pada titik yang disebut berkecukupan.

Mungkin aku bukan contoh yang baik, tetapi itulah prinsip yang ditanamkan Ayahku kepadaku, bahwa aku harus berusaha keras demi memperoleh sesuatu yang aku inginkan. Jika aku tidak diterima SPMB waktu itu, aku tidak akan diberikan kesempatan kedua untuk mengikuti SPMB lagi tahun berikutnya dan terjebak di dalam universitas yang aku ragu akan kualitasnya dalam jurusan yang aku ambil. Sejak awal pun, Ayahku sudah mengatakannya dengan jelas bahwa tidak ada biaya untuk kuliah S2 dan S3 walaupun keluargaku sekaya apapun. Aku diharuskan untuk mencarinya sendiri. Itulah yang selalu mendorongku untuk berusaha keras untuk mencapai impianku. Itulah prinsip berkecukupan yang ditanamkan dalam diriku, bahwa apa yang dijanjikan kepadaku adalah sesuatu yang cukup, dan jika aku ingin lebih, aku harus berusaha sendiri. Segalanya dimulai dari hal kecil seperti indomie tadi.

Jadi, kawan-kawan, what enough for you is at enough, berhentilah pada titik CUKUP, selanjutnya biarlah usaha kita sendiri yang membawa kita menuju cita-cita kita.

Do your best!
Wirapati