The Judicium

Sekali lagi aku berkata, "Never thought I'd be here..."

Sabtu, 23 Januari 2010 adalah hari yang cukup bersejarah bagiku. Pada hari inilah dilakukan upacara Judisium bagi para lulusan FEUI. Di acara inilah penghargaan-penghargaan diberikan kepada mahasiswa-mahasiswa yang berprestasi secara akademis. Nama-nama mereka dipanggil satu-persatu dan diberikan penghargaan oleh Dekan FEUI.

Terdapat beberapa penghargaan yang diberikan. seperti lulusan dengan Judicium Cum Laude, lulusan termuda, lulusan tercepat. lulusan dengan IPK tertinggi dan lain-lain. Apakah aku mendapatkan salah satu dari semua itu? Sayang sekali tidak. Tetapi, aku cukup kagum dengan diriku sendiri. Dahulu, sewaktu aku masih anak-anak, aku paling tidak suka jika tidak dapat penghargaan sedikitpun. Rasa kesal pasti terbakar di dadaku saat aku kalah dari yang lainnya. Tapi, saat ini, sedikitpun aku tidak merasakan benci yang membara di dalam hatiku. Aku tenang dan menerima itu semua, karena aku tahu aku memperoleh sesuatu yang lebih dari itu.

Semenjak aku masuk FEUI, aku seperti sudah punya perkiraan bahwa aku hampir tidak mungkin lulus dengan Judicium Cum Laude (IPK > 3.5). Ya, aku sudah memperkirankan itu sedari awal. Ada dua alasan yang mendasari hal tersebut. Pertama, aku merasa tidak cocok dengan metode ujian pendidikan tinggi di FEUI yang masih menganut sistem ujian tertulis ala SMA. Aku tidak pandai menghafal, dan aku sangat kesulitan kalau harus menenggelamkan diriku ke dalam sebuah buku untuk menghafalkannya (bukan memahaminya). Aku menyerah kalau itu adalah urusan menghafal. Tapi, kalau urusan menulis, seperti essay dan karya tulis, sesulit apapun pasti aku terima. Bukannya menyombong, tetapi semua mata kuliahku yang menggunakan ujian essay mendapatkan nilai A (kecuali mata kuliah yang diajarkan oleh Prof. Anwar Nasution). Keunggulan diriku memang pada penulisan gagasan dibandingkan hafalan, dan lebih dari itu, aku mencintai hal-hal seperti menulis essay. Inilah alasan pertama kesulitanku untuk memperoleh nilai baik di FEUI.

Kedua, aku tidak mau tenggelam dalam kotak yang kaku dan keras yang disebut buku teks. Sebenarnya, jika aku mau, aku bisa saja berkutat dengan buku itu siang dan malam untuk menghafal semuanya, kemudian mendapat nilai A di mata kuliah hafalan tersebut. Tetapi, bukan itu yang aku cari sebagai mahasiswa. Aku mencari sesuatu yang melebihi teori. Sesuatu yang hanya bisa diperoleh melalui pengalaman dan pengembangan gagasan. Sesuatu yang bisa kuperoleh dalam kegiatan di luar kelas. seperti organisasi. Aku ingin menyeimbangkan kehidupan kampusku, dengan tidak hanya berkutat pada buku saja, tetapi mengembangkan pengalaman dan intuisi dalam organisasi mahasiswa. Aku memperoleh banyak ilmu dari kehidupan berorganisasi, berkenalan dengan banyak orang, bertemu dengan para guru besar dan orang ternama, berbagi pengalaman dengan mahasiswa dan praktisi asing, dan sebagainya. Aku membuka cakrawalaku yang kaku itu menjadi selahan pemikiran yang luas karena kegiatanku di organisasi.

Aku mungkin tidak memiliki IPK yang tinggi. Bagiku, IPK tidaklah penting, yang penting adalah menjadi lebih pintar dari IPK itu. Aku mungkin tidak cum laude, tetapi aku percaya bahwa pengetahuan dan pengalamanku lebih dari sekedar predikat cum laude. Karena itulah, aku terus berusaha keras menjalani kehidupan organisasiku sambil bekerja mati-matian mempertahankan agar IPK-ku setidaknya berada di atas 3.0, karena itu adalah IPK minimal bagi beasiswa.

Sekarang di Judisium ini, aku telah berhasil memperolehnya. Aku telah berhasil lulus lebih cepat 1 semester dari mahasiswa pada umumnya, dengan IPK yang terjaga walau tidak cum laude, dan terutama dengan pengalaman organisasi yang tak dapat kulupakan. Aku berhasil memecahkan mitos bahwa mahasiswa organisatoris tidak dapat lulus cepat. Dan sekarang aku berdiri di judisium ini, membuktikan segala usaha dan upaya yang telah aku curahkan hingga saat ini. Tak perlu predikat cum laude itu, judisium ini sudah menjadi bukti keberhasilanku.

Aku akan terus berjalan dengan segala yang aku percayai sebagai kebenaran. Judisium hari itu takkan pernah aku lupakan sampai akhir hayatku, karena itulah hari pembuktianku. Terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantuku sampai saat ini, terutama kepada Prof. Suahasil Nazara, Ph.D. yang telah membimbingku hingga saat ini.

"Bersama Prof. Sua (Kiri) dan Rekan Seperjuanganku, Cynthia (Kanan)"

Dengan berbekalkan segenggam mimpi, Aku melangkah di jalan yang aku percayai...
Wirapati

Most Difficult

Seminggu setelah kelulusanku, aku mencoba untuk mulai menapaki masa depanku. Sejak dulu aku bermimpi untuk melanjutkan sekolahku hingga jenjang tertinggi dan memperoleh gelar tertinggi di dunia akademis dan ilmu pengetahuan. Saat ini, fokus utamaku bukan bekerja untuk memperoleh penghasilan. Hanya dengan bersekolah itulah aku dapat selangkah lebih dekat dengan impianku.

Bersama dengan rekan seperjuanganku, Sasha, aku berkeliling Jakarta untuk mencari informasi-informasi mengenai kesempatan untukbelajar di luar negeri melalui program beasiswa. Demi itu semua aku bersama Sasha berkeliling hingga Gunung Sahari untuk mendapatkan informasi yang sangat kami inginkan, yaitu beasiswa bernama Fulbright dari pemerintah Amerika Serikat. Tempat itu merupakan kantor Aminef.

Di tempat itu kami diterima dengan ramah oleh seorang pria muda lulusan University of Michigan yang bersedia menjelaskan kami segalanya mengenai informasi yang kami butuhkan. Dia bertanya mengenai universitas apa yang kami inginkan. Dengan mudah, aku menjawab universitas yang sangat aku inginkan hingga saat ini, yaitu Princeton University di New Jersey.

Dengan jaringan internet pria itu memeriksa ranking dari universitas itu dan menemukan bahwa level dari universitas itu adalah MOST DIFFICULT, level tersulit dari semua universitas di Amerika Serikat. Syarat-syaratnya pun sungguh sangat mengerikan seperti TOEFL harus di atas 600 (sementara nilai tertinggiku hanya sekitar 560-570). Nilai GRE yang diharapkan juga sangat tinggi. Hal ini cukup membuatku terkejut mengetahui betapa sulitnya memperoleh hal tersebut.

Setelah berbincang lama, kami mulai membahas mengenai Fulbright itu sendiri. Dalam hal ini, kami cukup terkesima mengetahui bahwa betapa hebatnya grant yang disediakan oleh Fulbright. Hal ini cukup membuat kami semangat. Kemudian, tiba-tiba Sasha menanyakan sesuatu yang menurutku sebaiknya jangan ditanyakan setelah mendengar jawabannya. Sasha bertanya berapa orang biasanya yang memperoleh grant Fulbright dalam setahun, dan dengan ringan dijawab hanya sekitar 15 orang dari ribuan peserta. Cukup membuat bulu kuduk kami berdiri.

Pada saat pulang, kami mencoba untuk membayangkan betapa hebatnya bisa mendapatkan Fulbright kemudian berkuliah di Amerika Serikat, tanah suci Ilmu Ekonomi, tempat di mana Ilmu Ekonomi tumbuh dan berkembang. Percakapan pun terjadi di antara aku dan Sasha.
"Hebat ya kalau kita bisa keterima Fulbright. 15 dari 1000, passing gradenya cuma sekitar 1%." kataku.
"Tapi, masih bisalah kalau kita mau berusaha. Kita akan dapat Fulbright dan bersekolah di universitas di Amerika!" jawab Sasha.
"Betul! Gw pengen Princeton. Tapi, katanya levelnya Most Difficult."
"Hmm, Bener. Gw juga mau Harvard."
"No problem! Most difficult doesn't mean it is Impossible. Cuma susah, tapi gak mustahil. Kita pasti bisa!" seruku.
"Betul! Mana ada universitas dengan level Impossible. Gak punya mahasiswa donk nantinya!" timpal Sasha.

Tawa kami pun meledak, tapi yang lebih penting adalah kami memperoleh harapan-harapan baru, Kami percaya bahwa kami masih dapat memperolehnya. Kami sudah terbiasa menghadapi yang mustahil, seperti masa-masa kami menerjang kesulitan di 6th Economix yang sempat kekurangan dana cukup besar pada H-3. Kami pasti bisa menghadapinya dan meraih mimpi-mimpi kami.

We were used to overcome the impossible. So, Most difficult is not a big deal for us, in fact that it is not impossible.

Kami pun berlalu dengan segala mimpi di kepala kami. Kami telah selangkah lagi lebih dekat dengan mimpi itu.

Dream on!
Wirapati

The Dignity of a Star


The star i want to talk about here is the collective mass of dust and gas in the sky. The one which emitting energy and light every single second. The star which enlighten even the darkest night.

I love skygazing (this term is one that I made myself), no matter day or night, sky is the best object for me. And I acknowledge that the one which always make the sky feel bright is the star. They shine with their own power, not like the satellites which can only reflect the light of the sun, The emit their own strength make the night feels brighter. They sometimes might be alone in the sky, but they never give up on shining. They might look small and insignificant, but that won't stop the try to shine even more. They dignify themselves even if they sometimes insignificant.

Let us learn from the dignity of the star, friend. They keep on trying to be bright even in the darkest night. We sometimes feel that we are nothing, that we might be the worst human ever live in this world. We sometimes think that we don't have any significant role in this big world, considering that we are very small and unable. We say that we are nobody and can do nothing.

Why do we have to feel that way. The star always shine for the sake of the universe, while we just have to shine for the world, a population which is smaller than the entire universe. We must not give up on our pessimistic, saying that we are nobody. If we don't dignify ourselves, so who would. We can always try to shine for the sake of this world, no matter how small we are, just like the stars. We must always dignify ourselves even if we are nobody.

The world will not be complete without us. A machine might breakdown even if just because of one bolt. The world might collapse just because of one insignificant man. We are part of this world, just like a star which is part of the universe. We are also part of the universe, and we can always shine for it. Dignify yourself more, therefore you can shine for the world.

Smile eternally,
Wirapati

The Taste of Your Sweat


Have you ever taste your own sweat? Try some! Have yourself standing under a sunshine and some exercise. Then, enjoy it! Hahaha.

But, that's not the point. What is the taste of your sweat? Salty? Yes, it is. Sweat is one of the balancing mechanism in human body which will secrete excessive salt component in our body. That is the reason why it taste salty.

But, the sweat will not remain salty forever, at least that's what you feel. When you have dreams, and you poured all your salty, or even bitter sweat to achieve them, you will taste the different in the end. Yes, my friend. In the end of your struggle, regardless of the result, every sweat that you poured will taste sweet, not salty anymore.

That is because you have try your best to achieve them. And you have reach the point of no regret. People who has to feel regret are those who don't give their best in the process, regardless of the result. When you failed, you will feel regret since you thought that you can be success if you give your best. While when you succeed, you will feel regret since you thought that you could reach even more.

That is why, to give our best is the most important thing in what we do. You won't feel regret no matter how hard it is. Even the sweat you have been poured will taste sweet. You can always look back and smile to see how hard you have been trying so that you are what you are now and keep on moving on. That is life, friend.

Do your best!
Wirapati

Someday You'll Know

Terkadang aku merasa bodoh. Kenapa aku mengharapkan seseorang yang mungkin tidak mengharapkanku? Kenapa aku menunggu seseorang, yang mungkin tidak menungguku? Kenapa aku merindukan seseorang yang sedikitpun tak pernah aku miliki?

Semua orang boleh bilang aku bodoh. Tapi inilah aku. Aku sangatlah tidak mudah mengalami jatuh cinta. Tidak seperti beberapa orang di dunia yang bisa dengan mudah berganti-ganti pasangan, aku bahkan tidak mudah bagiku mengalami hal alamiah yang disebut jatuh cinta.

Terkadang aku berpikir, dengan terpaku pada satu wanita saja itu membatasi diriku untuk maju. Aku akan tetap berada di tempat yang sama-sama saja. Aku akan berada di sini dan tetap di sini.

Tapi untukku itu tidak apa. Setidaknya, aku tahu bahwa dialah alasan mengapa aku masih berdiri sampai saat ini. Dialah pendorongku saat aku kehilangan semangat. Hanya demi bisa melihatnya lagi suatu hari nanti, tanpa perlu memilikinya, aku terus berusaha sekeras apapun kubisa, agar aku bisa melihat hari esok. Karena mungkin besok aku bisa melihat wajahnya. Atau mungkin lusa, mungkin minggu depan, bulan depan, tahun depan, atau tidak sama sekali.

Hanya demi harapan inilah aku berusaha keras, walau sedikitpun dia tidak melakukan apapun untukku. Tapi, aku melakukan semua ini untuknya.

Jangan sebut aku cengeng karena ini! Aku tidak menjadi lemah karena ini, sebaliknya aku menjadi jauh lebih kuat hati, karena aku memiliki tujuan hidupku, salah satu bagian impianku. Mungkin impian inilah yang takkan tercapai bagiku, tapi biarlah, aku belum mau berhenti berharap.

For someone out there whom I always adore, you are the reason why I am still standing up until now. I just want to know that this is dedicated for you, yes only for you. Thanks for being my power, even if you do nothing, it means everything for me. Maybe, I'll never love this way again.

Someday, You'll Know...
Wirapati

Elvis Has Left the Building

Aku terbangun lebih pagi dari biasanya. Entah mengapa diriku tidak tenang. Tubuh ini bergetar dengan sangat hebat. Aku yang semalam tidur lebih cepat untuk mempersiapkan tubuhku demi hari penting ini, ternyata harus terbangun jam 3 pagi, di saat ayam pun belum keluar dari peraduannya. Aku gemetar! Aku tak sabar!

Hari inilah hari di mana aku akan menyambut masa depanku!!

Tanggal 13 Januari 2010 telah tiba. Aku tidak tahu getaran di tubuhku ini adalah karena takut, atau karena bersemangat. Tapi, setidaknya aku tahu bahwa getaran ini sama dengan getaran saat seorang prajurit Samurai akan maju ke medan perang. Perasaanku berkecamuk. Aku ingin segera berada di dalam ruang sidangku saat itu juga.

Aku bersujud dalam Tahajud untuk menenangkan hatiku. Aku berdoa akan kelancarannya. Dan AKU SIAP! Saat matahari baru saja terbit aku sudah berangkat ke kampus, walau sidangku masih siangnya. Pagi itu aku mempelajari kembali modelku yang akan diujikan. Aku pecahkan turunan-turunan matematika ekonomi. Dan kupelajari kembali mata kuliah dasar yang mungkin sudah aku lupakan. Untunglah aku dibantu juniorku, Widi Laras, yang sengaja datang hanya untuk membantuku memahami Ekonomi Sumber Daya Manusia dan Ekonomi Pembangunan yang sudah cukup terlupakan bagiku.

Saat aku mulai yakin, aku pergi ke tempat di mana aku akan sidang, di Departemen Ilmu Ekonomi. Aku bertemu dengan Happy yang langsung memberikanku sebotol Pulpy Orange untuk menenangkan hatiku. Uchal juga telah tiba dengan membawa Cupcakes untuk mengisi perutku yang belum diisi. Kemudian, aku berganti dengan pakaian resmi, dan tidak lama kemudian, segalanya dimulai.

Sidang dimulai dengan aku menjelaskan mengenai skripsiku, mulai dari motivasi mengangkat topik tersebut, model yang aku gunakan, metode, hingga analisis yang aku buat. Setelah selesai sidang giliran para penguji bertanya padaku. Pertanyaan pertama berasal dari salah satu pengujiku, yaitu Pak Sugiharso Safuan, Ph.D. Dia bertanya mengenai bagaimana transmisi dari kebijakan moneter hingga dapat mengentaskan kemiskinan. Dengan menggunakan IS-LM aku berhasil menjelaskannya.

Pertanyaan kedua berasal dari Prof. Ari Kuncoro, yang dengan santainya menyebut ini pertanyaan yang sulit. Dia memintaku untuk menurunkan persamaan Two Stage Least Square dan membuktikan di mana letak kesimultanan modelku. Dengan terbata-bata aku coba lakukan hingga akhirnya aku agak bingung membuktikan kesimultanannya, karena memang tampaknya ini pertanyaan kelas atas. Melalui bantuan petunjuk dai Prof. Ari, aku berhasil menunjukkan cross-relation of disturbances dalam persamaanku.

Pertanyaan berikutnya berasal dari Prof. Ari lagi. Lagi-lagi deng
an santainya beliau berkata bahwa ini soal yang SANGAT SULIT. Jelas levelnya lebih tinggi dari sebelumnya. Dia memintaku untuk menggambar dua jenis kurva Phillips. Saat aku menggambar kurva kedua yang menggambarkan hubungan positif antara inflasi dan pertumbuhan, beliau sambil tertawa bertanya padaku apakah melalui hasil estimasiku aku dapat menunjukkan mana yang lebih baik antara mendorong pertumbuhan atau menekan inflasi. Keringat dingin pun mengalir di tubuhku. Ini pertanyaan yang sangat sulit karena harus dilakukan kuantifikasi. Akhirnya aku menjelaskan dengan mengambil kesimpulan bahwa lebih baik menekan inflasi. Sambil tertawa lagi, beliau berkata bahwa metode analisisku salah. Memang benar, aku menganalisis tidak berdasarkan model, melainkan berdasarkan literatur dan pengalamanku selama ini. Aku berpikir terlalu jauh dan meninggalkan hasil perhitunganku sendiri.

Akhirnya sidang dihentikan dengan sebuah lubang be
sar dalam analisisku. Tubuhku menjadi dingin. Aku merasa tidak yakin dengan jawabanku. Jauh di lubuk hatiku ada ketakutan bahwa aku bisa saja tidak lulus. Prof. Suahasil, pembimbingku memang memberikanku kebebasan untuk berkreasi dan menjadikan sidang sebagai ajang menguji analisisku. Sebuah tantangan bagiku. Tapi tak kusangka aku terlalu bersemangat dan berakhir menjadi seperti ini.

Aku keluar ruangan sidang dengan wajah lemas. Di luar sudah menanti teman-temanku yang menunggu jawaban dari sidangku. Aku merasa agak sayang kalau harus menyambut mereka dengan wajah lemas seperti itu. Tetapi aku sangat senang karena setidaknya ada teman-temanku yang mendukungku hingga saat itu. Bersama mereka dengan berdebar-debar aku menantikan hasil sidangku. Tidak sampai sepuluh menit, Pak Sugiharso memanggilku kembali ke ruang sidang. Dengan berdebar aku menaiki tangga departemen dan memasuki ruang sidang kembali.

Di dalam ruang sidang, Prof. Ari Kuncoro, dengan wajah serius berkata, "Saudara Bagus Arya Wirapati. Menimbang dari hasil sidang hari ini, banyak sekali kesalahan yang masih saudara perbuat, terutama dalam hal analisis yang sangat krusial bagi sebuah penelitian. Saya harap anda tidak kecewa dengan hasil ini dan menjadikan ini sebagai pelajaran ke depannya." Aku sudah kaku, dingin dan tak berkeringat lagi. "Oleh karena itu, anda kami nyatakan..." Satu detik bagai satu jam di dalam sana mendengar apakah satu kata atau dua kata yang akan beliau teriakkan. "LULUS!"

Dengan wajah cerah aku melihat kepada ketiga pengujiku. Ternyata aku memperoleh nilai yang cukup memuaskan, terlepas dari beberapa kesalahan fatal yang kubuat. Dengan gembira aku keluar ruangan dan memberitahukan kabar gembira ini kepada teman-temanku. Departemen IE yang tadinya hening menjadi ramai. Aku pun bergembira dan langsung memberitakan kabar gembira ini kepada ibuku, kemudian ayahku.

Sesuai dengan ritual kelulusan yang dilakukan mahasiswa FEUI, aku pun dilemparkan ke kolam Makara, tempat aku pernah dilemparkan ke dalamnya beberapa kali dulu, hanya saja lemparan kali ini adalah lemparan kelulusanku. Aku telah membuktikan bahwa tercebur ke makara di masa kuliah tidak akan membuat kita terlambat lulus. Hal ini telah dibuktikan dengan basahnya tubuhku di hari itu karena air makara. Dengan pandangan jauh aku melihat ke arah ruang Kanopi yang sedikit tampak dari dalam kolam. Aku juga telah membuktikan kesalahan mitos bahwa orang yang aktif di organisasi akan lebih lambat lulus. Dan saat kuingat tanggal hari ini, aku telah membuktikan bahwa 13 BUKANLAH ANGKA SIAL. Lebih dari itu, justru 13 adalah angka yang menjadi motivasiku. Apakah huruf ke-13 dalam susunan alphabet? Lantas ada apa dengan huruf itu? Biarkan menjadi rahasiaku.

Saat aku keluar dari kolam tempat aku diceburkan. Aku melihat sekeliling FEUI, merasakan kehangatannya. Sepuluh tahun yang lalu aku pernah menginjakkan kaki di taman makara ini, bertekad untuk berkuliah di sini dengan segala impianku. Tiga setengah tahun lalu aku juga berdiri di sini basah karena aku sudah resmi sebagai mahasiswa FEUI di masa orientasi, memulai segala mimpi-mimpiku. Dan hari ini, aku kembali berdiri di sini, basah, dan melangkahkan kakiku selangkah lebih dekat menuju impianku.

Entah apakah aku akan kembali berdiri di sini lagi, tetapi setidaknya aku tahu satu hal. Bahwa aku sudah lepas dari kampus ini. Angin, pohon, dedaunan, hingga tugu makara yang terpampang kokoh di tengah air mancur seolah berkata bahwa aku harus meninggalkan tempat ini dan melanjutkan hidupku, demi impianku. Tetapi, aku selalu tahu, bahwa mereka akan selalu menerimaku kapanpun aku kembali ke sini. Setidaknya, aku selalu punya tempat untuk pulang, sejauh apapun aku melangkah nantinya. Sebuah kampus yang bernama FEUI, tempat di mana aku merangkai mimpiku bersama teman-temanku.

And thus, Elvis has left the building....

Keep going on!
Wirapati

Dawn of Dreams


Hari ini hari yang menentukan. Aku akan menghadapi sidang skripsi yang menentukan kelulusanku dari FEUI. Telah banyak lika-liku yang aku lalui hingga hari ini. Aku sangat tegang, tapi jujur aku senang. Perasaan ini seperti perasaan seorang prajurit samurai yang akan maju perang. Tegang, tapi berani. Nothing to lose, mati pun tak apa demi kehormatan.

Para pengujiku pun sudah ditetapkan. Mereka adalah:
Prof. Ari Kuncoro sebagai Ketua Penguji
Prof. Suahasil Nazara sebagai Pembimbing Skripsi
Pak Sugiharso Safuan, Ph.D. sebagai Anggota Penguji

Tim pengujiku ini terdiri dari 2 orang profesor dan seorang doktor dengan kemampuan lengkap. Prof. Ari Kuncoro sebagai Ekonom All Rounder yang memahami seluruh sektor ilmu ekonomi dan ahli modelling yang diakui di tingkat internasional, Prof. Suahasil Nazara sebagai ahli ekonometrika dan peneliti yang sangat handal dalam pembuktian empiris, dan Pak Sugiharso Safuan, Ph.D. sebagai ahli moneter unik yang mampu menggabungkan ilmu moneter dan kemiskinan dan didukung dengan kemampuan ekonometrika yang luar biasa pula. Semuanya ada pada mereka. Ahli modelling sebagai perangkat teoritis ditambah ahli ekonometrika sebagai perangkat empiris dan ahli moneter dan kemiskinan sebagai perangkat filosofis. Tentunya ini menjadi tantangan yang luar biasa bagiku.

Aku tidak akan kalah. Karena dari sinilah mimpiku dimulai. Dengan lulus dari tantangan ini, aku akan selangkah lebih dekat dengan impianku. Aku pasti bisa, Aku harus bisa!

This is the dawn of the final battle, the dawn of my dreams...

Tegarlah Sang Pemimpi!
Wirapati

Breaking the Urban Legends


Seperti yang telah kutuliskan sebelumnya, aku akan menghadapi sidang penentuan kelulusanku dari FEUI tanggal 13 Januari 2010 mendatang. Have anyone notice something? Ya! Hari itu adalah tanggal 13, di mana masyarakat cenderung menganggap tanggal 13 adalah hari sial. Sebab, angka 13 dipercayai sebagai angka sial. Aku tidak tahu darimana asalnya, tetapi banyak yang tidak menyukai angka ini.

Tapi, aku akan membuktikan bahwa 13 bukanlah angka sial!!

Aku akan berusaha sekeras mungkin untuk bisa lulus dari ujian di hari itu. Hanya dengan itu aku bisa membuktikan kepada diriku sendiri dan orang-orang di sekitarku bahwa angka sial itu hanyalah cerita rakyat belaka.

Lebih dari itu, sebenarnya aku juga punya dua cerita rakyat lagi yang harus aku patahkan juga. Yang pertama adalah cerita bahwa orang yang pernah diceburin ke kolam air mancur makara FEUI akan telat lulus. Aku sudah beberapa kali dilempar secara paksa ke dalam kolam kotor berair penuh lendir dan berwarna hijau, tempat bersarangnya para kodok tersebut. Seharusnya menurut cerita rakyat tersebut, aku baru lulus sekitar 2 tahun lagi kira-kira. Tapi, akan gw buktikan bahwa cerita itu salah. Kalau aku berhasil lulus besok Rabu, aku akan membuktikan bahwa dengan diceburin berkali-kali aku malah lulus lebih cepat dari yang lainnya.

Kemudian, cerita rakyat kedua adalah bahwa organisatoris yang disibukkan dengan kegiatan organisasi tidak dapat lulus lebih cepat dari orang pada umumnya. Semenjak semester satu aku mengambil banyak sekali kepanitiaan. Bahkan, pada tahun keduaku aku bergabung dalam 2 buah organisasi. Di tahun ketigaku aku menjadi kepala divisi sebuah organisasi sekaligus ketua panitia dari konferensi mahasiswa internasional. Dan pada tahun terakhirku saat ini, aku adalah sekretaris umum dari sebuah organisasi. Dengan kesibukan itu, aku ingin membuktikan bahwa aku tetap dapat lulus lebih cepat dari orang lainnya.

Aku bukan orang yang jenius yang memiliki IPK yang sangat tinggi. Mungkin hanya ini caraku untuk memperoleh prestasi. Dengan IPK yang pas-pasan, aku akan membuktikan bahwa aku lebih cepat dari teman-temanku. Akan kupatahkan semua cerita rakyat itu. Akan kulangkahkan kakiku selangkah lebih dekat dan kuraih impianku.

I'll break it all!
Wirapati

Gigi - Sang Pemimpi


Aku selalu suka lagu-lagu yang inspiratif, terutama yang berhubungan dengan impian dan usaha untuk mengejarnya. Karena itulah aku menyukai lagu ini. Lagu ini merupakan Original Sound Track (OST) dari sebuah film yang diangkat dari buku yang berjudul sama. Secara kebetulan, judul dari buku, film dan lagu ini sama dengan bagaimana aku menyebut diriku, yaitu SANG PEMIMPI.

Berikut ini adalah video dari lagu ini: (Jika ingin mendengarkannya sebaiknya matikan dulu Mixpod yang berada di paling bawah sidebar blog ini)





Dan berikut ini adalah liriknya:

Gigi - Sang Pemimpi

Sambut hari baru di depanmu
Sang Pemimpi siap 'tuk melangkah
Raih tanganku jika kau ragu
Bila terjatuh ku kan menjaga

Kita telah berjanji bersama taklukkan dunia ini
Menghadapi segala tantangan bersama
Mengejar mimpi-mimpi

(*)
Berteriaklah hai sang pemimpi
Kita takkan berhenti di sini

Kita telah berjanji bersama taklukkan dunia ini
Menghadapi segala tantangan bersama...

(Reff)
Bersyukurlah pada Yang Maha Kuasa
Hargailah orang-orang yang menyanyangimu
Dan slalu ada setia di sisimu
Siapapun jangan pernah kau sakiti
Dalam pencarian jati dirimu
Dan semua yang kau impikan
TEGARLAH SANG PEMIMPI!

back to (*)
(reff) x2

Aku sangat menyukai lagu ini karena benar-benar memberikan aku semangat untuk mengejar mimpi, menemukan jati diri dan berusaha bersama dengan para sahabatku. Kami telah berbagi impian bersama dan kami akan berusaha bersama untuk memperolehnya. Aku tahu bahwa perjuangan kami tidaklah mudah. Tetapi, karena kami bersama, kami menjadi lebih kuat.

Tegarlah Sang Pemimpi!
Wirapati

Kekalahan Sejati


Semua orang pastinya pernah merasakan kekalahan atau kegagalan. Tentunya menyakitkan saat kita menyadari semua usaha keras yang kita lakukan ternyata harus berakhir dengan kekalahan.


Jangan kecewa karena engkau belum kalah!

Kalah atau menang hanyalah sebuah batasan gelar di depan manusia lainnya. Siapa bilang bahwa saat kau kalah, kau tidak memperoleh apa-apa. Justru orang yang kalah mendapatkan piala yang tak tergantikan nilainya. Piala yang disebut Pelajaran.

Saat kita kalah, kita harus menanyakan pada diri kita sendiri: Mengapa aku kalah? Mengapa aku gagal? Kita harus belajar bahwa kegagalan atau kekalahan tersebut terjadi karena masih ada yang kurang dalam diri kita, walaupun kita sudah sekeras mungkin berusaha. Saat itulah, sebagai pihak yang kalah kita dapat memperoleh kemenangan. Sebab, sebagai yang kalah, kita belajar sesuatu yang berharga.

Orang yang dalam hidupnya selalu berhasil tidak memperoleh privilege untuk belajar dari kekalahannya. Orang tersebut adalah orang yang keras di luar tapi rapuh di dalam. Orang Jepang sering mengatakan: Orang yang selalu berhasil dalam hidupnya tidak pernah melalui gerbang Ashura. Gerbang Ashura adalah gerbang kematian, melaluinya berarti menghadapi kondisi yang mendekati kematian, yaitu kegagalan atau kekalahan. Menurut orang Jepang, orang seperti ini suatu hari pasti akan dikalahkan oleh orang-orang yang melalui gerbang ashura, orang-orang yang pernah gagal dalam hidupnya.

Itulah makna dari kekalahan kawan. Kau hanya akan kalah saat kau tidak belajar apa-apa dari kekalahanmu. Jangan pernah bersedih hanya karena kau sering gagal, karena kau memiliki piala besar dan berkilau yang disebut Pelajaran itu.

Jangan menyerah.
Wirapati

What Lies Beyond Perfection


Gila! Orang itu sempurna sekali ya? Dia punya segalanya yang baik-baik dari manusia. Koq bisa ya ada orang seperti dia.

Tidak dapat dipungkiri kita pasti pernah berpikir demikian terhadap orang lain yang kita kagumi. Kita menganggap bahwa dia memiliki segalanya dan terlihat memiliki kehidupan dan pribadi yang sempurna. Akan tetapi, sebenarnya hal tersebut hanyalah representasi kita sebagai manusia yang menginginkan kesempurnaan, walau kesempurnaan tersebut hanyalah kesempurnaan semu.

Secara sejati, aku percaya tidak ada satupun bentuk 'kesempurnaan' di dunia ini, kecuali Tuhan YME yang memiliki kekuasaan absolut. Tidak ada manusia yang sempurna, tidak ada dunia yang sempurna, dan tidak ada kehidupan yang sempurna. Tuhan menciptakan kehidupan dan segala isinya ini dengan ketidaksempurnaan yang absolut.

Apa definisi dari sempurna? Sebuah kondisi di mana sesuatu berada pada puncak kehebatannya. Kata kunci 'Puncak' harus ditekankan. Puncak dengan kata lain sudah tidak dapat naik lagi. Sempurna berarti tidak dapat berkembang lagi. Dengan kata lain, kesempurnaan adalah akhir perjalanan.

Manusia, dunia, dan kehidupan yang sempurna, berarti tidak akan berkembang lebih jauh lagi. Tuhan tidak menciptakan semua ciptaan-Nya seperti itu. Segalanya dilahirkan 'Tidak Sempurna' adalah agar kita dapat terus berkembang tanpa terkekang pada sebuah batasan sepele yang disebut 'Kesempurnaan'. Ketidasempurnaan ini dimaksudkan agar kita terus berusaha untuk berkembang, menciptakan peradaban dunia dan kehidupan yang semakin baik dari zaman ke zaman dan terus semakin baik tanpa ada batasnya. Itulah dinamisme kehidupan manusia.

Saat kita mengatakan sesuatu sudah sempurna, kita membatasi perkembangan sesuatu itu. Coba kita lihat, saat seseorang dengan hanya berpendidikan SD, hidup dengan 7 orang anak dan seorang istri, berpekerjaan petani, dan hidup cukup dengan penghasilannya bertani walau berada dalam ambang kemiskinan. Sang petani tersebut mungkin menganggap bahwa kehidupannya sudah sempurna karena dia bahagia bersama keluarganya. Sehingga, dia membatasi dirinya untuk berkembang menghadapi kondisi di luar sana yang mungkin terus berubah. Bagaimana jika tiba-tiba terjadi krisis yang menjatuhkannya ke jurang kemiskinan, sementara paham kesempurnaannya tidak mendorongnya untuk berkembang?

Lepaskanlah batas kesempurnaan itu kawan. Selalu anggap diri kita adalah satu persen dan satu persen untuk selamanya. Sebab, The Law of Absolute Capacity bekerja dalam diri manusia. Sekeras apapun manusia berusaha dia tetap berada dalam satu persen kemampuannya. Sebab, kita dapat terus berkembang tanpa batas. Kita harus ingat bahwa menyempurnakan sesuatu berarti membatasi perkembanganya, termasuk diri kita sendiri.

Teruslah berkembang.
Wirapati

Salah Siapakah Korupsi Itu?


Aku berada pada pertanyaan dasar:

Salah siapakah adanya korupsi di negeri ini?


Pasti banyak dari kita yang akan menjawab:
"Salah didik tuh orang tuanya"
"Salah pemerintah gak ngawasin bener2"
"Salah sistemnya yang membiarkan orang-orang korupsi"
"Bukan salah siapa-siapa. Kodrat Tuhan yang mentakdirkan negeri ini dilanda korupsi"
"Salahnya sendiri koq korupsi"

Mungkin ada benarnya kecuali jawaban keempat yang tampaknya salah, karena Tuhan tidak akan mentakdirkan sesuatu yang sangat buruk kepada sebuah negara kecuali jika negara tersebut sendiri yang menyebabkannya demikian. Semuanya benar tetapi ada satu yang kurang.

Salah kita sebagai masyarakat!

Mengapa? Sebab kitalah yang menjustifikasi mereka melakukan korupsi. Kitalah yang memaafkan mereka karena melakukan korupsi. Kitalah yang tidak acuh saat mereka melakukan korupsi.

Bagaimana bisa? Masyarakat kita sendiri menjustifikasi bahwa menjadi pejabat negara akan menjadi kaya. Saat seseorang menjadi pejabat, kita akan langsung menganggap bahwa orang tersebut akan kaya karena mereka menjadi pejabat. Karena dengan menjadi pejabat, mereka akan memperoleh banyak uang dan kekayaan.

Di sanalah letak kesalahannya. Pejabat negara sebenarnya memiliki gaji yang tidak besar. Seingatku, gaji hakim-hakim senior hanya sekitar 3 juta, gaji menteri hanya sekitar 15 juta, dan gaji-gaji aparatur negara lainnya tidak ada yang tembus 20 juta secara rata-rata. Bagaimana mereka bisa hidup bergelimang harta dengan gaji demikian? jawabannya adalah korupsi.

Tetapi kita, sebagai masyarakat, mengampuni mereka dengan berkata, "Jelas saja dia kaya, dia kan pejabat negara," Kita menjustifikasi perbuatan mereka dengan mengatakan bahwa mereka akan jadi kaya karena menjadi pejabat. Kita memotivasi mereka untuk menjadi koruptor karena menciptakan pola pikir itu. Sehingga, kita menutup mata kita saat korupsi itu terjadi. saat seseorang menjadi pejabat negara dan kaya mendadak, kita menganggapnya wajar-wajar saja.

Itulah masyarakat Indonesia. kita masih berpola pikir bahwa menjadi pejabat negara adalah pekerjaan, bukan pengabdian. Kita menutup mata kita sendiri dari fakta-fakta semacam ini. Baru akhir-akhir ini saja kita sadar, dan semuanya telah terlambat, dan ternyata pandangan masyarakat Indonesia pun tetap tidak berubah, yaitu menjadi pejabat = menjadi kaya.

Kita harus mengubah paradigma ini. Tanamkan dalam diri kita bahwa pejabat adalah pengabdi, bukan pekerja. Kita harus peka jika tiba-tiba seorang pejabat menjadi kaya mendadak. Kita harus menyelidiki apakah kekayaannya itu halal atau tidak.

Dukunglah pemberantasan korupsi dengan perubahan paradigma ini. Kita semua bisa turut serta memberantas korupsi.

Say No to Corruption, Say Yes to Obligation!
Wirapati

Final Count Down to the Final Show Down



Akhirnya keputusan yang dinanti telah tiba. Tanggal sidang skripsiku sudah ditetapkan. Hari bersejarah itu akan jatuh pada tanggal:

13 Januari 2010

Sayang sekali meleset satu hari dari hari yang sangat kuinginkan, yaitu 12 Januari 2010 yang bertepatan dengan hari ulang tahunku yang ke-21. Apa boleh buat, memang sudah ditakdirkan bahwa aku harus menghadapi angka sial, The Lucky Number 13. Benarkah itu adalah angka sial? Aku ingin membuktikannya bahwa mitos 13 adalah angka sial hanyalah sekedar mitos.

Tetapi, dapatkah aku lulus begitu saja? Aku tidak tahu. Hanya Tuhan yang mengetahui masa depanku. Saat ini aku hanya bisa berusaha sebaik mungkin. Sudah satu minggu kuhabiskan untuk mempelajari segala teori tentang kemiskinan karena pada dasarnya fokus pembelajaranku di kampus adalah Ekonomi Moneter, bukan Ekonomi Kemiskinan. Hanya saja karena topik skripsiku adalah mengenai Kebijakan Moneter yang Pro-Pengentasan Kemiskinan, terpaksa aku harus mempelajari kemiskinan dari nol.

Topikku memang agak unik. Ini adalah salah satu bentuk idealismeku bahwa kebijakan moneter harusnya bisa mendukung proses pengentasan kemiskinan. Akankah pengujiku yang merupakan pengamat moneter mampu menerima idealismeku? Di saat banyak orang yang menganggap temaku lucu?

Aku tidak tahu. Yang aku tahu hanyalah bahwa sesuatu akan tetap menjadi Utopia jika kita terus menganggapnya Utopia. Aku percaya hal ini bisa dicapai, maka aku tetap berpegang teguh kepada idealismeku. Semoga semuanya terbayarkan.

And the clock is ticking, the time draws near, the gate is right in front of me. I'll take on my future. I have no fear. Succeed or Fail? It doesn't matter since I have tried my best, along with the best of my idealism. But, I believe I'm going to go through this.

Dream On,
Wirapati

Restless Mind

Kenapa langit biru? Kenapa benda jatuh ke bawah? Kenapa tubuh berkeringat? Kenapa, kenapa, kenapa, kenapa?

Aku tidak pernah berhenti berpikir...

Sejak kecil aku memiliki sedikit kelainan yang mungkin tidak terlihat oleh orang lain. Yaitu adalah bahwa otakku tak pernah sedikitpun berhenti berpikir, walau hanya sedetik saja. Setiap sel dalam otakku terus bekerja, memikirkan segala hal, bahkan banyak hal sekaligus. Bahkan dalam tidur aku selalu berpikir dan bangun dengan sebagian ingatan mengenai pemikiranku di saat tidur dalam bentuk mimpi.

Otak ini tidak mau berhenti berpikir, mengenai apapun. Seorang teman pernah berkata mengapa aku bisa mengerjakan karya tulis atau paper dalam jumlah yang banyak tetapi dalam waktu yang singkat. Inilah jawabannya. Karena otakku tidak pernah berhenti berpikir, aku bisa terus menuangkan Random Thoughts dalam pikiranku ke dalam tulisan. Saat semua tulisan itu sudah selesai, barulah aku mengeditnya kembali. Itulah efek dari otakku yang tak pernah berhenti.

Apakah ini kelainan atau kelebihan? Aku tidak tahu. Setidaknya sudah 20 tahun ini aku hidup dengan "Restless Mind" ini, otak yang tidak mau beristirahat dalam kondisi apapun. Setidaknya, aku akan memanfaatkan derasnya aliran sel-sel di otakku ini untuk menciptakan pemikiranku sendiri mengenai dunia ini.

Aku takkan berhenti berpikir..
Wirapati

The World and The Smallest Being Called Human


Dunia ini besar ya?

Hal itulah yang terpikirkan saat aku masih kecil dan mempelajari geografi dari guru SD-ku. Aku hanya memandangi sebuah peta atlas besar di belakang ruang kelasku dan memandangi kumpulan karbon, hidrogen, oksigen dan bahan-bahan lainnya yang membentuk pulau-pulau dan lautan.

Sejak kecil aku bermimpi untuk mengubah dunia. Ya. Impian sederhana dari setiap anak kecil di dunia ini. Sebab, pada saat itu, semua hanyalah hitam dan putih bagi kami. Sehingga, kami selalu bermimpi untuk mengubah segala yang hitam menjadi putih.

Seiring dengan berjalannya waktu, aku menyadari satu hal yang menjadi beban pikiranku selama ini: Bagaimana caranya mengubah dunia? Kemudian aku berpikir keras. Mengubah bentuk pulaunya? Mengubah kota-kota yang terdapat di dalamnya? Mengubah komposisi dari udara dan air, serta tanah di bumi ini? Aku menolak semua jawaban itu.

Hingga akhirnya aku menuju kepada sebuah kesimpulan, yaitu adalah mengubah unit terkecil pembentuk dunia ini, bukan bakteri atau virus, tetapi Manusia. Manusia adalah individu-individu yang bergerak berdasarkan logika dan kemauannya sendiri. Hidup, berkembang dan berevolusi seiring dengan berjalannya waktu. Membangun peradaban dan pada akhirnya menghancurkannya sendiri. Ya. Unit-unit terkecil yang diakumulasikan sebesar 6 miliar dan membentuk sebuah komunitas besar, yang selama ini kita sebut sebagai DUNIA.

Manusialah yang menyebabkan segala yang terjadi di dunia ini. Kerusakan alam, Perang, Kehancuran Peradaban, serta hal-hal positif seperti Pembangunan, Kemajuan Teknologi, dan sebagainya. Manusia adalah arsitek dunia ini. Karena itulah, mengubah dunia berarti mengubah manusianya terlebih dahulu.

Lebih dari itu, kawan. Sadarkan bahwa kita sendiri adalah manusia? Kita adalah manusia, salah satu arsitek dunia ini, sekecil apapun peran kita, kitalah yang membentuk dunia ini.

Jika benar keinginan kita adalah mengubah dunia ini. ubahlah diri kita sendiri. Ubahlah diri kita sendiri menjadi perubahan yang ingin kita lihat pada dunia ini. Mulailah dari unit terkecil, yaitu manusia, yaitu diri kita sendiri, sebelum mengubah orang lain, sebelum mengubah dunia ini.

Lihatlah dunia dalam diri kita. Ubahlah dunia tersebut dan jadikanlah perubahan tersebut diri kita sendiri. Dunia takkan berubah sebelum kita sendiri mengubah diri. Ingatlah, bahwa sekecil apapun kita di dunia ini, kita tetaplah salah satu dari arsitek dunia.

Jangan sangkut pautkan pada kedudukan dan kekuasaan. Ubahlah duniamu, karena kamulah arsiteknya!

Teruslah Berdiri!
Wirapati

Smiles Like How Others Smile

Jika aku berdiri di keramaian ini, aku bisa melihat orang-orang lalu-lalang, terenyuh oleh kesibukannya masing-masing. Sibuk atau tidak, aku bisa melihat rona bahagia di wajah mereka, senyum tulus yang tersungging di wajah mereka, saat mereka berjalan, bercengkrama, berlari, bekerja. Betapa nikmatnya jika melihat mereka semua melakukannya.

Tetapi, bagaimana dengan diriku?

Ya. Aku memang sangat menyukai tertawa dan tersenyum. Aku menjadikan mereka sebagai hobiku. Orang jarang melihatku memiliki wajah lain selain itu. Tetapi, aku merasa, bahwa senyumku ini belum seperti mereka semua.

Tampaknya banyak dari mereka semua yang dapat tersenyum, karena mereka telah memperoleh apa yang mereka butuhkan, apa yang mereka inginkan, apa yang mereka impikan. Sedangkan aku? Aku masih jauh dari mimpi-mimpiku. Apakah ini salahku sendiri yang bermimpi terlalu jauh? Apakah aku bermimpi terlalu besar?

Aku tidak akan berpikir demikian. Tuhan menganugerahi manusia dengan mimpi-mimpi adalah agar mereka semua bermimpi dan membangun kehidupannya seperti yang dia inginkan. Ya, aku tidak salah. Aku akan terus bermimpi seperti ini, mimpi yang besar dan mungkin sangat jauh, tetapi aku percaya dapat dicapai.

Aku hanya belum sampai pada akhir perjalananku. Aku percaya di ujung jalan ini, akan kuperoleh mimpi-mimpiku, dan saat kutoleh ke belakang, mengenang betapa pahitnya usaha yang mungkin telah aku lakukan, semua akan terasa manis. Kopi sepahit apapun akan manis pada akhirnya, seiring dengan semakin banyak yang kita seruput.

Itulah hidup kawan. Aku hanya ingin tersenyum seperti mereka semua, karena mimpi-mimpi yang telah dicapai. Aku percaya, suatu hari nanti aku akan tiba di akhir perjalanan ini dan mengistirahatkan tubuh lelahku sambil mengenang perjalanan hidupku.

Aku takkan berhenti di sini,
Wirapati